JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Police Watch (IPW) menilai argumentasi kepolisian yang menggunakan kata 'mengamankan' untuk menggambarkan penangkapan lebih dari 60 warga Desa Wadas yang kontra penambangan batuan andesit di desa mereka, sebagai hal yang tidak masuk akal.
Demikian diungkapkan Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso di Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Jumat (11/2/2022).
“'Mengamankan' itu maknanya apa? Apakah para pelaku ini ditangkap di lokasi pengukuran ketika sedang menghalangi dan membawa senjata? Mereka itu kan ditangkap ada yang di masjid, ada yang di rumahnya, ada yang di jalan,” ujar Sugeng.
“Ini adalah tindakan represif, yang mengarah kepada penaklukan agar mereka tidak kemudian mengganggu atau menghalang-halangi proses pengukuran atau pengambilan batu andesit,” tambahnya.
Baca Juga: IPW Sebut Polisi Langgar Kode Etik di Wadas: Penangkapan Hanya Dilakukan Bagi Terduga Tindak Pidana
Sugeng lebih lanjut menambahkan, pemilihan kata 'mengamankan' yang digunakan Kapolda Jateng untuk menggambarkan penangkapan terhadap lebih dari 60 orang warga Desa Wadas yang kontra penambangan batu andesit di desa mereka adalah bahasa intonasi yang buruk.
“Mengandaikan bahwa warga itu adalah pelaku kejahatan, ini harus diperiksa pelanggaran-pelanggaran prosedur yang termasuk pelanggaran hukum ketika ada penganiayaan dibiarkan, ini harus diperiksa tidak boleh didiamkan,” tegasnya.
Apalagi, lanjutnya, penangkapan dan penahanan hanya bisa dilakukan terhadap seseorang yang diduga melakukan pelanggaran pidana.
“Karena orang yang ditangkap itu, orang yang harus dinyatakan melakukan tindak pidana atau mengganggu keselamatan, keamanan tubuh orang lain, ini mereka yang ditangkap polisi sebanyak 60 orang lebih kesalahannya apa?” kata Sugeng.
Baca Juga: Warga Kontra di Wadas: Tanaman Diambil, Hutan Dibabat, Masa Depan Kami Bagaimana
“Polisi bertindak, ketika menangkap, dalam istilah terminologi hukum menangkap itu terhadap seseorang tersangka atau terduga pelaku tindak pidana,” tambahnya.
Atas dasar itu, Sugeng mendesak Komisi III DPR yang hadir di Desa Wadas tidak hanya kongkow-kongkow tetapi juga memproses dugaan tindakan penganiayaan fisik terhadap lebih dari 60 orang yang ditangkap.
Sebab, lanjut Sugeng, tidak mungkin ada personel kepolisian yang bertindak tanpa adanya perintah.
“Sampai pada dua level, karena anggota-anggota di bawah yang berpakaian preman maupun berpakaian dinas itu, bertindak bukan atas maunya mereka, atas perintah ya, jadi ini harus diungkap,” tegasnya.
Baca Juga: PGI soal Konflik Lahan di Wadas: Kami Minta Pemerintah Kedepankan Pendekatan Kemanusiaan
Di samping itu, Sugeng menuturkan, IPW juga mendorong Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran HAM di Desa Wadas.
“Hak atas lingkungan yang kemudian mereka menolak tanahnya ataupun kebunnya diambil alih,” ujarnya.
Seperti diberitakan KOMPAS TV, pada Selasa (8/2/2022) lalu, ratusan aparat kepolisian dengan senjata lengkap dan tameng disiagakan dan masuk ke perkampungan warga di Desa Wadas.
Sebanyak 64 orang termasuk anak-anak dan orang lanjut usia, kemudian ditangkap.
Pada Rabu (9/2/2022), Kepala Kepolisian Daerah Jawa Tengah Inspektur Jenderal Ahmad Lutfi menyatakan sebanyak 64 orang warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Purworejo, yang ditangkap, akan dibebaskan.
"Kita amankanlah kemarin sebanyak 64 orang yang sekarang ada di Polres Purworejo. Hari ini akan kita kembalikan kepada masyarakat," kata Ahmad Luthfi dalam konferensi pers di Mapolres Purworejo, Jawa Tengah, Rabu.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.