JAKARTA, KOMPAS.TV – Aturan terbaru dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terkait Jaminan Hari Tua (JHT) baru bisa dicairkan pada usia 56 tahun.
Syaratnya, peserta yang terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan yang boleh mencairkan disyaratkan telah memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
Hal tersebut sebagaimana tertuang dalam aturan baru yang dirilis Kemnaker, Jumat (11/2/2022) kemarin.
Aturan tersebut ada dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT.
Rencananya aturan ini akan diberlakukan setelah 3 bulan terhitung sejak tanggal diundangkan atau mulai 4 Mei 2022.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud:
1. Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap.
2. Peserta JHT yang selanjutnya disebut Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia yang telah membayar iuran.
3. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
4. Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan adalah identitas sebagai bukti kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki nomor identitas tunggal yang berlaku untuk semua program jaminan sosial ketenagakerjaan yang diterbitkan oleh BPJS Ketenagakerjaan sesuai dengan penahapan kepesertaan.
Baca Juga: Uang JHT BPJS Ketenagakerjaan Bisa Cair sebelum Usia 56 Tahun, Tapi...
Manfaat JHT dibayarkan kepada Peserta jika:
Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 termasuk juga peserta yang berhenti bekerja.
(2) Peserta yang berhenti bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Manfaat JHT bagi Peserta mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a dan Peserta terkena pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b diberikan pada saat Peserta mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun.
(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c diberikan kepada Peserta yang merupakan warga negara asing.
(2) Manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pada saat sebelum atau setelah Peserta meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b diberikan kepada Peserta yang mengalami cacat total tetap sebelum mencapai usia pensiun.
(2) Hak atas manfaat JHT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan mulai tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah Peserta ditetapkan mengalami cacat total tetap.
(3) Mekanisme penetapan cacat total tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.
Baca Juga: Kemnaker: Masyarakat Harus Memahami Manfaat JHT untuk Masa Depan, Bukan Masa Kini
(1) Manfaat JHT bagi Peserta yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c diberikan kepada ahli waris Peserta.
(2) Ahli waris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: Janda; Duda; atau Anak.
(3) Dalam hal janda, duda, atau anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, manfaat JHT diberikan sesuai urutan sebagai berikut:
(4) Dalam hal pihak yang ditunjuk dalam wasiat Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d tidak ada, manfaat JHT dikembalikan ke Balai Harta Peninggalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(1) Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dengan melampirkan:
(2) Persyaratan pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi Peserta yang mengundurkan diri dan Peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja.
(3) Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf c dengan melampirkan:
Pengajuan manfaat JHT bagi Peserta yang mengalami cacat total tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dengan melampirkan:
(1) Pengajuan manfaat JHT oleh ahli waris bagi Peserta yang meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dengan melampirkan:
(2) Dalam hal Peserta yang meninggal dunia merupakan warga negara asing, pengajuan manfaat JHT oleh ahli waris Peserta dengan melampirkan:
(1) Lampiran persyaratan pengajuan manfaat JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 11 dapat berupa dokumen elektronik atau fotokopi.
(2) Penyampaian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara daring dan/atau luring.
Manfaat JHT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dibayarkan secara tunai dan sekaligus oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada Peserta atau ahli warisnya jika Peserta meninggal dunia.
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1230), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal diundangkan.
Baca Juga: Politikus PKS Minta Pemerintah Batalkan Syarat Usia 56 Tahun untuk Cairkan JHT
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.