JAKARTA, KOMPAS.TV- Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan, pihaknya masih mempelajari kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Augusta Westland (AW)-101 yang penanganannya dihentikan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Pernyataan itu disampaikan Jenderal Andika meng-update pernyataannya yang berjanji akan menelusuri kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101.
“Jadi kalau saya masih berusaha mempelajari, kami sudah bertemu beberapa pejabat struktural yang membidangi, tapi memang belum tuntas,” ucap Jenderal Andika seusai bertemu Jaksa Agung Saniter Burhanuddin, Jumat (14/1/2022).
Jenderal Andika mengatakan pihak akan segera menyampaikan ke publik perihal kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 jika sudah selesai memahami.
“Nanti ada saatnya kita akan mengumumkan setelah semuanya kita pahami,” ujar Andika Perkasa.
Baca Juga: KPK Sebut Puspom Hentikan Penyidikan Dugaan Korupsi Helikopter AW-101, Panglima TNI Akan Telusuri
Sementara itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin juga dikonfirmasi soal kemungkinan pihaknya melakukan penanganan kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 tersebut.
Jaksa Agung menuturkan pihaknya belum melakukan apapun terkait kasus tersebut sepanjang KPK masih melakukan penanganan.
“Untuk kami sendiri belum, kami untuk alutsista yang dipertanyakan kami belum sampai ke sana dan karena informasinya ditangani oleh KPK, kalau tidak salah, tentunya kami tidak bisa saling mendahului begitu,” ucap Burhanuddin.
Sebelumnya diberitakan KOMPAS.TV, Wakil Ketua KPK saat itu, Laode M Syarif mengungkapkan pihaknya mengalami kendala dalam penanganan kasus ini.
Menurut Laode ada kompleksitas penanganan dan pengumpulan alat bukti. Padahal, KPK telah berkoordinasi dengan POM TNI untuk pengungkapan kasus.
"KPK menangani satu orang pihak swasta, sedangkan POM TNI menangani tersangka dengan latar belakang militer," kata Laode melalui keterangan tertulis, Selasa (12/11/2019).
Baca Juga: Panglima TNI Buka Suara soal Calon Pangkostrad: Kita Keluarkan dalam Wanjakti Minggu Depan
TNI akhirnya telah menetapkan lima tersangka dalam kasus ini, yakni Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas Letkol administrasi WW.
Lainnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.
Selanjutnya, staf pejabat pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni Pelda (Pembantu Letnan Dua) SS dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.
Sementara, KPK menetapkan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri (DJM) Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka.
Sebagai informasi, kasus ini bermula saat TNI Angkatan Udara melakukan pengadaan satu unit helikopter AW-101 pada 2016 lalu.
Baca Juga: Kejagung Mulai Penyidikan Proyek Satelit di Kemhan yang Rugikan Negara Hampir Rp1 Triliun
Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) saat itu, Marsekal Agus Supriatna menyebut pihaknya akan membeli enam unit helikopter yang berasal dari Inggris tersebut.
Rinciannya, tiga unit untuk alat angkut berat dan tiga unit untuk kendaraan VVIP.
Namun, Presiden Joko Widodo pada Desember 2015 telah menolak usulan pengadaan helikopter tersebut, dengan alasan harga helikopter tersebut terlalu mahal di tengah kondisi perekonomian nasional yang belum terlalu bangkit.
Setahun kemudian, TNI AU tetap membeli helikopter tersebut meski mendapat penolakan Presiden. Meski demikian, KSAU menegaskan bahwa helikopter yang dibeli hanya satu unit. Helikopter tersebut juga dibeli dengan anggaran TNI AU, bukan Sekretariat Negara.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.