YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Setiap tanggal 10 November Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan untuk mengenang jasa para pahlawan.
Dikutip dari Bobo, penetapan tanggal 10 November sebagai Hari Pahlawan dilakukan oleh pemerintah pada tahun 1959.
Mayoritas pahlawan di Indonesia adalah para pribumi yang berjuang atau berjasa pada bangsa ini. Meski demikian, ada juga pahlawan yang merupakan warga keturunan Indo Eropa, yakni Danudirdja Setiabudi.
Danudirdja dilahirkan dengan nama Ernest Douwes Dekker. Namun, karena kecintaannya pada Indonesia, ia mengganti namanya menjadi Danudirdja Setiabudhi.
Baca Juga: Sejarah Penetapan 10 November sebagai Hari Pahlawan
Ernest Douwes Dekker dilahirkan di Pasuruan, Jawa Timur pada 8 Oktober 1879.
Saat itu Douwes Dekker mendapat perlakuan istimewa dari orang-orang di sekitarnya, karena ayah dan ibunya keturunan Belanda.
Douwes Dekke kecil bersekolah di sekolah khusus untuk anak-anak Belanda dan anak bangsawan.
Meski sekolah di sekolah khusus anak-anak Belanda, Douwes Dekker tumbuh menjadi orang yang mencintai tanah kelahirannya, Indonesia, yang saat itu dikenal sebagai Hindia Belanda.
Saat melanjutkan kuliah di Universitas Zurich di Swiss, Ernest Douwes Dekker mengaku sebagai orang Jawa.
Setelah menyelesaikan kuliahnya, Douwes Dekker bekerja di sebuah perkebunan kopi di Malang.
Tapi, di sini dia melihat ketidakadilan. Orang-orang Belanda saat itu memperlakukan para buruh pribumi dengan kasar.
Dia merasa tidak suka melihat kekerasan dan ketidakadilan tersebut, sehingga Douwes Dekker meninggalkan pekerjaannya dan beralih menjadi guru.
Beberapa waktu kemudian, Ernest Douwes Dekker mendirikan harian De Express, koran yang banyak memuat tulisan tentang perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Melalui koran ini, Douwes Dekker mengajak orang-orang Indonesia seperti dirinya untuk bersatu dengan rakyat Indonesia lainnya dan menganggap Indonesia sebagai tanah air mereka.
Ketika masa perjuangan inilah dia menggunakan nama Danudirdja Setiabudhi.
Pada tahun 1912, Danudirdja Setiabudhi bersama dengan Ki Hajar Dewantara dan Cipto Mangunkusumo mendirikan sebuah organisasi politik bernama Indische Partij. Ketiganya dikenal sebagai Tiga Serangkai.
Mereka berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Namun, perjuangan mereka yang dianggap menentang Belanda membuat Douwes Dekker diasingkan ke Belanda.
Baca Juga: Konvoi Kendaraan "Jadul" Zaman Kemerdekaan dan Kostum Pejuang Mewarnai Perayaan Hari Pahlawan
Sepulangnya dari pengasingan, Danudirdja Setiabudhi mendirikan Perguruan Ksatryan. Di sinilah dia menanamkan rasa kebangsaan pada anak-anak didiknya.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Danudirdja Setiabudhi dibebaskan dan tinggal di Bandung sampai akhir hayatnya.
Douwes Dekker meninggal pada 28 Agustus 1950, dan dimakamkan di TMP Cikutra, Bandung. Pada 9 November 1961, pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Nasional untuk Douwes Dekker.
Sumber : Bobo
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.