JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan tidak akan banyak berkomentar mengenai nasib 57 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan dipecat.
Diketahui, 57 pegawai KPK itu akan diberhentikan dengan hormat per tanggal 1 Oktober 2021.
Baca Juga: Pecat 57 Pegawainya Lebih Cepat, Ini Penjelasan KPK
Pemecatan dilakukan karena para pegawai KPK itu dinyatakan tidak lolos mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK) sebagai syarat alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Jokowi mengaku tak turun tangan menyelesaikan polemik alih status pegawai KPK yang berujung pada pemecatan 57 pegawai karena menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
Karena itu, Jokowi memilih menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) mengenai persoalan tersebut.
Baca Juga: Bantah Penyaluran Pegawai ke Institusi Lain, Pimpinan KPK: Harus Berasal dari Permintaan Pribadi
"Saya enggak akan jawab, tunggu keputusan MA dan MK," kata Jokowi ketika bertemu di hadapan sejumlah pemimpin redaksi media di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, (15/9/2021).
Menurut Jokowi, pihak berwenang yang berhak menjawab persoalan alih status pegawai KPK adalah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB).
Oleh karenanya, Jokowi mengingatkan agar segala persoalan jangan kemudian selalu dilimpahkan atau ditarik ke presiden.
Baca Juga: Jaksa Sebut Wakil Ketua DPR Berperan Aktif dalam Menyuap Penyidik KPK di Sejumlah Kasus
"Jangan apa-apa ditarik ke Presiden. Ini adalah sopan-santun ketatanegaraan. Saya harus hormati proses hukum yang sedang berjalan," ucap Jokowi.
Adapun KPK resmi akan memecat 57 pegawainya pada 30 September 2021 mendatang karena dianggap tidak memenuhi syarat asesmen dalam tes wawasan kebangsaan (TWK)
Rencana pemecatan terhadap 57 pegawai itu lebih cepat satu bulan dari batas maksimal pemecatan yang sudah diumumkan sebelumnya, yakni pada 1 November 2021.
Baca Juga: Pegawai KPK Nonaktif Dikabarkan Diberhentikan Per 1 Oktober, Firli: Nanti Dijelaskan ke Publik
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan keputusan tersebut tidak melanggar hukum karena mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 26 Tahun 2021.
Diketahui, putusan MK itu menyatakan bahwa proses TWK sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN merupakan konstitusional.
Selain itu, KPK juga mengacu pada Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 34 Tahun 2021 dan Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Alih Pegawai KPK menjadi ASN.
Baca Juga: Sekjen KPK Sebut Penyaluran Pegawai ke BUMN Sesuai dengan Program Lembaga Antirasuah
"Kami ingin memberikan keputusan berdasarkan hukum yang kuat, permasalahan ini diajukan pada lembaga-lembaga negara, khususnya yang memiliki kompetensi yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA)," kata Nurul Ghufron pada Rabu (15/9/2021).
Setelah keluar putusan MK pada 31 Agustus 2021 dan MA pada 9 September 2021, Nurul menuturkan, pihaknya langsung mengadakan rapat koordinasi dengan pemerintah.
Adapun pemerintah yang dimaksud yaitu Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Baca Juga: KPK Ingin Salurkan Pegawai Tak Lulus Wawasan Kebangsaan ke BUMN, MAKI: Itu Sesat Logika
"Kami sudah tindaklanjuti dengan rapat koordinasi bersama pemerintah, dalam hal ini kementerian yang memiliki tugas dan fungsi untuk formasi PNS yaitu KemenPAN-RB, sementara teknis kepegawaian dengan BKN," ujar Nurul.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.