JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemanggilan Rektorat Universitas Indonesia (UI) terhadap 10 pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI atas unggahan "Jokowi: King of Lip Service" dinilai sebagai upaya pembungkaman demokrasi.
Hal tersebut disampaikan kelompok yang menamakan diri sebagai ‘Solidaritas Terhadap Matinya Iklim Demokrasi’. Solidaritas tersebut sekaligus sabagai bentuk dukungan terhadap BEM UI.
Melalui keterangan tertulisnya kepada media, mereka mengindikasikan bahwa aktor pemberangusan kebebasan berpendapat tidak hanya datang dari aparat negara, tapi juga datang dari kampus.
“Sehingga sudah semakin nyata bahwa kebebasan sipil semakin kerdil dan menyerang suara-suara yang menyatakan kebenaran kepada publik,” tulis keterangan itu yang diterima KOMPAS TV, Minggu (27/6/2021) malam.
Baca Juga: Respons Kritik BEM UI Terhadap Jokowi, Ade Armando: Substansinya Dangkal Sekali Ya, Agak Memalukan
Belakangan, setelah di konfirmasi, Ketua Ketua BEM UI Leon Alvinda Putra, membenarkan solidaritas tersebut.
Leon mengatakan solidaritas itu atas inisiatif beberapa elemen. “Iya benar, itu (solidaritas untuk matinya demokrasi - red) adalah inisiatif elemen gerakan untuk bersolidarita,” kata Leon saat dikonfirmasi KOMPAS TV, Senin (28/6/2021).
Seperti diketahui, pada hari Minggu (27/6/2021), melalui Surat Undangan Nomor 915/UN2.RI.KMHS/PDP.00.04.00/2021, pihak Rektorat Universitas Indonesia mengundang mahasiswa Mahasiswa yang menjadi bagian dari BEM UI dan DPM UI yang berjumlah 10 orang.
Pemanggilan tersebut dilakukan untuk melakukan klarifikasi atas postingan berupa poster yang diunggah pada akun BEM UI yang mencantumkan gambar Joko Widodo dengan dibubuhi teks Jokow: King of Lip Service yang dipublikasi pada tanggal 26 Juni 2021 pada sekitar jam 18.00 WIB.
Gerakan solidaritas terhadap BEM UI, menilai pemanggilan oleh birokrat UI itu mengindikasikan pembungkaman terhadap demokrasi. “Bahwa hari ini, kebebasan sipil semakin dikerdilkan oleh negara dengan sistematis,” tulisnya dalam rilisan pers.
Selain itu, pemanggilan BEM UI juga dinilai sebagai absennya negara dalam menjamin kebebasan berpendapat seperti diatur dalam UUD 1945 pasal 28 dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum,
Dalam pasal 7 UU itu jelas mengatur terkait dengan aparatur negara yang wajib dan bertanggung jawab atas penyampaian pendapat yang dilakukan termasuk melalui tulisan.
Baca Juga: Ade Armando: Kritik Boleh Tapi Harus Kelihatan Pintar, Ini BEM UI Loh, Jangan Seperti Cacat Logika
Melihat itu, solidaritas untuk BEM UI menyampaikan sekaligus mengecam empat hal yang menurut mereka mengarah pada pembungkaman demokrasi.
Pertama, mereka mengecam segala bentuk pembungkaman terhadap kebebasan sipil yang telah diatur oleh konstitusi.
Kedua, mereka mendesak pemerintah untuk menjamin kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh warga negara seperti yang telah diatur dalam peraturan yang telah berlaku.
Ketiga, mereka mendesak birokrat Universitas Indonesia untuk menjamin kebebasan berpendapat yang dilakukan oleh mahasiswa.
Keempat, mereka mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut bersolidaritas dalam mengawal kasus kebebasan berpendapat BEM UI.
“Seharusnya Indonesia sebagai negara demokrasi harus mengakui kedaulatan rakyat dan menjamin HAM warga negara. Maka segala bentuk pembungkaman suara rakyat merupakan pengingkaran terhadap demokrasi yang telah diterapkan di negara Indonesia itu sendiri,” pungkas rilis itu.
Baca Juga: Ade Armando Sebut BEM UI Tidak Tahu Politik, Jadi Kritiknya Dangkal
Adapun elemen gerakan yang tergabung dalam solidaritas tersebut adalah sebagai berikut:
Baca Juga: Heboh Jokowi Disebut The King of Lip Service oleh BEM UI Lewat Twitter
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.