JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemerintah Indonesia saat ini tengah fokus dalam menangani Covid-19 varian Omicron yang penularannya disebut lebih cepat dibanding Alpha, Beta dan Delta.
Bahkan, dibanding dengan varian lain, gejala Omicron juga berbeda sehingga tidak bisa dideteksi dengan tes Covid-19 biasa.
Melansir Kompas.com, Minggu (6/2/2022) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memaparkan ada sejumlah cara untuk menentukan seseorang terinfeksi Omicron.
Menurut Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan dr. Siti Nadia Tarmizi, mendeteksi Omicron tidak dapat dilakukan dengan tes antigen maupun tes Polymerase Chain Reaction (PCR).
Tes antigen dan PCR, lanjut Nadia, hanya dapat mendeteksi seseorang terkena positif Covid-19 atau tidak.
Oleh karena itu, pasien harus melakukan pemeriksaan lebih lanjut, salah satunya dengan S-Gene Target Failure (SGTF).
SGTF merupakan metode yang saat ini digunakan untuk mengidentifikasi kemungkinan terinfeksi virus Corona varian Omicron.
Baca Juga: Tak Sampai Demam, Dokter Peringatkan 2 Gejala Omicron yang Harus Diwaspadai
Mutasi alami virus Corona menyebabkan Omicron tidak memiliki elemen S-gene, sehingga melalui SGTF dapat diketahui varian apakah yang menginfeksi tubuh seseorang.
Seseorang yang SGTF-nya menunjukkan hasil positif, kemungkinan besar telah terpapar virus Covid-19 variab Omicron.
“Tapi kalaupun kita SGTF-nya positif, itu baru suspek Omicron lebih besar. Jadi kemungkinan besar memang Omicron. Karena untuk kepastiannya harus dilakukan pemeriksaan WGS (Whole Genome Sequencing),” ujar Nadia.
Menurut Nadia, pemeriksaan PCR hanya bisa mendeteksi antigen dari suatu virus.
Sementara pemeriksaan WGS akan mendeteksi lebih detail untuk membaca pita-pita DNA dalam virus.
“Jadi nanti dari mesin genetiknya itu diletakkan pita-pita DNA virus, nanti terlihat ada perbedaan mutasi di pita nomor sekian,” kata Nadia.
Dilain sisi, Epidemiolog Universitas Griffith Australia Dicky Budiman berpendapat bahwa tidak perlu menentukan apakah seseorang terinfeksi varian Omicron atau tidak.
Baca Juga: Anak-Anak Rentan Terinfeksi Covid-19 Varian Omicron, Orang Tua Wajib Perhatikan Gejalanya
Pasalnya, menurut Dicky, 97 persen varian Covid-19 yang bersirkulasi di Indonesia adalah Omicron.
“Dan artinya tidak perlu meragukan lagi ini Omicron atau bukan karena sudah besar kemungkinannya Omicron. Sehingga meskipun PCR, rapid test, antigen, ya sudah dipastikan besar kemungkinan adalah Omicron,” ucap Dicky.
Menurut Dicky penentuan terinfeksi Omicron atau bukan hanya akan menambah biaya pada masyarakat.
Termasuk untuk kebutuhan di fasilitas kesehatan yang juga tidak perlu dibedakan variannya.
“Kalau untuk masyarakat, untuk dilakukan di fasilitas kesehatan ya cukup PCR dan tidak perlu WGS untuk memastikan Omicron atau bukan, itu tidak perlu,” tutup Dicky.
Dokter Spesialis Penyakit paru dari RSUP Persahabatan Dr.dr. Erlina Burhan, M.Sc, Sp.P(K) menjelaskan beberapa gejala Omicron yang ia temukan dalam pasien di rumah sakit RSUP Persahabatan.
Erlina menjelaskan sebanyak 63 persen pasien Omicron memiliki gejala batuk kering, 54 persen nyeri tenggorokan, mudah letih sebesar 54 persen.
Baca Juga: Tingkat Kesembuhan Pasien Covid-19 Tinggi, Dinkes DKI Jakarta: Tetap Waspada Varian Omicron
Selain itu, pasien Omicron juga rata-rata tidak mengalami deman, tak seperti gejala varian lainnya.
"Berbeda dengan Alpha, Beta, Delta, biasanya entry point-nya 90 persen demam. Di rumah sakit kami (RS Persahabatan), demam hanya 18 sampai 20 persen untuk pasien Omicron," sambung Erlina.
Selain itu, pasien Omicron juga tidak mengalami sesak napas hingga membutuhkan oksigen. Artinya, tidak ada kerusakan pada paru-paru.
Menurut Erlina, varian Omicron banyak berkembang di saluran napas bagian atas, sedangkan Delta berada di saluran napas bagian bawah dan paru-paru.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.