Kompas TV nasional politik

Kemendagri Dituduh Tak Transparan soal Penunjukan Penjabat Kepala Daerah, Begini Aturannya

Kompas.tv - 16 Mei 2022, 11:18 WIB
kemendagri-dituduh-tak-transparan-soal-penunjukan-penjabat-kepala-daerah-begini-aturannya
Menteri Dalam Negeri (Mendagri )Tito Karnavian setelah melakukan pelantikan terhadap 5 penjabat gubernur, Kamis (12/5/2022). (Sumber: kemendagri.go.id)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS TV - Sebanyak 101 kepala daerah akan berakhir masa jabatannya pada 2022. Mereka akan digantikan penjabat kepala daerah hingga ada kepala daerah definitif hasil Pilkada Serentak 2024. 

Pada 15 Mei, ada lima gubernur yang masa jabatannya berakhir dan telah digantikan dengan penjabat gubernur dari aparatur sipil negara atau ASN. Namun, hingga saat ini belum ada aturan teknis yang mengatur penetapan penjabat kepala daerah. 

Selain itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dituduh tak melakukannya secara transparan ketika mengangkat lima penjabat gubernur tersebut.

Baca Juga: Lima Penjabat Gubernur Resmi Dilantik oleh Mendagri

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, pelantikan 5 penjabat gubernur telah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah hanya mengatur terkait dengan syarat pejabat yang mengisi posisi penjabat gubernur dan bupati/wali kota.

Adapun penunjukan penjabat kepala daerah diatur dalam Pasal 201 Ayat (10) dan Ayat (11) UU No 10/2016. 

Dalam regulasi itu disebutkan bahwa penjabat gubernur berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya dan untuk penjabat bupati/wali kota berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama.

Dilansir dari BBC News Indonesia, Senin (16/5/2022), beberapa waktu lalu, Undang-Undang Pilkada yang berkaitan masa transisi menuju Pilkada serentak nasional 2024, digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Hasilnya, MK telah mengeluarkan tiga putusan terkait penjabat kepala daerah, yakni Nomor 67 Tahun 2021, Nomor 15 Tahun 2022, serta Nomor 18 Tahun 2022.

Meski ketiga amar putusan MK menolak permohonan pengugat untuk seluruhnya, namun MK membuat sejumlah batasan terkait pengisian penjabat kepala daerah dalam pertimbangan hukumnya.

Pada pertimbangan hukum putusan 67/2021 misalnya, MK menyatakan pemerintah perlu mempertimbangkan untuk menerbitkan aturan pelaksana dari Pasal 201 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang berisi tata cara mengisi kekosongan jabatan kepala daerah.

Dengan aturan turunan tersebut, maka akan tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur serta jelas, sehingga pengisian posisi penjabat tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.

Merujuk pada pasal 201 UU 10/2016 ayat 10 dan 11, kekosongan jabatan gubernur dapat diisi oleh penjabat yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya. 

Sedangkan untuk mengisi kekosongan jabatan bupati atau wali kota, dapat diisi oleh penjabat dari jabatan pimpinan tertinggi pratama.

Prosesnya akan dilakukan Kemendagri dengan memberi tiga nama calon penjabat gubernur kepada presiden, dan Presiden Joko Widodo lah yang akan memilih penjabat gubernur. 

Sementara untuk penjabat bupati dan wali kota akan dipilih langsung oleh Kemendagri berdasarkan usulan dari gubernur.

Baca Juga: September, Tito Ajukan 3 Nama Calon Penjabat Gubernur DKI Pengganti Anies ke Jokowi

Melalui amar putusan 15/2022, MK menolak gugatan uji materi atas pasal tersebut yang menganggap bahwa penunjukan itu tidak sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai demokratis dalam konteks transisi menjelang Pilkada serentak.

Meski demikian, MK memberi sejumlah panduan terkait penunjukan penjabat bahwa prajurit TNI dan personel Polri aktif tidak boleh menjadi penjabat kepala daerah, kecuali telah pensiun dan mengundurkan diri.

Sebelumnya, Titi Anggraeni dari Perludem mengkhawatirkan bahwa penunjukan penjabat yang tidak transparan dan tidak demokratis akan memberi ruang bagi kepentingan-kepentingan politik dari pusat ke level daerah.

Dengan berakhirnya masa jabatan 271 kepala daerah sebelum Pilkada digelar, Titi mengatakan itu berarti hampir setengah kursi kepala daerah di Indonesia -baik tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota di Indonesia akan diisi oleh aparatur sipil negara (ASN).

Persoalannya, kata dia, seperi dilaporkan BBC, besar peluang terjadi pelanggaran netralitas ASN hingga menjadi alat politik untuk kepentingan pemilu.

Apalagi sejumlah daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum Pilkada digelar tergolong sebagai lumbung suara seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang masa jabatan kepala daerahnya akan berakhir pada 2023. Sedangkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akan mengakhiri masa jabatannya pada Oktober 2022.

"Karena kepemimpinan daerah itu tidak dipegang oleh kepemimpinan hasil pilkada dan kita masih berhadapan dengan kasus-kasus ketidaknetralan birokrasi, kita berhadap birokrasi yang ditunjuk menjadi penjabat itu tidak rentan menjadi objek politik dari kepentingan pemenangan Pemilu 2024," ujar Titi




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA


Sulawesi

Dua Mobil Rusak Tertimpa Longsor

27 Desember 2024, 15:38 WIB

FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x