JAKARTA, KOMPAS.TV - Sikap Presiden Joko Widodo yang meminta menteri tidak lagi berbicara mengenai penundaan pemilu dinilai positif untuk menenangkan masyarkat.
Namun, akan lebih baik lagi jika Presiden Jokowi memberikan sanksi pemecatan, jika ada menteri yang kembali membicarakan penundaan pemilu maupun perpanjangan jabatan presiden tiga periode.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno menilai, ketegasan Presiden Jokowi untuk mengganti menteri yang berbicara penundaan pemilu dan perpanjangan jabatan akan mendapat dukungan dari masyarakat.
Baca Juga: Jokowi: Jangan Ada Lagi yang Suarakan Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Jabatan
Tak hanya itu, ketegasan reshuffle menteri yang membelot juga meyakinkan publik bahwa wacana penundaan pemilu dan jabatan presiden bukan datang dari diri Joko Widodo.
"Kalau itu dilakukan, publik akan berhenti mengkritik pemerintah soal ini, dan berhenti menyasarkan peluru ke Istana," ujar Adi saat dihubungi di program Kompas Petang KOMPAS TV, Rabu (6/4/2022).
Adi menambahkan, permintaan Presiden Jokowi kepada para menteri untuk tidak lagi berbicara penundaan pemilu di Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Selasa 5 April 2022, hanya sebatas sentilan.
Menurut Adi, Presiden bisa menggunakan tangan besi dengan mengancam menteri yang masih ngotot menggangkat wacana tersebut untuk diganti.
Baca Juga: Soal Jokowi 3 Periode, Tito Karnavian: Amendemen UUD 1945 Tidak Tabu, Bukan Kitab Suci
Dengan ketegasan tersebut, Jokowi sudah mengunci agar para menteri fokus menjalankan tugas yang diberikan dan tidak perlu lagi masuk ke politik pemilu maupun pilpres pada 2024 mendatang.
"Karena sifatnya sentilan, tidak teralu terasa. Makanya, yang diinginkan adalah pandangan keras presiden mengancam menteri yang ngeyel ngomong penundaan pemilu, perpanjangan jabatan, bisa di-reshuffle. Ini yang ditunggu oleh publik," ujarnya.
Sebelumnya, Jokowi menegaskan tidak boleh lagi ada menteri yang menyuarakan penundaan Pemilu 2024.
Baca Juga: PDIP Pertanyakan Luhut Terkait Big Data Jadi Alasan Tunda Pemilu: Kapasitas Dia Apa?
Pernyataan itu disampaikan Jokowi pada Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Selasa 5 April 2022.
Presiden Jokowi juga mengingatkan kepada menteri Kabinet Indonesia Maju untuk tidak melakukan hal-hal yang menimbulkan polemik di publik.
"Jangan menimbulkan polemik di masyarakat, fokus pada bekerja dalam penanganan kesulitan-kesulitan yang kita hadapi," ujarnya.
Adapun menteri yang mengangkat wacana penundaan pemilu yakni Menteri Investasi Bahlil Lahadalia dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Baca Juga: Habis Bahlil Datanglah Cak Imin, Usul Pemilu 2024 Ditunda
Bahlil menilai, wacana penundaan pemilu termasuk sebuah pemikiran yang konstruktif untuk kebaikan bangsa.
Sebab dalam sebuah negara demokrasi, menyatakan sebuah pendapat, termasuk penundaan pemilu, adalah sesuatu hal yang wajar.
Apalagi, lanjut Bahlil, dari sisi investasi, penundaan pemilu dinilai baik dengan catatan dilakukan secara komprehensif dan sesuai mekanisme perundang-undangan (UU).
"Dari sisi investasi, pengusaha butuh kepastian, stabilitas politik. Kalau wacana penundaan bisa dilakukan secara komprehensif dan dalam mekanisme UU, dalam pandangan saya itu akan bagus untuk investasi," ujarnya.
Baca Juga: Mendagri Sebut Presiden Jokowi Cuma Senyum Saat Kepala Desa Teriak 3 Periode di Luar Acara Apdesi
Selain Bahlil, ada juga Menko Marinves Luhut Binsar Pandjaitan yang mengungkapkan bahwa dirinya memiliki big data yang menunjukkan dukungan rakyat pada penundaan pemilu.
"Karena begini, kita kan punya big data, saya ingin lihat. Dari big data itu, kira-kira meng-grab 110 juta. Iya, 110 juta, macam-macam, Facebook, segala macam-macam, karena orang-orang main Twitter, kira-kira orang 110 jutalah," ujar Luhut.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.