JAKARTA, KOMPAS.TV - Bersama 17 kawan-kawannya, Husen (46), berbaring di atas tanah gembur tidak jauh dari dua lubang makam yang baru mereka gali di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bambu Apus, malam itu, pertengahan Juli 2021.
Tubuh mereka lunglai belaka usai bertungkus-lumus menguburkan puluhan jenazah. Di atas gundukan tanah itulah mereka coba sejenak beristirahat sebelum Adi, Petugas Administrasi TPU tersebut yang punya nama lengkap Yosaphat Adhyaksa, berteriak ke arah para tukang gali makam itu:
“Masih ada dua jenazah lagi, ya!”
Jam operasional TPU Bambu Apus sebetulnya telah berakhir sejak pukul 4 sore tadi. Tapi situasi pandemi yang tengah melonjak membuat mereka masih bertahan untuk pelayanan. Dua jenazah tadi adalah dua jenazah terakhir malam itu.
Situasi semacam itu sebetulnya bukan hal asing bagi Husen. Ia masih ingat betul, sepanjang Juni-Agustus 2021, TPU Bambu Apus kewalahan menerima jenazah Covid-19. Belasan mobil ambulans dengan sirine saling bersautan berjajar menyesaki jalan setapak yang belum lama dicor sepanjang TPU hingga gerbang pemakaman.
Tiap keluarga akan menunggu dalam jarak batas aman. Sementara Husen dan kawan-kawannya bergegas pindah dari satu liang kubur ke liang lainnya untuk membantu mengurai antrean ambulans yang sudah mengular.
Akibat kekurangan tenaga penggali kubur, sejumlah petugas pemakaman dari TPU Pondok Rangon didatangkan sebagai bala bantuan.
“Kami total di sini sekitar 18 petugas yang gali itu nggak mumpuni waktu itu yang setiap hari minimal 40 makam. Akhirnya ada petugas dari TPU Pondok Rangon bantu kami,” kata Adi, di TPU Bambu Apus, Kamis (27/1/22).
Bala bantuan itu nyatanya belum juga cukup karena jenazah demi jenazah terus berdatangan. Pihak TPU Bambu Apus akhirnya mendatangkan sebuah kendaraan taktis untuk membantu penggalian agar lebih cepat: sebuah eskavator.
Adi bercerita, saat terjadi lonjakan kasus Covid-19 akibat virus Corona varian Delta, TPU Bambu Apus dapat menerima sebanyak 40-50 jenazah setiap harinya. Hanya dalam dua bulan, lahan seluas kurang lebih satu hektar yang setidaknya mampu menampung hingga 2.000 jenazah tersebut sudah terisi penuh.
Total luas TPU Bambu Apus, kata Adi, mencapai lima hektar. Namun, lahan yang baru digunakan untuk pemakaman baru sekitar dua hektar sementara sisanya masih disiapkan. Dari dua hektar tersebut, sebanyak tujuh blad pemakaman diperuntukkan untuk jenazah Covid-19 sementara tiga blad digunakan untuk pemakaman umum.
“Total (makam) Covid-19 kami sekitar 1.900 sampai 2.000. Kami ada tujuh blad untuk pemakaman Covid-19. Lainnya itu untuk reguler dan nggak dicampur sih karena jenazah Covid-19 pakai peti dan space-nya lebih besar,” kata Adi.
Mengutip data dari laman corona.jakarta.go.id, per 29 januari 2022 sebanyak 32.002 jenazah dimakamkan dengan prosedur tetap Covid-19 di Jakarta. Sementara angka kematian secara nasional sudah mencapai 144 ribu kematian sejak Covid-19 melanda. Puncaknya terjadi pada periode Juni – Agustus 2021 lalu. Dalam satu hari, kematian akibat Covid-19 di Indonesia mencapai 2.000.
Sementara yang paling tinggi terjadi pada 27 Juli 2021. Hari itu ada 2.069 orang yang meninggal.
Kebanjiran 'Order', Kebanjiran Risiko
Petugas pemakaman kala itu ibarat kebanjiran “order”. Tidak hanya jam kerja yang bertambah dan waktu istirahat yang hampir nihil, risiko pekerjaan jelas tidak lagi sembarangan. Mereka yang sebelumnya hanya bermodalkan kaos dan sepatu bot ketika turun ke liang lahat, kini harus memastikan keamanan dan keselamatan diri sendiri dengan sejumlah peralatan dan prosedur.
