JAKARTA, KOMPAS.TV - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) tengah berpolemik dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Hal itu menyusul rencana gugatan MAKI terhadap keputusan Ketua DPR RI Puan Maharani soal pelolosan dua orang calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang berpotensi konflik kepentingan.
“Saat ini DPR menyeleksi calon anggota BPK dan telah meloloskan 16 orang di mana 2 orang diduga tidak memenuhi persyaratan, yaitu atas nama Nyoman Adhi Suryadnyana dan Harry Z Soeratin,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman pada Jumat (6/7/2021).
Baca Juga: Bantah Ancam Puan Maharani, MAKI: Rakyat Melakukan Koreksi dan Kontrol Itu Dijamin Konstitusi
MAKI Diminta Tidak Berisik
Merespons hal itu, politikus PDIP Arteria Dahlan meminta MAKI tidak "berisik" dan membangun polemik.
“Kita tidak usah membangun polemik, kita tidak usah berisik dulu, kalau mau kita hadapi pastinya DPR sangat siap untuk menghadapi upaya hukum yang diajukan teman-teman MAKI ke PTUN," kata Arteria kepada KompasTV, Jumat (6/8/2021).
"Tapi saya katakan, silakan buktikan dulu Anda punya legal standing tidak,” sambungnya.
Dalam pernyataannya, Arteria Dahlan menyarankan agar Koordinator MAKI Boyamin Saiman termasuk teman-teman di MAKI untuk membaca kembali Pasal 53 Ayat 1 Undang-Undang PTUN.
“Baca itu Pasal 53 Ayat 1 (UU PTUN). Kemudian objectum litis-nya telah terpenuhi syarat betul? Apakah betul itu surat Ibu Ketua DPR kepada Ketua DPD itu adalah keputusan TUN yang konkret individual dan final,” ujar Arteria Dahlan.
Kepada Boyamin Saiman, Arteria menegaskan untuk tidak mudah mengatakan apa yang dilakukan Ketua DPR Puan bertentangan dengan pasal di UU. Sebab, DPR bukanlah gerombolan. Namun terdapat proses, aturan main, dan ada pertanggungjawaban hukum.
“Kalau mau ajukan gugatan ya diam-diam saja, tapi jangan (publikasi) saya akan ajukan gugatan hari ini, jangan lah, yang lebih sopan,” katanya.
Senada, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno turut merespons rencana gugatan MAKI terhadap Puan Maharani ke PTUN.
“Jangan belum apa-apa dipolitisir dan main ancam,” tegas Hendrawan, Jumat (6/8/2021).
Pasalnya, sambung Hendrawan Supratikno, perihal seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) belum final. Komisi XI DPR RI, masih akan melakukan fit and proper test untuk seleksi calon anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Komisi XI masih terus mempersiapkan hal-hal yang diperlukan untuk fit (and) proper test yang direncanakan pada bulan September,” jelas Hendrawan Supratikno.
Baca Juga: Minta MAKI Tidak Bangun Polemik dan Berisik, PDIP: Silakan Buktikan Anda Punya Legal Standing
Bantah Ancam Puan Maharani
Sementara itu, Boyamin Saiman membantah melakukan ancaman dengan akan melaporkan Ketua DPR Puan Maharani ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menyoal seleksi calon anggota BPK.
“Saya itu kan sebagai wakil rakyat, wakil rakyat itu kan melakukan koreksi, kontrol terhadap wakil-wakil saya itu kan dijamin oleh konstitusi,” tegas Boyamin Saiman kepada KompasTV, Jumat (6/8/2021).
“Dan gugatan ke PTUN itu bukan ancaman, memang saya akan gugat benaran, bukan mengancam.”
Lebih lanjut, Boyamin menegaskan perkara gugatan itu tepat atau tidak dilayangkan ke PTUN hal itu biar menjadi perdebatan di PTUN.
“Dan ini sebagai bentuk warning setidaknya nanti kan akan dipilih juga,” ujarnya.
“Nanti kalau diputuskan juga oleh DPR yang bersangkutan yang saya anggap tidak memenuhi syarat tadi kemudian dilantik dengan SK Presiden, nanti pasti juga saya gugat lagi ke PTUN karena itu lebih inkrah, final, dan konstitusional.”
Dinilai Melanggar UU BPK
Menurut Boyamin, baik Adhi Suryadnyana maupun Harry Soeratin terakhir menduduki jabatan pengelola anggaran negara di Kementerian Keuangan dalam dua tahun belakangan.
“Sementara, berdasarkan pasal 13 UU no 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, syarat calon anggota BPK adalah tidak menduduki jabatan yang menyangkut anggaran dan kuasa pengguna anggaran dalam dua tahun terakhir,” beber Boyamin.
Nyoman Adhi Suryadnyana menjabat sebagai Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Manado (Kepala Satker Eselon III) pada 3 Oktober 2017 sampai 20 Desember 2019.
Jabatan Adhi Suryadnyana itu termasuk pengelola keuangan negara (Kuasa Pengguna Anggaran/KPA).
Sementara, Harry Z Soeratin pada Juli 2020 lalu dilantik oleh Menteri Keuangan sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). Bahkan, Harry Soeratin masih menjabat sebagai KPA hingga saat ini.
“Atas lolosnya dua orang tersebut saya anggap melanggar UU tentang BPK. Atas pelanggaran aturan itu, maka rencana saya mengajukan gugatan pada surat ketua DPR yang ditandatangani Puan Maharani kepada Dewan Perwakilan Daerah,” kata Boyamin.
Boyamin menilai, Surat Ketua DPR RI nomor PW/09428/DPR RI/VII/2021 tanggal 15 Juli 2021 kepada Pimpinan DPD RI adalah keputusan final DPR, sehingga patut digugat.
“Semoga PTUN mengabulkan gugatan saya karena ini demi kebaikan BPK sendiri."
"Syarat tentang minimal dua tahun tidak jabatan keuangan negara itu maksudnya untuk menghilangkan konflik kepentingan karena dulu mengelola anggaran,” jelas Boyamin.
Baca Juga: Moeldoko, Usai Ribut dengan AHY Kini Berseteru dengan ICW
Khawatir Konflik Kepentingan
Ia khawatir, jika dua calon anggota BPK itu terpilih, mereka berpotensi mengalami konflik kepentingan.
“Jangan sampai nanti jadi anggota BPK, mereka menutupi atau menyelamatkan dugaan persoalan keuangan waktu mereka bekerja. Ini BPK harus independen dari konflik-konflik kepentingan itu,” ucapnya.
Pihaknya meminta para pejabat negara untuk tidak memaksakan memilih anggota BPK yang tidak memenuhi syarat.
“Saya bertugas mengamankan fungsi independen BPK. Kalau tidak memenuhi syarat, jangan dipaksakan untuk dijadikan pimpinan BPK,” ujar Boyamin.
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) sendiri rencananya akan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta pada minggu depan.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.