JAKARTA, KOMPAS.TV - Gempa berkekuatan 6,6 magnitudo di sekitar Selat Sunda, Jumat (14/1/2022) kemarin, turut menggetarkan wilayah Jakarta.
Memang, di Jakarta, dampak kerusakan fisik akibat gempa tersebut tidak terlalu signifikan, melainkan hanya sempat menimbulkan kepanikan warga.
Meski demikian, Jakarta harus tetap mewaspadai ancaman datangnya gempa berkekuatan besar.
Di masa lalu, tercatat beberapa kali pernah terjadi gempa bumi besar mengguncang tanah yang kini bernama Jakarta.
Potensi gempa besar ini dijelaskan Koordinator Bidang Mitigasi Gempa dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono dalam program Kompas Petang di Kompas TV, Sabtu (15/1/2022).
Baca Juga: Warga Lebak Mulai Perbaiki Rumah Mereka yang Terdampak Gempa Bermagnitudo 6,6 Kemarin
Dia menjelaskan, tanah di wilayah Jakarta memiliki krakteristik lunak. Karakteristik tanah lunak Jakarta terjadi karena deposisi erosi gunung-gunung di Wilayah Bogor.
Akibatnya, saat terjadi gempa di sekitar wilayah Selat Sunda atau di Selatan Jawa Barat, meskipun jaraknya ratusan kilometer, namun guncangannya bakal tetap terasa di ibu kota.
Apalagi saat gempa yang menimbulkan vibrasi atau getaran periode panjang, maka karakter tanah di Jakarta akan mengamplifikasi getaran, sehingga guncangan lebih kuat.
"Ada faktor lain, yaitu vibrasi periode panjang karena lapisan yang tebal itu bisa memiliki kemampuan mengampliffikasi guncangan, sehingga guncangan di Jakarta bisa diperbesar," tuturnya.
Baca Juga: Guncangan Gempa di Banten Terasa Hingga ke Jakarta, Begini Penjelasan Ahli
Selain itu, guncangan terasa lebih kuat di bangunan-bangunan tinggi. Seperti diketahui, Jakarta merupakan kota yang memiliki banyak gedung pencakar langit.
"Kita semua merasakan guncangan gempa di Jakarta. Apalagi, dirasakan mereka yang di gedung tinggi semakin memiliki guncangan besar dan efek swing (mengayun) yang terjadi seolah guncangan besar. Itulah dampak tanah lunak," terangnya.
Pada masa lalu, gempa di tanah Jakarta juga pernah menimbulkan kerusakan hebat dan banyak korban jiwa.
Daryono menjabarkan, pada 5 Januari 1699, gempa pernah mengguncang dan menyebabkan kerusakan bangunan-bangunan kolonial ketika itu. Akibat gempa tersebut, sebanyak lebih dari 28 orang meninggal dunia.
Kemudian gempa juga terjadi pada 22 Januari 1780 di Batavia dan nenyebabkan kerusakan hebat.
Baca Juga: Terjadi Gempa Susulan di Banten Sebanyak 33 Kali, Terbesar Mencapai Magnitudo 5,7
Pada 10 Oktober 1834, Batavia kembali diporak-porandakan gempa besar dan menyebabkan banyak kerusakan dan korban.
"Ini semua karena gempa-gempa yang terjadi di zona mega thrust di Selatan Jawa Barat, Banten, hingga Selat Sunda," jelas Daryono.
Karena itu, kata Daryono, potensi gempa besar di Jakarta tetap ada. Kekhawatiran adanya gempa besar ini disebabkan justru karena tidak adanya lagi gempa besar dalam kurun waktu hampir 350 tahun.
"Ini yang kita hindari ke depan. Sudah 350 tahun lebih gempa besar tidak muncul sehingga kita menjadi bertanya-tanya, apakah ke depan akan terjadi seperti ini lagi dan itu sangat berbahaya sekali," terangnya memperingatkan.
Efek gempa besar, sebut Daryono, akan sangat berbahaya untuk Jakarta, karena ibu kota memiliki bangunan-bangunan tinggi.
"Itu semua bisa terdampak gempa besar dari zona mega thrust yang mengalami vibrasi periode panjang," tukasnya.
Dia menyebut ketiadaan gempa di Jakarta adalah zona kekosongan yang perlu diwaspadai. Maksud dari istilah "zona kekosongan" adalah tidak adanya gempa besar dalam jangka waktu tertentu, padahal di sekitarnya sudah terjadi gempa.
Dia mencontohkan adanya gempa dan tsunami di Pangandaran, Jawa Barat pada 2006 yang menewaskan sebanyak 750 orang. Sementara itu pada 2007 juga terjadi gempa di Bengkulu berkekuatan 8,5 magnitudo.
Ini kita sebut zona kosong gempa besar dan suatu saat akan rilis di zona ini. Ini yang perlu kita siapkan," urainya.
Karena itu, antisipasi gempa besar tetap perlu dilakukan di Jakarta. Memang, ada ketidakpastian perihal waktunya. Namun, tetap harus ada persiapan-persiapan mitigasi yang baik.
"Kita harus menyiapkan itu semua. Bagaimana membangun rumah tahan gempa, menyiapkan tata ruang berbasis risiko gempa dan tsunami, mengedukasi masyarakat pesisir bagaimana cara selamat dari gempa dan tsunami, membangun jalur evakuasi, tempat evakuasi dan pelatihan evakuasi mandiri," pungkasnya.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.