Kedua, perbuatan Pinangki jelas-jelas menyusahkan upaya pemberatasan korupsi di tanah air.
"Ketiga, perbuatan yang dilakukan didakwa dengan pasal berlapis. Tidak hanya pasal penerimaan suap, tapi juga TPPU, dan permufakatan jahat," papar Zaenur.
Keempat, lanjut Zaenur, Pinangki merupakan pelaku yang terlibat secara aktif dalam perkara yang melibatkan Djoko Tjandra itu. Padahal, Pinangki tahu betul bahwa Djoko Tjandra merupakan buronan negara selama bertahun-tahun dan telah merugikan keuangan negara dalam jumlah cukup besar.
"Jadi kalau dilihat dari perbuatan pidana Pinangki, alasan-alasan pemberat itu jauh lebih berat daripada alasan yang meringankan," tandas dia.
Karena itu, dia pun mendorong agar jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan permohonan kasasi di tingkat Mahkamah Agung.
Baca Juga: Ini Harta Kekayaan Muhammad Yusuf, Ketua Majelis Hakim yang Memangkas Hukuman Jaksa Pinangki
Menurut Zaenur, hal ini tidak masalah meskipun jaksa penuntut umum menuntut Pinangki hanya empat tahun penjara di pengadilan tingkat pertama.
"Yang dijadikan dasar adalah putusan pengadilan tinggi terhadap putusan pengadilan tingkat pertama. Bukan terhadap tuntutan. Jaksa harus banding. Kalau jaksa ogah banding, menolak banding, itu menjadi pertanyaan masyarakat," tambah Zaenur.
Sebagaimana diberitakan KompasTV, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding itu dan memangkas hukuman Pinangki selama 10 tahun penjara menjadi empat tahun penjara dan denda Rp 600 juta subsider enam bulan penjara.
Salah satu pertimbangan majelis hakim meringankan hukuman, yaitu karena Pinangki dianggap sudah mengaku bersalah dan menyesali perbuatannya.
Baca Juga: MAKI: Pengurangan Hukuman Pinangki Merusak Keadilan
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.