Selain itu, pihak keluarga tahanan juga harus menyepakati bahwa tidak akan keberatan kalau tahanan sakit atau meninggal dunia.
Edwin mengatakan, surat bermaterai itu ditandatangani oleh pengurus sel dan pihak keluarga tahanan.
"Jadi dalam surat yang kita dapat itu menyatakan bahwa keluarga tidak boleh meminta tahanan keluar sebelum masa waktu sekitar 1 tahun lebih. Dan keluarga juga tidak boleh keberatan jika tahahan meninggal atau sakit," ucapnya.
Terakhir, LPSK mengungkap bahwa tidak semua penghuni kerangkeng Bupati Langkat merupakan pengguna narkoba.
Sebagaimana diketahui, kerangkeng tersebut sebelumnya diklaim Bupati Langkat sebagai tempat rehabilitasi pengguna narkotika.
Baca Juga: Terungkap! Ada Kode Kekerasan di Kerangkeng Bupati Langkat, Salah Satunya Dua Setengah Kancing
"Contohnya ada yang judi, ada yang tak setia sama istrinya, mencuri, jadi macam-macam. Makanya diksi rehabilitasi itu jauh dari kenyataan," kata Edwin lagi.
Menurut LPSK, temuan-temuan ini ganjil dan kuat mengarah pada tidak pidana perdagangan orang. Sebab, terjadi penyekapan dan eksploitasi karena bekerja tanpa gaji.
Temuan Komnas HAM
Serupa dengan LPSK, Komnas HAM juga mengungkap bahwa pernah ada korban jiwa dalam kerangkeng Bupati Langkat.
Diduga, ada lebih dari satu penghuni yang meninggal sejak kerangkeng itu didirikan pada 2012.
“Faktanya, kita temukan memang terjadi satu proses rehabilitasi yang cara melakukannya memang penuh dengan catatan kekerasan fisik sampai hilangnya nyawa," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dalam jumpa pers di Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sumatera Utara (Sumut), Sabtu (29/1/2022).
Baca Juga: Surat Perjanjian Kerangkeng Bupati Langkat, Keluarga Diminta Tak Menutut jika Penghuni Meninggal
Anam menjelaskan, Komnas HAM telah menelusuri kasus kematian itu dan telah menemukan bukti-bukti yang kuat.
Meninggalnya tahanan diduga karena mendapat penganiayaan. Penganiayaan tersebut disinyalir dilakukan secara terstruktur dan sistematis.
"Cara merehabilitasi penuh dengan catatan kekerasan, kekerasan yang sampai hilangnya nyawa,” ucapnya, dikutip dari Tribun Medan.
Menurut Anam, fakta tersebut diperoleh dari pengakuan dan testimoni sejumlah warga yang diyakini pernah melihat peristiwa itu.
Berdasarkan penuturan saksi, lanjut Anam, korban yang mendapat penganiayaan itu adalah mereka yang baru masuk kerangkeng selama empat sampai enam pekan pertama. Alasan penganiayaan disebut karena korban melawan.
Baca Juga: Arti "Dua Setengah Kancing" yang Jadi Kode Kekerasan di Kerangkeng Bupati Langkat
"Jadi kami menelusuri, kami dapat (temuan korban meninggal). Temen-temen Polda menelusuri juga dapat (korban meninggal) dengan identitas korban yang berbeda," ucapnya.
Sumber : TribunMedan/Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.