JAKARTA, KOMPAS.TV Peristiwa terjadi pada sebuah pagi 15 Mei tahun 1962 ketika Proklamator RI, Soekarno atau Bung Karno, salat Id di Istana Negara.
Bung Karno ditarget untuk dibunuh. Tembakan yang diarahkan ke Bung Karno gagal dan menyasar ke tubuh KH Zainul Arifin Pohan, seorang pejuang dan Kiai NU, panglima Laskar Hizbullah.
Rosihan Anwar, aktivis dan jurnalis senior, dalam bukunya Sukarno, Tentara, PKI: Segitiga Kekuasaan sebelum Prahara Politik, 1961-1965 mengisahkan peristiwa itu.
Jaraknya tembakan itu, berdasarkan cerita Rosihan Anwar, juga tidak begitu jauh.
Bung Karno ditembak pas rakaat kedua dalam salat Id. Penembaknya berkisar umur 35 tahun dan memakai kemeja putih.
“Percobaan pembunuhan dilakukan para rakaat kedua dengan tembakan pistol beberapa kali dari jarak kurang lebih 5-6 meter,” tulis Rosihan Anwar di halaman 14.
Peristiwa sejarah yang tidak akan terlupakan. Dalam catatan Rosihan Anwar, sudah lima kali Soekarno hendak dibunuh dan gagal. Kisah ini salah satunya.
Baca Juga: KH Zainul Arifin Pohan, Ulama Pelindung Bung Karno yang Ditembak waktu Salat
Cucu KH Zainul Arifin, Ario Helmi, di situs resmi NU, mengisahkan peristiwa berdarah itu.
Saat itu, ulama asal Barus tersebut sengaja memosisikan diri di samping kiri Bung Karno untuk mengantisipasi segala hal. Samping kanan Bung Karno adalah Jenderal Abdul Haris Nasution.
Dikisahkan, keheningan khusyuk berlangsung khidmat, melingkupi umat saat memuji Sang Maha Agung dalam rukuk mereka pada rakaat kedua Salat Iduladha tersebut.
"Sami'allahu liman hamidah (Aku mendengar orang yang memuji-Nya)," ucap imam KH Idham Chalid, yang jadi imam saat itu.
Belum sempat jamaah menyahuti seruan imam, dari barisan ketiga jamaah bagian kiri, tiba-tiba pecah teriakan lantang seorang jemaah, "Allahu Akbar...!", seraya tangannya mengacungkan pistol yang diambil dari betis kanannya.
Ia adalah seorang sniper alias penembak jitu. Mestinya, sasaran tembaknya tidak bakal luput dari muntahan pelurunya: menuju Bung Karno.
Namun, anggota pengawal presiden berhasil menepiskan tangan orang itu dan berpindah.
"Dor...!"
Orang-orang, termasuk imam, bertiarap. Lalu, suasana pun berubah kacau balau.
KH Zainul Arifin tersungkur. Tubuhnya lunglai rebah di atas sajadah.
Bahu kirinya terasa basah. Ketika dia mencoba meraba bagian tubuhnya yang terasa hangat, didapatinya simpul dasinya sampai terputus.
Darah segar merembesi kemeja putih hingga ke jas luarnya. Sedikit lagi, peluru bisa mengenai jantungnya.
"Saya kena...," ucap tokoh NU tersebut pasrah, di antara kekacauan di sekelilingnya.
"La haula wa la quwwata illa billahil aliyyil adzim... (Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung...)," ucapnya.
Bung Karno selamat, KH Zainul Arifin Pohan dilarikan ke rumah sakit. Setelahnya, ia pun sakit-sakitan dan berpulang 10 bulan kemudian.
Dikisahkan oleh Rosihan Anwar, Bung Karno tidak mengalami cedera apa-apa. Percobaan itu dilakukan orang-orang DI/TII yang mendapat tugas dari pemimpin mereka, Kartosuwiryo.
Bung Karno memang tak kurang suatu apa. Namun, orang yang melindungi dirinya, yakni KH Zainul Arifin Pohan, harus meregang nyawa.
Sejarah mencatat, KH Zainul Arifin Pohan berpulang karena efek dari penyerangan itu tidak benar-benar membuat dia pulih.
Ia pun mendapatkan anugerah sebagai Pahlawan Nasional dan dikenal sebagai sosok 'perisai' Bung Karno.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.