Terlebih, RUU tersebut sudah pernah dibahas, namun kesepakatan tertunda karena 1 butir yang mengganjal, yaitu aset yang dirampas, disimpan dan dikelola oleh siapa.
Pada waktu itu, sambung Mahfud, ada tiga lembaga/kementerian yang menjadi wacana. Yakni Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara di Kemenkumham, badan pengelola aset di Kejaksaan Agung serta Ditjen Kekayaan Negara Kemenkeu.
Menurut Mahfud, saat ini sudah ada kesatuan pendapat dari pemerintah terkait lembaga atau kementerian yang mengelola hasil perampasan aset dalam tindak pidana.
Baca Juga: Gagal Masuk Prolegnas, Ketua PPATK Berharap DPR Serius Tuntaskan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana
"Kita mohon pengertian agar DPR menganggap RUU ini penting dalam rangka pemberantasan korupsi agar negara ini bisa selamat," ujar Mahfud.
Adapun RUU Perampasan Aset dalam Tindak Pidana ini pernah disinggung Presiden Jokowi dalam sambutannya pada peringatan Hari Antikorupsi Sedunia di Gedung KPK, Kamis (9/12/2021).
Presiden Jokowi mendorong untuk segera ditetapkan UU Perampasan Aset dalam Tindak Pidana. Regulasi tersebut diperlukan agar penegakan hukum yang berkeadilan dapat terwujud secara profesional, transparan, dan akuntabel, serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, presiden juga mendorong KPK dan Kejaksaan Agung agar secara maksimal menerapkan dakwaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk memastikan terpidana mendapatkan sanksi yang tegas.
Baca Juga: Gentingnya Pengesahan RUU Perampasan Aset, Mahfud MD: Percepat dan Jangan Ada Ego Sektoral
"Dan yang terpenting untuk memulihkan kerugian keuangan negara," ujar Presiden Jokowi.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.