JAKARTA, KOMPAS.TV - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkap kehidupan penghuni kerangkeng yang ada di rumah Bupati Langkat nonaktif Terbit Rencana Perangin-angin.
Berdasarkan temuan LPSK di lapangan, kehidupan penghuni kerangkeng sangat dibatasi. Termasuk dilarang untuk beribadah.
Baca Juga: Kerangkeng Manusia di Langkat: Komnas HAM Ungkap Lebih dari Satu Orang Tewas (1)
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu mengatakan penghuni kerangkeng di rumah Bupati Langkat nonaktif tak boleh pergi salat jumat ataupun ke gereja.
"Kami lihat ada sajadah, tapi kami tanya apakah boleh salat Jumat, tidak boleh," kata Edwin dikutip dari Kompas.com, Senin (31/1/2022).
"Shalat Id juga tidak boleh. Kemudian yang nonmuslim apakah boleh ke gereja di hari Minggu, Natal dan misa, juga tak boleh."
Menurut Edwin, para penghuni kerangkeng di rumah Terbit hilang kebebasan. Bahkan, mereka dieksploitasi dengan dipaksa bekerja di pabrik olahan sawit milik Bupati Langkat tanpa mendapat gaji.
Selama menjalani penahanan, mereka dikerangkeng dengan waktu bervariasi, mulai dari 1,5 hingga 4 tahun. Pihak keluarga bahkan dilarang membesuk selama 3-6 bulan pertama.
Baca Juga: Kerangkeng Manusia di Langkat: Eksploitasi Berkedok Rehabilitasi (2)
"Informasi lainnya bahwa mereka dibatasi aksesnya. Termasuk warga tak bisa membesuk mereka dalam waktu tertentu 6 bulan atau 3 bulan pertama tak bisa diakses keluarga," ujar Edwin.
Edwin menilai, pembatasan yang diterapkan di kerangkeng manusia itu telah melampaui pembatasan yang terjadi dalam rumah tahanan atau lembaga pemasyarakatan milik negara.
"Tak ada pembatasan seperti itu, baik pada proses penyidikan, atau orang terpidana dalam sistem negara," ujar dia.
Edwin menambahkan fakta lain yang terungkap dalam kasus ini yaitu ada penghuni kerangkeng yang meninggal dunia.
Informasi tersebut diketahui berdasarkan pengakuan warga Langkat yang salah satu keluarganya menjadi korban meninggal di dalam kerangkeng itu.
Baca Juga: Polisi Temukan Kekerasan di Kerangkeng yang Berada di Rumah Bupati Langkat
"Jadi dari informasi yang kita dapat dari keluarga ada keluargnya meninggal yang disampaikan kepada kami setelah satu bulan menjalani rehabilitasi di sel tahanan Bupati Langkat," kata Edwin dikutip dari Tribun-Medan.com.
Edwin menyebut peristiwa itu terjadi pada 2019. Ketika keluarga mendatangi sel untuk menjemput korban, jenazah sudah dalam keadaan dimandikan dan dikafani untuk segera dikebumikan.
"Jadi dari pengakuan keluarga korban meninggal karena alasan sakit asam lambung. Setelah satu bulan berada di dalam, pihak pengelola rutan menelepon bahwa keluarganya meninggal dengan alasan sakit," ujar Edwin.
"Namun, pihak keluarganya mencurigai ada kejanggalan kematian keluarganya."
Selain itu, fakta lainnya yakni pihak keluarga rupanya diminta menandatangani surat perjanjian. Isinya tidak boleh mengajukan pembebasan tahanan selama batas waktu yang ditentukan.
Baca Juga: Diduga Lebih dari 1 Korban Meninggal di Kerangkeng Rumah Bupati Langkat, LPSK Terus Telusuri Data
Selain itu, pihak keluarga tahanan juga harus menyepakati bahwa tidak akan keberatan kalau tahanan sakit atau meninggal dunia.
Edwin mengatakan, surat bermaterai itu ditandatangani oleh pengurus sel dan pihak keluarga tahanan.
"Jadi dalam surat yang kita dapat itu menyatakan bahwa keluarga tidak boleh meminta tahanan keluar sebelum masa waktu sekitar 1 tahun lebih. Dan keluarga juga tidak boleh keberatan jika tahahan meninggal atau sakit," ucapnya.
Terakhir, LPSK mengungkap bahwa tidak semua penghuni kerangkeng Bupati Langkat merupakan pengguna narkoba.
Sebagaimana diketahui, kerangkeng tersebut sebelumnya diklaim Bupati Langkat sebagai tempat rehabilitasi pengguna narkotika.
Baca Juga: Terungkap! Ada Kode Kekerasan di Kerangkeng Bupati Langkat, Salah Satunya Dua Setengah Kancing
"Contohnya ada yang judi, ada yang tak setia sama istrinya, mencuri, jadi macam-macam. Makanya diksi rehabilitasi itu jauh dari kenyataan," kata Edwin lagi.
Menurut LPSK, temuan-temuan ini ganjil dan kuat mengarah pada tidak pidana perdagangan orang. Sebab, terjadi penyekapan dan eksploitasi karena bekerja tanpa gaji.
Temuan Komnas HAM
Serupa dengan LPSK, Komnas HAM juga mengungkap bahwa pernah ada korban jiwa dalam kerangkeng Bupati Langkat.
Diduga, ada lebih dari satu penghuni yang meninggal sejak kerangkeng itu didirikan pada 2012.
“Faktanya, kita temukan memang terjadi satu proses rehabilitasi yang cara melakukannya memang penuh dengan catatan kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam jumpa pers di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (29/1/2022).
Baca Juga: Surat Perjanjian Kerangkeng Bupati Langkat, Keluarga Diminta Tak Menutut jika Penghuni Meninggal
Anam menjelaskan, Komnas HAM telah menelusuri kasus kematian itu dan telah menemukan bukti-bukti yang kuat.
Meninggalnya tahanan diduga karena mendapat penganiayaan. Penganiayaan tersebut disinyalir dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
"Cara merehabilitasi penuh dengan catatan kekerasan, kekerasan yang sampai hilangnya nyawa,” ucapnya, dikutip dari Tribun Medan.
Menurut Anam, fakta tersebut diperoleh dari pengakuan dan testimoni sejumlah warga yang diyakini pernah melihat peristiwa itu.
Berdasarkan penuturan saksi, lanjut Anam, korban yang mendapat penganiayaan itu adalah mereka yang baru masuk kerangkeng selama empat sampai enam pekan pertama. Alasan penganiayaan disebut karena korban melawan.
Baca Juga: Arti "Dua Setengah Kancing" yang Jadi Kode Kekerasan di Kerangkeng Bupati Langkat
"Jadi kami menelusuri, kami dapat (temuan korban meninggal). Temen-temen Polda menelusuri juga dapat (korban meninggal) dengan identitas korban yang berbeda," ucapnya.
Sumber : TribunMedan/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.