JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar hukum pidana pencucian uang Universitas Pakuan Yenti Garnasih mengkritik pilihan pemerintah untuk menagih Dana BLBI menggunakan proses hukum perdata. Yenti mengaku pesimistis penagihan ini bisa selesai pada 2023.
Ia menyebut, tidak mudah menagih dengan mengambil alih jutaan hektar tanah dari penerima dana BLBI dulu.
“Ada sekian juta hektare tanah. Tapi kan tidak semudah itu. Tanah itu atas nama siapa?” kata Yenti dalam Sapa Indonesia Malam Kompas TV, Sabtu (28/8/2021).
Baca Juga: Ini Cara Kerja Satgas BLBI Tagih Piutang Negara yang Sudah Lebih dari 20 Tahun
Lebih jauh, Yenti menyoroti tidak adanya transparansi nama-nama penerima, termasuk 48 orang nasabah bank penadah dana BLBI.
“Ada beberapa pihak yang menjanjikan membayar atau menyerahkan, tapi tidak transparan. Kita tidak tahu itu siapa, sekian puluh juta hektare tanah itu statusnya seperti apa,” ujar Yenti.
Ia menduga, penagihan Dana BLBI ini akan menjadi makin rumit dan berlarut-larut dengan proses perdata saat ini.
“Agak repot kalau sudah terlanjur menggunakan proses hukum perdata. Hanya karena tidak mau bayar, dipidanakan. Ini kan harus dilihat tidak mau bayarnya kenapa? Apakah dulu ada keterangan-keterangan yang tidak sesuai. Jadinya, makin rumit,” urai Yenti.
“Saya pesimistis 2023 bisa selesai karena sudah terlalu lama (kasus BLBI molor),” imbuh Yenti.
Ia sendiri yakin, pemerintah masih bisa membawa kasus BLBI ke ranah pidana korupsi.
“Penguasaan tanah itu melawan hukum, saya kira masih bisa ada penyelidikan perkara korupsi karena ada tindakan melawan hukum. Contoh melawan hukum, ada pemalsuan tanda tangan atau pemalsuan identitas apapun dan berujung pada kerugian negara,” kata Yenti.
Ia pun menyarankan pemerintah bergerak cepat menelusuri dan menilai seluruh aset sesuai nilai dana BLBI dahulu.
Baca Juga: Dipanggil Kemenkeu untuk Lunasi Dana BLBI, Tommy Soeharto Tak Hadir
“Kita harus memikirkan bagaimana caranya uang negara bisa kembali secepat mungkin. Kalaupun ada 40 juta hektare, segera dilakukan penelusuran dan penilaian,” ujar Yenti.
Perlu diketahui, pemerintah memutuskan menyelesaikan kasus BLBI secara perdata sesuai keputusan Mahkamah Agung.
Mahkamah Agung juga menolak peninjauan kembali dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga lembaga antirasuah itu menerbitkan Surat Penetapan Penghentian Penyidikan (SP3) kasus BLBI.
“Sudah, pidananya tidak ada kata MA l. Kita kembali ke perdata. Kita tagih sekarang," ujar Mahfud MD dalam keterangan resmi, Senin (12/4/2021).
Mahfud menyebut pemerintah masih menghitung total nilai yang dapat ditagih. Sebabnya, telah terdapat sejumlah jaminan dalam BLBI.
Pemerintah juga menghitung kembali banyak jaminan tersebut yang berbentuk sertifikat bangunan dan telah berubah nilai. Saat ini pemerintah hendak menagih dana BLBI sebesar Rp110,45 triliun.
Mahfud menjamin nantinya Satgas yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden nomor 6 tahun 2021 itu akan bekerja secara transparan.
Baca Juga: Kerja Satgas BLBI Diragukan untuk Rampas Aset Rp110 Triliun dari para Obligor dan Debitur
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.