''Terus bagaimana Indonesia? Apakah betul kita sudah berada di puncak pembangunan nasional? Memaksa Indonesia untuk zero deforestation di 2030, jelas tidak tepat dan tidak adil," ucap Siti.
"Karena setiap negara memiliki masalah-masalah kunci sendiri dan dinaungi Undang-Undang Dasar untuk melindungi rakyatnya."
Ia mencontohkan, di Kalimantan dan Sumatera, misalnya, banyak jalan yang terputus karena harus melewati kawasan hutan. Sementara ada lebih dari 34 ribu desa berada di kawasan hutan dan sekitarnya.
''Kalau konsepnya tidak ada deforestasi, berarti tidak boleh ada jalan, lalu bagaimana dengan masyarakatnya, apakah mereka harus terisolasi? Sementara negara harus benar-benar hadir di tengah rakyatnya,'' ujar Menteri Siti.
Baca Juga: G20 Ditutup dengan Komitmen Netralitas Karbon Tanpa Target Waktu Spesifik
Ia mengatakan, dengan target penurunan emisi 29 persen dengan usaha sendiri, dan 41 persen dengan bantuan internasional, Indonesia terus berusaha memenuhi target tersebut secara rinci, terukur, dan mengerjakannya secara konsisten.
Karena itu, dia menuturkan, tidak bisa membandingkan upaya Indonesia dengan negara lainnya, apalagi jika hanya berpatokan pada angka-angka di atas kertas.
''Indonesia dengan target penurunan emisi 41 persen saja, artinya kita mengurangi emisi sekitar 1,1 giga ton. Sementara mengambil contoh Inggris, pengurangan emisinya 200-an juta, tapi bunyinya 50 persen," ujar Siti.
"Jadi faktor angka absolut ini yang harus dipahami. Arahan Bapak Presiden kepada saya sangat jelas bahwa kita menjanjikan yang bisa kita kerjakan, tidak boleh hanya retorika, karena kita bertanggung jawab pada masyarakat kita sendiri sebagaimana dijamin dalam UUD 1945."
Baca Juga: Jelang KTT G20, PM Inggris Desak China Percepat Pengurangan Emisi Karbon
Lebih lanjut, Siti mengatakan, strategi yang dimiliki Indonesia belum tentu dimiliki negara lain. Indonesia, kata Menteri Siti, sedang terus menerus memperbaiki sumber daya alamnya dengan langkah-langkah yang terukur.
"Kita tidak akan menjanjikan apa yang tidak bisa kita kerjakan. Mengurangi emisi GRK (gas rumah kaca) sudah sesuai dengan mandat UUD 1945. Ini memerlukan keterlibatan semua pihak," ujarnya.
"Untuk itu saya menegaskan kembali pentingnya peran generasi muda di tengah berkembangnya demokratisasi di Indonesia. Tentu saja saya mengajak kita semua untuk tidak lelah mencintai Indonesia kita."
Sementara itu, Ketua Umum PPI UK Oki Earlivan menyampaikan bahwa mereka siap berkolaborasi dan ikut berkontribusi dalam pengendalian perubahan iklim yang tengah gencar dilakukan Pemerintah Indonesia.
Baca Juga: Produsen Minyak Terbesar Dunia Menyatakan Siap Bebas Emisi Karbon Pada 2050
''Kami telah menyimak strategi dan capaian, serta mendukung upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah Indonesia, dan siap bekerja sama membantu pemerintah agar target pengurangan emisi dapat tercapai,'' kata mahasiswa University of Oxford ini.
Dalam pertemuan tersebut turut hadir Duta Besar RI untuk Inggris Desra Percaya, Dirjen Gakkum, Dirjen PKTL dan Tenaga Ahli Menteri LHK.
Sementara mahasiswa PPI yang hadir tidak hanya dari wilayah Glasgow, tapi juga mahasiswa Indonesia yang tergabung dalam PPI London, York, Oxford, Glasgow, Edinburgh, Sheffield, Leicester, Lancaster, Hull, Birmingham, Bristol, Bath, dan PPI United Kingdom.
Baca Juga: Arab Saudi Umumkan Komitmen Nol Emisi Karbon pada Tahun 2060
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.