Naasnya, ketika mereka mempertaruhkan leher karena risiko pekerjaan, di kawasan rumah para penggali makam tersebut justru tak ubahnya “public enemy” yang terus menerus diselidiki dan dihindari oleh tetangga sekitar. Inilah risiko sosial di samping risiko nyawa yang mesti mereka hadapi. Husen memaklumi sikap tersebut dan menerima kenyataannya.
“Jangankan dijauhi masyarakat, sama keluarga sendiri saja kayak nggak dianggap,” katanya sambil tertawa.
Ritual harian Husen setiap pulang kerja seperti ini:
Sang istri tidak akan memperbolehkannya untuk langsung masuk rumah. Ia diminta bebersih dahulu di luar dengan seember air yang telah disiapkan. Pakaian bekas pemakaman juga wajib ditinggalkan di halaman. Setelah semuanya rampung, barulah Husen dipersilakan masuk ke rumah, rumahnya sendiri, lalu bertemu dengan sanak familinya.
Dihubungi terpisah, Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Profesor Zubairi Djoerban, menjelaskan, petugas pemakaman Covid-19 wajib menerapkan prosedur tetap atau protap Covid-19 lengkap dengan alat-alat pelindung diri.
“Prinsipnya gini, kalau orang habis meninggal, tentu virusnya nggak akan langsung mati,” kata Prof Zubairi saat dihubungi melalui telepon, Jumat (29/1/22).
Sejumlah alat-alat yang wajib digunakan oleh penggali kubur dengan protap Covid-19 ialah Alat Pelindung Diri (APD), tutup kepala, masker N95 atau KN 95, face shield atau kacamata google sepatu, dan sarung tangan. Prof Zubairi menambahkan, ada bagian tubuh jenazah yang perlu diperhatikan karena rawan akan penularan, yakni; mata, hidung, tenggorokan, gigi, gusi, dan paru-paru.
Terkait tingkat keterpaparan, Prof Zubairi menjelaskan ada tiga jenis tingkat keterpaparan risiko ketika melakukan kontak dengan jenazah Covid-19. Pertama ialah resiko rendah yang mencakup aktivitas dengan kontak minimum pada jenazah seperti prosesi di rumah duka dan juga petugas pemakaman atau kremasi.
Lalu, risiko menengah yang mencakup aktivitas memandikan hingga penanganan manual pada jenazah sehingga ada probablitas bersentuhan dengan cairan dari tubuh jenazah. Terakhir, risiko tinggi termasuk aktivitas yang meliputi otopsi atau prosedur invasive termasuk pembalseman yang dapat menghasilkan interaksi langsung dengan cairan pada tubuh jenazah.
Petugas pemakaman termasuk ke dalam risiko rendah kontak langsung dengan jenazah, namun, jika petugas pemakaman tidak mengenakan alat-alat pelindung dengan lengkap, maka, resiko keterpaparan dapat meningkat.
“Tentu (berisiko tinggi), itu nggak boleh terjadi ya (kekurangan peralatan),” kata Zubairi.
Terkait dengan alat-alat yang dibutuhkan untuk pemakaman protap Covid-19, Kepala Satuan Pelaksana (Kasatpel) TPU Bambu Apus, Koko, memastikan bahwa stok alat aman dan terpenuhi.
“Sangat aman (jumlah ketersediaan). Jadi semua protokol kesehatan dilakukan secara ketat dan alhmdulillah tidak satupun anggota pemakaman kami yang tekena Covid-19,” kata Koko saat dihubungi melalui telepon, Jumat (29/1/22).
Kesiapan alat juga diamini oleh Husen. Tidak hanya disalurkan dari Pemprov DKI Jakarta, Husen mengatakan, TPU Bambu Apus juga menerima banyak donatur yang mengirimkan alat-alat pelindung diri mulai dari APD, sarung tangan, masker, hingga vitamin dan juga makanan.
Tidak hanya alat yang berlimpah, Adi menegaskan, jenazah korban Covid-19 yang akan dimakamkan di TPU Bambu Apus diterima dalam keadaan peti sudah dilapisi bungkus plastik yang ketat dan erat.
