Masif, sejumlah daerah dan sebagian memiliki bahasa yang sama. Ada suara bahwa mural hingga selebaran diorkestrasi. Atau sebaliknya, merupakan suara para seniman mural yang menjeritkan hati?
Sepintas ada yang unik memang dari mural dan selebaran yang menjadi fenomena pembahasan banyak masyarakat di sejumlah daerah. Pertama, menyebar dalam satu pekan di sejumlah daerah di Pulau Jawa.
Kedua ada bahasa yang nyaris sama dari beberapa mural dan selebaran yang beredar. Ketiga, semuanya diselidiki, hingga akhirnya dihentikan penyelidikannya oleh polisi karena mural tidak mengandung unsur pidana. Hanya ada pesan akan tempat yang digunakan.
7 Hari Mendadak Mural & Selebaran
Tapi tunggu dulu. Barangkali belum ada yang mafhum apa itu mural. Mural adalah aksi corat-coret seni yang dilakukan di dinding yang memiliki permukaan cukup luas.
Mural bukan barang baru. Pertama kali ditemukan di Gua Chuavet, di jajaran Lembah Ardeche di Perancis Tenggara, sekitar 30 ribu tahun yang lalu.
Bahkan salah satu seniman Mural Indonesia, Yayak Yatmaka, mengungkapkan mural justru pertama kali ada di Indonesia, yakni di salah satu gua di Sulawesi dan Kalimantan, sejak 40 ribu tahun lalu. Mana yang benar, perlu penelitian lebih lanjut.
Tapi yang jelas, mural sudah lama digunakan untuk medium komunikasi di berbagai peradaban. Ada yang berupa kode, ada yang berupa cerita rakyat, kini berupa ekspresi sosial yang ada.
Kembali ke Mural dan Selebaran saat ini. Memang faktanya masif terjadi. Ini bukan tanggal dibuat, tapi yang saya tulis ini adalah tanggal saat dibahas di media massa.
"404 Not Found" hingga "Dipaksa Sehat"
Tanggal 12 Agustus 2021, ditemukan mural dan viral di media sosial, di Kota Tangerang, Banten. Gambarnya mirip Presiden Jokowi, dengan tulisan "404 Not Found" yang menutupi bagian mata. Entah apa yang dimaksudkan sang pembuat mural.
Yang jelas, "404 Not Found" adalah jenis informasi yang ditemukan apabila terjadi dua keadaan dalam dunia Internet of Things (IoT). Pertama, saat diketikkan sebuah alamat pada situs, kondisinya terhubung dengan jaringan Internet. Kedua, alamat itu tidak ditemukan. Mural ini akhirnya dihapus oleh petugas tiga pilar.
Tak berhenti di sini, sehari kemudian juga ditemukan Mural, kali ini di Pasuruan, Jawa Timur. Bertuliskan, "Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit.”
Selang beberapa hari, saat HUT ke-76 RI di Klaten, Jawa Tengah, juga ditemukan selebaran yang bertuliskan sama, hanya ada sedikit tambahan, "Bertahan Hidup, Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit.”
Lalu ada pula pada hari yang sama, bertuliskan, "Wabah Sebenarnya adalah Kelaparan", di Ciledug, Tangerang, Banten. Selang beberapa hari di Banjarmasin, Kalimantan Selatan juga muncul persis sama seperti di Ciledug, "Wabah Sebenarnya adalah Kelaparan". Kedua Mural ini juga dihapuskan.
Soal pro-kontra penghapusan kita bisa berbicara panjang. Pertanyaannya apakah yang muncul belakangan ini ada sesuatu di belakangnya?
Ada "Man Behind The Screen"?
Politisi PDI Perjuangan yang juga Praktisi Hukum Henry Yosodiningrat, mengungkapkan kecurigaannya. "Saya memperkirakan kalau melihat dari bentuk-bentuk, bahasanya, saya melihat ada intelektual man behind the screen."
Alasannya karena pertama dengan bahasanya, kemudian untuk membuat itu biayanya besar. “Katanya lapar tapi bisa membiayai membuat tulisan seperti itu," ungkap Henry.
Menanggapi pernyataan Henry dalam dialog di Program AIMAN, yang tayang setiap Senin Malam Pukul 8, Aktivis HAM, Haris Azhar menyatakan, harusnya biasa saja. "Dalam dunia seni ada tren, tren soal penggunaan catnya, warnanya, dan hingga bahasanya. Jadi jangan diartikan berlebihan."
Haris menambahkan, tak perlu ada yang dikhawatirkan, justru sebaliknya penghapusan mural dan penyelidikan soal ini yang membahayakan kebebasan berekspresi.
Terlepas dari alasan ada dikhawatirkan atau tidak. Mural adalah bagian dari ekspresi masyarakat. Disampaikan dengan seni dan sebagian juga disampaikan dengan bahasa yang tinggi (High Context Communications).
Upaya Klandestin atau Bukan?
Memang cukup sulit untuk membuktikan apakah mural ini bagian dari skenario untuk menggerakkan massa atau tidak dan merupakan bagian dari upaya Klandestin sebagian pihak. Jawabannya bisa ya, bisa juga jauh dari itu!
Tapi yang jelas, jika Pemerintah dengan konsisten memberikan perhatian yang dibutuhkan oleh rakyatnya pada suatu waktu, di antaranya yang saat ini tengah gencar dilakukan adalah berbagai Bantuan Sosial Tunai, Program Keluarga Harapan (PKH) yang terus berjalan, Subsidi gaji pada sebagian karyawan dan pekerja yang memiliki upah di bawah angka tertentu, hingga penyaluran dan kemudahan bagi UMKM, serta insentif bagi berbagai Usaha di tengah masa sulit yang ada, maka apa pun yang terjadi bagaikan peribahasa, anjing menggonggong kafilah berlalu.
Jadi, tak perlu risau berlebihan. Anggap sebagai cubitan lebih layak, ketimbang mencari kambing hitam.
Saya Aiman Witjaksono...Salam!
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.