JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap, tingkat keterisian lembaga permasyarakatan (lapas) yang jauh melebihi daya tampungnya justru menimbulkan potensi korupsi. KPK menyebut fenomena itu sebagai "sesak lapas".
"Sesak lapas disebabkan oleh kapasitas lapas yang melebihi daya tampungnya. Keadaan tersebut ternyata menimbulkan potensi terjadinya tindak pidana korupsi," demikian isi sebuah unggahan di akun Instagram resmi KPK @official.kpk, Kamis (26/5/2022).
Berdasarkan kajian KPK, ada sejumlah modus korupsi di lapas. Yaitu 9 persen berupa pungutan liar dan suap-menyuap, 12 persen penyalahgunaan anggaran, 17 persen penyalahgunaan wewenang, dan 38 persen pengadaan barang dan jasa.
Baca Juga: KPK Limpahkan 2 Kepala Daerah Tersangka Korupsi ke Pengadilan Tipikor Bandung dan Samarinda
Kajian KPK juga menemukan titik rawan korupsi lainnya, yakni pada pengadaan bahan makanan (BAMA) untuk tahanan dan narapidana yang tidak akuntabel. Sehingga menimbulkan risiko kerugian negara setidaknya Rp520 miliar per tahun.
"KPK melalui Direktorat Monitoring menyusun Kajian Tata Kelola Sistem Pemasyarakatan yang di dalamnya terdapat berbagai rekomendasi perbaikan," lanjut KPK.
Berikut adalah rekomendasi jangka pendek KPK kepada pemerintah dan penegak hukum terkait, untuk mengurangi kepadatan lapas dan menekan praktik korupsi di dalamnya:
1. Membuat dan menyepakati standar operasional prosedur tentang pengembalian tahanan yang habis dasar penahanannya kepada pihak penahan, yang dilakukan Kemenkumham bersama-sama penegak hukum terkait.
Baca Juga: ICW Sebut KPK, Kejagung, MA Lebih Pikirkan Keadilan Terdakwa Ketimbang Korban Korupsi
2. Mengubah sistem pemberian remisi dan positive list menjadi negative list dengan memanfaatkan sistem database pemasyarakatan (SDP).
3. Melengkapi pedoman teknis SDP dan melaksanakan pelatihan SDP bagi operator secara intensif.
4. Membuat mekanisme bon penerimaan untuk bahan makanan dan melakukan review atas kinerja vendor.
5. Membangun sistem pengawasan internal di level wilayah.
6. Membangun mekanisme whistle blower system yang efektif dan terintegrasi dengan inspektorat.
7. Membangun koneksi SDP dengan sistem informasi penanganan perkara (SIPP).
Baca Juga: KPK Tanggapi Tawaran Bantuan Tangkap Harun Masiku dari Novel Baswedan
Sementara itu, unggahan KPK tersebut mendapat komentar beragam dari warganet. Banyak netizen yang berpendapat, "sesak lapas" hanya dirasakan pelaku kriminal biasa. Sedangkan koruptor justru menikmati fasilitas khusus di lapas.
"Yang korupsi sampai ratusan miliar kok nyaman?" kata akun @yud***to28.
"Yang sesak lapas buat yang maling ayam sama maling sendal bukan yang maling uang rakyat," ujar akun @sand*****nama017.
"Akh yang sesak yang bayarnya dikit mungkin," ucap akun @aw*****olaf_.
"Mungkin karena lapas untuk yang korup mewah dan besar juga kali pak, jadi untuk rakyat bawah yang di lapas dipaksa di ruang sempit. Mohon dicek juga itu lapas-lapas mewah," tutur akun @git****ti.
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.