“Karena kebetulan, kan, dari rumah sakit juga petinya sudah dilapisi pakai plastik tebal, kami nggak menerima kalau nggak wrapping, dari ambulans datang akan diperiksa oleh bagian keamanan kami itu ada wrapping atau engga, kalau engga akan diminta untuk wrapping terlebih dahulu,” jelas Adi.
Meskipun stok alat kini terpenuhi, Adi tidak menampik petugas pemakaman sempat hanya mengenakan jas hujan sebagai pelindung diri ketika stok APD habis dan stok baru belum datang. Menurut dia, kendalanya hanya proses pengiriman barang yang membutuhkan waktu beberapa hari sehingga dalam keadaan darurat petugas pelayanan hanya mengenakan jas hujan.
“Dulu sempat (pakai jas hujan), awal-awal Covid-19, lah, cukup sulit mungkin karena kebutuhannya tinggi to, sampai akhirnya ada beberapa yang mengenakan jas hujan untuk sementara, nggak seterusnya, setelah itu dari Pemda pun langsung memberikan APD lengkapnya,” kata Adi.
Terlepas dari alat perlengkapan yang sudah terpenuhi, Prof Zubairi menyutujui petugas pemakaman perlu diperiksa secara berkala melalui pemeriksaan tes PCR atau tes antigen. Sayangnya, fasilitas ini belum dipenuhi oleh pemerintah setempat.
Menurut Kepala Sudin Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Timur, Christian Tamora, tes PCR atau antigen hanya dilakukan jika ada indikasi gejala tertentu pada petugas. Sementara untuk asuransi kesehatan para petugas pemakaman bergantung pada BPJS Kesehatan.
“Petugas gali tutup makam atau PJLP kami di cover BPJS. Swab diberlakukan jika terindikasi,” kata Christian saat dihubungi, Jumat (29/1/22).
Husen beryukur tidak ada petugas gali makam di TPU Bambu Apus yang tertular Covid-19. Namun, berdasarkan informasi yang ia terima, setidaknya, ada lima sampai enam petugas gali kubur di TPU Pondok Rangon yang sempat terpapar Covid-19.
‘Kami Sudah Siap’
Kini, kondisi di TPU Bambu Apus dan sejumlah pemakaman Covid-19 lainnya sudah terkendali. Masa-masa krisis pada saat gelombang kedua lalu sudah berlalu. Husen berharap, ia tidak perlu mengulangi kondisi seperti Juni – Agustus 2022 lalu.
“Yah semoga sudah nggak ada lagi, lah, mbak Covid-19 sudah berakhir, semoga nggak ada lagi lonjakan jenazah seperti kemarin,” kata Husen.
Memang, sejak September 2021 hingga Januari 2022, kata Adi, TPU Bambu Apus hanya menerima satu sampai lima jenazah Covid-19. Namun jika terjadi lonjakan dengan risiko terburuk, Adi mengatakan, pihaknya mengatakan selalu siaga untuk melayani.
Masalah kesiapan memang bukan sekadar lip service bagi Husen. Ia menyiratkan hal itu dengan mengenang bagaimana tahun-tahun sebelumnya, ketika pandemi Covid-19 belum melanda dunia, belum merecoki hidupnya.
Tiap sore terbit dan ia telah tiba di rumah, Husen beserta istri biasa duduk di depan rumah sembari saling bertukar cerita tentang bagaimana hari berjalan. Tapi keadaan tidak lagi sama. Mungkin tidak akan pernah lagi sama.
Pernah suatu hari, ia lupa tanggal persisnya, TPU Bambu Apus menerima 59 jenazah Covid-19 dalam rentang 24 jam. Husen yang sebelumnya bertugas di TPU Pondok Kelapa sejak 1990 mengaku, itu adalah angka jenazah tertinggi yang pernah ia makamkan dalam satu hari.
Maka usai jenazah terakhir untuk hari itu tiba, Husen dan kawan-kawannya akan menyiapkan tiga sampai lima lubang makam baru untuk keesokan pagi sebelum beranjak pulang ke rumah sekitar pukul 23.00 WIB. Pukul 06.30 WIB esok harinya, mereka kembali berhadap-hadapan langsung dengan maut.
“Pernah baru pulang jam setengah 12 malam. Kami biasanya menyiapkan dulu dua sampai tiga liang lahat untuk besok pagi, pokoknya biar besok ada jenazah masuk, kami sudah siap,” ujar Husen.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.