Kompas TV nasional kesehatan

Sterilisasi Tanpa Radiasi, Studi Baru Tahan Populasi Nyamuk Penyebab DBD

Kompas.tv - 16 September 2021, 03:05 WIB
sterilisasi-tanpa-radiasi-studi-baru-tahan-populasi-nyamuk-penyebab-dbd
Nyamuk Aedes Aegypti. (Sumber: Getty Images/iStockphoto)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Vyara Lestari

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Demam berdarah atau DBD merupakan salah satu penyakit yang bisa muncul saat pergantian musim atau musim pancaroba seperti saat ini.

DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Ada sejumlah upaya yang telah dilakukan untuk menahan laju perkembangbiakan nyamuk ini, sekaligus mencegah penyebaran DBD.

Kali ini, sebuah studi baru sedang dilakukan oleh sejumlah ilmuwan dari University of California, San Diego. Mereka mencoba menahan populasi nyamuk dengan cara sterilisasi.

Para ilmuwan tersebut menciptakan metode baru dengan melakukan rekayasa genetik, yaitu teknik serangga steril berpemandu presisi atau pgSIT (a precision-guided sterile insect technique).

Metode ini mengubah gen kesuburan nyamuk jantan dan membuat nyamuk betina tidak bisa terbang.

"Sistem pgSIT yang dibayangkan dapat diimplementasikan dengan menyebarkan telur jantan steril dan betina yang tidak dapat terbang di lokasi target di mana penyebaran penyakit yang ditularkan nyamuk terjadi," kata Omar Akbari, seorang Profesor Ilmu Biologi UC San Diego, seperti dilansir dari Tech Explorist.

Pada 10 September 2021 lalu, hasil kajian Prof Akbari ini diterbitkan dalam jurnal Nature Communications, dengan judul “Suppressing mosquito populations with precision guided sterile males.”

Studi ini melibatkan metode Pengulangan Palindromik Pendek Berjarak Secara Teratur (CRISPR). Mereka merekayasa gen nyamuk yang dapat disebarkan untuk menekan angka populasi.

Baca Juga: Studi Terbaru: Menginfeksi Nyamuk Aedes Aegypti dengan Bakteri Bisa Kurangi 77% Kasus Demam Berdarah

Baca Juga: Ingin Basmi Nyamuk, China Gunakan Nuklir untuk Bikin Mandul Nyamuk Jantan

“Seperti yang dibayangkan, telur pgSIT dapat dikirim ke lokasi yang terancam oleh penyakit yang ditularkan nyamuk atau dikembangkan di fasilitas di tempat yang dapat menghasilkan telur untuk penyebaran di dekatnya,” kata Prof. Akbari.

Ia menambahkan, setelah telur pgSIT dilepaskan di alam liar, pada puncaknya, 100 hingga 200 telur pgSIT jantan steril akan muncul.

Jantan steril tersebut akhirnya kawin dengan betina, dan menghasilkan populasi sesuai dengan kebutuhan.

Menurutnya, secara empiris dapat dilihat bahwa pgSIT jantan yang dilepaskan dapat bersaing, dan menekan, bahkan menghilangkan populasi nyamuk.

Berdasarkan hasil penelitian, menurutnya, teknologi platform ini dapat digunakan di lapangan, dan disesuaikan dengan banyak vektor.

“Untuk mengendalikan populasi liar guna mengurangi penyakit dengan cara yang aman, terbatas, dan reversibel,” tulisnya dalam laporannya.

Bukan hanya dapat diterapkan pada nyamuk Aedes aegypti, para peneliti menyebut bahwa teknik ini juga bisa diterapkan pada spesies nyamuk yang lain.

Sebab, teknik ini memiliki fitur keamanan yang bisa membatasi diri menyebar di lingkungan.

Di masa depan, pgSIT dapat menyediakan teknologi yang efisien, aman, terukur, dan ramah lingkungan untuk pengendalian populasi nyamuk penyebar penyakit.

Metode sterilisasi telah digunakan oleh para petani pada serangga jantan sejak tahun 1930-an.

Kala itu mereka mensterilkan serangga jantan untuk melindungi tanaman mereka.

Pada tahun 1950-an, para petani Amerika Serikat mulai menggunakan radiasi untuk mensterilkan hama, seperti lalat New World Screwworm, yang merusak ternak.

Metode berbasis radiasi berlanjut hingga saat ini, digunakan bersamaan dengan insektisida.

Sementara, pgSIT dirancang dengan jauh lebih tepat dan terukur, karena tidak menggunakan radiasi atau bahan kimia, tetapi menggunakan CRISPR yang mengubah gen nyamuk.




Sumber : nationalgeographic




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x