Terkait tingkat keterpaparan, Prof Zubairi menjelaskan ada tiga jenis tingkat keterpaparan risiko ketika melakukan kontak dengan jenazah Covid-19. Pertama ialah resiko rendah yang mencakup aktivitas dengan kontak minimum pada jenazah seperti prosesi di rumah duka dan juga petugas pemakaman atau kremasi.
Lalu, risiko menengah yang mencakup aktivitas memandikan hingga penanganan manual pada jenazah sehingga ada probablitas bersentuhan dengan cairan dari tubuh jenazah. Terakhir, risiko tinggi termasuk aktivitas yang meliputi otopsi atau prosedur invasive termasuk pembalseman yang dapat menghasilkan interaksi langsung dengan cairan pada tubuh jenazah.
Petugas pemakaman termasuk ke dalam risiko rendah kontak langsung dengan jenazah, namun, jika petugas pemakaman tidak mengenakan alat-alat pelindung dengan lengkap, maka, resiko keterpaparan dapat meningkat.
“Tentu (berisiko tinggi), itu nggak boleh terjadi ya (kekurangan peralatan),” kata Zubairi.
Terkait dengan alat-alat yang dibutuhkan untuk pemakaman protap Covid-19, Kepala Satuan Pelaksana (Kasatpel) TPU Bambu Apus, Koko, memastikan bahwa stok alat aman dan terpenuhi.
“Sangat aman (jumlah ketersediaan). Jadi semua protokol kesehatan dilakukan secara ketat dan alhmdulillah tidak satupun anggota pemakaman kami yang tekena Covid-19,” kata Koko saat dihubungi melalui telepon, Jumat (29/1/22).
Kesiapan alat juga diamini oleh Husen. Tidak hanya disalurkan dari Pemprov DKI Jakarta, Husen mengatakan, TPU Bambu Apus juga menerima banyak donatur yang mengirimkan alat-alat pelindung diri mulai dari APD, sarung tangan, masker, hingga vitamin dan juga makanan.
Tidak hanya alat yang berlimpah, Adi menegaskan, jenazah korban Covid-19 yang akan dimakamkan di TPU Bambu Apus diterima dalam keadaan peti sudah dilapisi bungkus plastik yang ketat dan erat.
“Karena kebetulan, kan, dari rumah sakit juga petinya sudah dilapisi pakai plastik tebal, kami nggak menerima kalau nggak wrapping, dari ambulans datang akan diperiksa oleh bagian keamanan kami itu ada wrapping atau engga, kalau engga akan diminta untuk wrapping terlebih dahulu,” jelas Adi.
Meskipun stok alat kini terpenuhi, Adi tidak menampik petugas pemakaman sempat hanya mengenakan jas hujan sebagai pelindung diri ketika stok APD habis dan stok baru belum datang. Menurut dia, kendalanya hanya proses pengiriman barang yang membutuhkan waktu beberapa hari sehingga dalam keadaan darurat petugas pelayanan hanya mengenakan jas hujan.
“Dulu sempat (pakai jas hujan), awal-awal Covid-19, lah, cukup sulit mungkin karena kebutuhannya tinggi to, sampai akhirnya ada beberapa yang mengenakan jas hujan untuk sementara, nggak seterusnya, setelah itu dari Pemda pun langsung memberikan APD lengkapnya,” kata Adi.
Terlepas dari alat perlengkapan yang sudah terpenuhi, Prof Zubairi menyutujui petugas pemakaman perlu diperiksa secara berkala melalui pemeriksaan tes PCR atau tes antigen. Sayangnya, fasilitas ini belum dipenuhi oleh pemerintah setempat.
Menurut Kepala Sudin Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Timur, Christian Tamora, tes PCR atau antigen hanya dilakukan jika ada indikasi gejala tertentu pada petugas. Sementara untuk asuransi kesehatan para petugas pemakaman bergantung pada BPJS Kesehatan.
“Petugas gali tutup makam atau PJLP kami di cover BPJS. Swab diberlakukan jika terindikasi,” kata Christian saat dihubungi, Jumat (29/1/22).
Husen beryukur tidak ada petugas gali makam di TPU Bambu Apus yang tertular Covid-19. Namun, berdasarkan informasi yang ia terima, setidaknya, ada lima sampai enam petugas gali kubur di TPU Pondok Rangon yang sempat terpapar Covid-19.
‘Kami Sudah Siap’
Kini, kondisi di TPU Bambu Apus dan sejumlah pemakaman Covid-19 lainnya sudah terkendali. Masa-masa krisis pada saat gelombang kedua lalu sudah berlalu. Husen berharap, ia tidak perlu mengulangi kondisi seperti Juni – Agustus 2022 lalu.
“Yah semoga sudah nggak ada lagi, lah, mbak Covid-19 sudah berakhir, semoga nggak ada lagi lonjakan jenazah seperti kemarin,” kata Husen.
Memang, sejak September 2021 hingga Januari 2022, kata Adi, TPU Bambu Apus hanya menerima satu sampai lima jenazah Covid-19. Namun jika terjadi lonjakan dengan risiko terburuk, Adi mengatakan, pihaknya mengatakan selalu siaga untuk melayani.
Masalah kesiapan memang bukan sekadar lip service bagi Husen. Ia menyiratkan hal itu dengan mengenang bagaimana tahun-tahun sebelumnya, ketika pandemi Covid-19 belum melanda dunia, belum merecoki hidupnya.
Tiap sore terbit dan ia telah tiba di rumah, Husen beserta istri biasa duduk di depan rumah sembari saling bertukar cerita tentang bagaimana hari berjalan. Tapi keadaan tidak lagi sama. Mungkin tidak akan pernah lagi sama.
Pernah suatu hari, ia lupa tanggal persisnya, TPU Bambu Apus menerima 59 jenazah Covid-19 dalam rentang 24 jam. Husen yang sebelumnya bertugas di TPU Pondok Kelapa sejak 1990 mengaku, itu adalah angka jenazah tertinggi yang pernah ia makamkan dalam satu hari.
Maka usai jenazah terakhir untuk hari itu tiba, Husen dan kawan-kawannya akan menyiapkan tiga sampai lima lubang makam baru untuk keesokan pagi sebelum beranjak pulang ke rumah sekitar pukul 23.00 WIB. Pukul 06.30 WIB esok harinya, mereka kembali berhadap-hadapan langsung dengan maut.
“Pernah baru pulang jam setengah 12 malam. Kami biasanya menyiapkan dulu dua sampai tiga liang lahat untuk besok pagi, pokoknya biar besok ada jenazah masuk, kami sudah siap,” ujar Husen.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.