Belum sempat jamaah menyahuti seruan imam, dari barisan ketiga jamaah bagian kiri, tiba-tiba pecah teriakan lantang seorang jemaah, "Allahu Akbar...!", seraya tangannya mengacungkan pistol yang diambil dari betis kanannya.
Ia adalah seorang sniper alias penembak jitu. Mestinya, sasaran tembaknya tidak bakal luput dari muntahan pelurunya: menuju Bung Karno.
Namun, anggota pengawal presiden berhasil menepiskan tangan orang itu dan berpindah.
"Dor...!"
Orang-orang, termasuk imam, bertiarap. Lalu, suasana pun berubah kacau balau.
KH Zainul Arifin tersungkur. Tubuhnya lunglai rebah di atas sajadah.
Bahu kirinya terasa basah. Ketika dia mencoba meraba bagian tubuhnya yang terasa hangat, didapatinya simpul dasinya sampai terputus.
Darah segar merembesi kemeja putih hingga ke jas luarnya. Sedikit lagi, peluru bisa mengenai jantungnya.
"Saya kena...," ucap tokoh NU tersebut pasrah, di antara kekacauan di sekelilingnya.
"La haula wa la quwwata illa billahil aliyyil adzim... (Tiada daya dan upaya kecuali dengan kekuatan Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Agung...)," ucapnya.
Bung Karno selamat, KH Zainul Arifin Pohan dilarikan ke rumah sakit. Setelahnya, ia pun sakit-sakitan dan berpulang 10 bulan kemudian.
Dikisahkan oleh Rosihan Anwar, Bung Karno tidak mengalami cedera apa-apa. Percobaan itu dilakukan orang-orang DI/TII yang mendapat tugas dari pemimpin mereka, Kartosuwiryo.
Bung Karno memang tak kurang suatu apa. Namun, orang yang melindungi dirinya, yakni KH Zainul Arifin Pohan, harus meregang nyawa.
Sejarah mencatat, KH Zainul Arifin Pohan berpulang karena efek dari penyerangan itu tidak benar-benar membuat dia pulih.
Ia pun mendapatkan anugerah sebagai Pahlawan Nasional dan dikenal sebagai sosok 'perisai' Bung Karno.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.