“Semisal hadis basysyiru wala tunaffiru, wayassiru wala tu’assiru yang diriwayatkan sahih muslim. Artinya, sampaikanlah kabar gembira dan janganlah menakut-nakuti, serta permudahlah dan janganlah mempersulit,” tambahnya.
Tantangan gerakan moderasi kerap harus berhadapan dengan alam pikiran radikal-ekstrem.
Karenanya dengan tegas Haedar menyuarakan bahwa konsep dan praktik beragama yang wasathiyah harus diiringi dengan spirit untuk mewujudkan kehidupan yang berkemajuan.
“Kita memerlukan hidup maju bersama,” imbuhnya.
Baca Juga: Ketum Muhammadiyah Beri Pesan Serius KSAD Dudung: Jangan sampai Indonesia Pecah
Aspek ketiga yang disinggung Haedar ialah persoalan ekonomi.
Ia berharap di tahun-tahun yang akan datang Muhammadiyah tampil sebagai kekuatan yang mampu memberi advokasi kepada masyarakat kecil menengah sehingga terwujud kebijakan yang pro ekonomi kerakyatan.
"Adalah sebuah keniscayaan negara menghadirkan kebijakan progresif di sektor ekonomi,"ujarnya.
“Kalau ingin mengangkat ekonomi mikro, kecil-menengah, ya harus ada kebijakan progresif. Semoga tahun 2022 ada kebijakan itu. Kalau terobosan ini diwujudkan, akan ada perubahan yang signifikan,” harap Haedar menambahkan.
Terakhir atau yang keempat sebagai bahan refleksi adalah soal kebudayaan. Haedar menyinggung aspek kebudayaan sebagai elemen penting sebagai refleksi 2021.
"Mengutip Mr Soepomo ketika berpidato di BPUPKI menyatakan setelah merdeka kita ingin membangun Indonesia bukan fisik semata, tetapi membangun Indonesia yang 'bernyawa'," tambahnya.
Haedar tidak ingin bila banyak slogan-slogan nasionalisme, namun hampa makna, tidak bernyawa.
Dalam kaca matanya, Indonesia yang bernyawa adalah Indonesia yang dibangun di atas pemikiran kebudayaan yang terkait dengan nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya luhur bangsa.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.