SUMSEL, KOMPAS.TV - Mantan Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Alex Noerdin ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya.
Praktis, dalam sepekan Alex Noerdin dua kali menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi. Setelah pada pekan lalu Kejaksaan Agung (Kejagung) juga menetapkan Alex Noerdin sebagai tersangka kasus korupsi gas bumi.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan Khaidirman mengatakan, penetapan tersangka terhadap Alex Noerdin berdasarkan hasil temuan tim penyidik setelah memeriksa saksi dan para terdakwa dalam kasus tersebut.
Baca Juga: Alex Noerdin Batal Ditahan di Rutan KPK
Dari hasil pemeriksaan itu, ditemukan ada pencairan dana hibah senilai Rp130 miliar yang tidak sesuai dengan prosedur.
Dengan demikian, Alex Noerdin yang saat itu menjabat Gubernur Sumsel bertanggung jawab atas dana hibah senilai Rp130 miliar tersebut.
Adapun dana hibah yang bersumber dari APBD itu diketahui dicairkan dalam dua termin, masing-masing senilai Rp50 miliar pada 2015 dan Rp80 miliar pada 2017.
Selain Alex Noerdin, kata Khaidirman, pihaknya juga menetapkan mantan Bendahara Umum Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Muddai Madang dan mantan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Negara (BPKAD) Laoma L Tobing sebagai tersangka.
"Laoma ditetapkan sebagai tersangka lantaran ia yang mencairkan dana hibah tersebut, lalu untuk Muddai sebagai pihak yayasan yang menerima dana hibah itu," tuturnya.
Baca Juga: Alex Noerdin Terjerat Kasus Korupsi, MKD DPR RI Tak Akan Intervensi Proses Hukum
Dengan adanya penambahan tiga tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi Masjid Sriwijaya, maka sejauh ini sudah ada lima orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Selain Alex Noerdin, Laoma L Tobing, dan Muddai Madang, dua tersangka lainnya yakni Ahmad Nasuhi selaku mantan kepala biro Kesra Pemprov Sumsel dan Mukti Sulaiman mantan Sekretaris Daerah Sumsel.
Lalu, ada empat orang yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa dan sudah disidangkan Pengadilan Negeri Palembang, yakni mantan Ketua Umum Pembangunan Masjid Sriwijaya Eddy Hermanto.
Lalu, KSO PT Brantas Abipraya-Yodya Karya Dwi Kridayani, Ketua Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya Syarifudin dan Project Manager PT Brantas Abipraya Yudi Arminto.
"Jadi total keseluruhan ada 9 orang," ucapnya.
Baca Juga: Golkar Siap Advokasi Kasus Dugaan Korupsi Alex Noerdin
Sebelumnya, pemberian dana hibah pembangunan Masjid Raya Sriwijaya ternyata maladministrasi.
Hal itu diungkapkan oleh saksi dalam sidang lanjutan pembuktian tindak pidana korupsi terhadap empat terdakwa yaitu Edi Hermanto, Syarifudin, Yudi Arminto dan Dwi Krisdayani di Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (7/9).
Dalam sidang yang diketuai Hakim Sahlan Effendi itu, 3 dari 11 saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan mengungkapkan bahwa benar pemberian dana hibah dilakukan tanpa dokumen proposal dan pembahasan terpadu.
Suwandi selaku tim verifikasi dokumen Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, mengatakan pemberian dana hibah pembanguan masjid itu dilakukan tanpa dibekali proposal permohonan dari Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya selaku penyelenggara pembangunan.
“Tidak ada proposalnya tapi sudah cair dana hibah senilai Rp50 miliar,” kata Suwandi.
Baca Juga: MKD soal Alex Noerdin: Kami Tidak Memiliki Kewenangan untuk Memanggil Beliau
Ia menjelaskan, hal tersebut diketahui saat dirinya diperintah oleh Kepala Biro Kesra Ahmad Nasuhi (terdakwa) untuk melakukan verifikasi dokumen pencairan dana hibah pembangunan masjid tersebut tahun 2015.
Saat memverifikasi dokumen itu, ia mendapati Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya sama sekali belum pernah menerbitkan proposal permohonan pembangunan ke Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan.
Lalu, saksi Agustinus Toni selaku mantan staf di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Sumsel, mengatakan ada dua tahap pencairan dana hibah untuk masjid itu.
Termin pertama cair pada 2015 senilai Rp50 miliar dan termin kedua pada 2017 Rp80 miliar.
Namun dari dua tahap pencairan itu, sama sekali tidak ada pembahasan sebelumnya, bahkan tidak termasuk dalam RKPD. Sebab, semua sudah ditangani oleh Kepala BPKAD.
"Saya hanya menjalani perintah yang mulia, semua usul selalu disetujui oleh ketua BPKAD atas nama Laoma L Tobing," kata Toni.
Baca Juga: Alex Noerdin Jadi Tersangka Korupsi, MKD Pilih Tunggu Putusan Hukum Inkrah
Saat dana hibah itu cair, penyidik mendapati alamat rekening atas nama Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Palembang yang beralamat di Jalan Danau Pose E 11 Nomor 85 Jakarta.
Alamat itu ternyata sekaligus juga alamat rumah Lumasiah, selaku wakil seketaris Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya yang ditetapkan sebagai saksi.
Padahal, dalam aturannya pemberian dana hibah bisa dilakuan bila penerima berdomisili di Sumatera Selatan.
Sedangkan nama Alex Noerdin sudah mencuat dalam surat dakwaan JPU Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan dalam sidang terhadap empat terdakwa yang sudah ditetapkan lebih dulu di Pengadilan Negeri Palembang, Selasa (27/7/2021).
Saat itu, JPU menyebut ia patut diduga menerima dana senilai Rp2.343.000.000 serta sewa ongkos helikopter senilai Rp300.000.000 dengan total senilai Rp2.643.000.000.
Baca Juga: Jadi Tersangka Kasus Korupsi Alex Noerdin Punya Aset Tanah dan Bangunan Senilai Rp20 Miliar
Dana itu ditelusuri dari dana operasional pembangunan Masjid Raya Sriwijaya tahun 2015 senilai Rp50 juta yang diserahkan project manager PT Brantas Abipraya dan PT Kodya Karya Arminto melalui Ketua Panitia Divisi Lelang Pembangunan Masjid Sriwijaya, Syarifuddin.
Para tersangka dan terdakwa disebut telah melanggar Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP dan subsider Pasal 3 jo. Pasal 18 No. 20/2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.