JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta Kapolda Metro Jaya untuk mengevaluasi sumber daya manusia (SDM) dan perangkat lainnya yang menangani aduan tindak pelecehan dan kekerasan seksual.
"Melakukan evaluasi terkait SDM dan perangkat lainnya terkait mekanisme penanganan aduan tindak pelecehan dan kekerasan seksual di lingkungan Polda Metro Jaya," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam konferensi pers secara daring, Senin (29/11/2021).
Adapun pernyataan ini disampaikan Beka sebagai bagian dari rekomendasi untuk Kapolda Metro Jaya Irjen. Pol. Muhammad Fadil Imran terkait kasus perundungan dan pelecehan seksual yang terjadi di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
Terlebih dalam hal ini, Komnas HAM mengimbau Polda Metro Jaya untuk mendorong agar aduan perundungan, pelecehan, dan kekerasan seksual yang masuk, bisa direspons dengan baik.
Baca Juga: Dear Ketua KPI, Ini Rekomendasi Komnas HAM Soal Kasus Dugaan Perundungan dan Pelecehan Seksual
Artinya, kata Beka, kepolisian tidak menjadikan korban justru menjadi korban untuk kesekian kalinya.
"Ketika ada aduan-aduan peristiwa perundungan, pelecehan, dan kekerasan seksual, mereka (kepolisian) bisa meresponsnya dengan baik dan tidak menjadikan korban jadi korban untuk kesekian kalinya. Itu yang penting," jelas Beka.
Selain itu, Komnas HAM dalam rekomendasinya juga mengingatkan kepada anggota kepolisian khususnya di lingkungan Polda Metro Jaya untuk meningkatkan kemampuan personel terkait penanganan kasus dugaan pelecehan dan kekerasan seksual.
Dalam hal ini, penting bagi pihak kepolisian untuk mengedepankan perspektif korban dalam kasus tersebut.
Terkait kasus yang menimpa pegawai KPI berinisial MS, Komnas HAM mendorong pihak kepolisian untuk memastikan penyelidikan yang diterapkan dapat berjalan dengan objektif, adil, profesional, transparan, akuntabel, dan berasaskan HAM.
Pasalnya, dari data yang dihimpun Komnas HAM, pihaknya menyebut pada 2019 laporan MS sempat tidak berlanjut lantaran belum ada barang bukti yang disertakan.
Bahkan, pada 2020, MS kembali melaporkan kasusnya ke Polsek Gambir dengan membawa sejumlah barang bukti berupa hasil endoskopi dan tiket pemeriksaan psikologis di Puskesmas Tamansari.
Namun, pihak kepolisian saat itu justru meminta MS untuk lebih dahulu melaporkan kasusnya kepada atasan.
Sebelumnya diberitakan, Komnas HAM menduga kuat pegawai KPI berinisial MS itu menjadi korban pelanggaran HAM.
Hal tersebut berdasarkan serangkaian hasil penyelidikan yang dilakukan Tim Penyelidik Komnas HAM seusai merumuskan sejumlah substansi fakta temuan.
Pernyataan itu disampaikan oleh Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara dalam keterangannya di Jakarta, Senin (29/11/2021).
“Peristiwa yang dialami oleh MS merupakan bentuk pelanggaran HAM,” ucap Beka.
Pertama, hak atas rasa aman, bebas dari ancaman, kekerasan dan perlakuan tidak layak. Di mana adanya peristiwa pelecehan seksual yang terjadi kepada MS terutama adanya aksi penelanjangan dan pencoretan buah zakar.
Baca Juga: Komnas HAM soal Hasil Penyelidikan Pelecehan di KPI: Diduga Kuat MS Korban Pelanggaran HAM
“Ini adalah bentuk tindakan yang merendahkan harkat martabat manusia,” kata Beka.
“Akibat dari peristiwa tersebut MS mengalami trauma, stres, merasa rendah diri dan hal ini berdampak pada kesehatan fisik korban serta hubungan rumah tangga korban.”
Tidak hanya itu, Beka menuturkan, MS juga turut mengalami berbagai perundungan dari rekannya baik secara fisik dan verbal.
Kedua, sambung Beka, pelanggaran atas hak untuk bekerja dan memiliki tempat kerja yang adil dan aman.
Sebab, peristiwa pelecehan seksual dan perundungan terhadap MS menunjukkan lingkungan kerja di KPI tidak aman, intimidatif, dan tidak penuh penghormatan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.