JAKARTA, KOMPAS.TV - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, angkat bicara terkait sikap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak mencabut Surat Keputusan (SK) penonaktifan 75 pegawai KPK.
Usman menilai sikap tersebut merupakan manipulatif. Selain itu, alasan penolakan mencabut SK penonaktifan tersebut atas dalih good governance juga ironis.
Baca Juga: Ketua KPK Firli Bahuri Dilaporkan ke Bareskrim Polri atas Dugaan Gratifikasi
Seperti diketahui, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, sebelumnya menyebut menggunakan prinsip good governance sebagai dalih untuk tidak mencabut SK yang memuat penyerahan tugas dan tanggung jawab bagi pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
“Sangat ironis pimpinan KPK menolak membatalkan surat keputusan penonaktifan 75 pegawai KPK dengan alasan good governance," kata Usman Hamid melalui keterangan resminya pada Kamis (4/6/2021).
"Itu manipulatif. Keputusan pimpinan KPK itu cermin tata kelola kelembagaan yang buruk, bad governance."
Baca Juga: 75 Pegawai KPK Tak Lolos TWK, Firli Sebut KPK Masih Akan Bertaring
Kalau memang good governance, kata Usman, seharusnya pimpinan KPK mengikuti prinsip transparansi, kesetaraan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Termasuk di antaranya hak atas kebebasan berpikir, berhati nurani, beragama dan keyakinan.
"Apa yang transparan dari proses TWK? Hak asasi apa yang dipenuhi? Semua prinsip good governance justru ditabrak," ujar Usman.
Selain itu, kata dia, pimpinan KPK harus belajar tentang prinsip duty of care. Setiap pimpinan wajib menghormati dan melindungi hak-hak anggotanya, termasuk memperlakukan bawahannya secara setara.
Baca Juga: Firli Bahuri: Mekanisme Kinerja KPK Itu Tidak Bergantung Orang per Orang
Dengan prinsip duty of care, menurut Usman, maka wajib bagi pimpinan KPK agar bersikap hati-hati.
Selain itu, good governance juga seharusnya memastikan bahwa karyawan dinilai karena kinerja dan kompetensi, bukan kemurnian ideologisnya.
Lebih lanjut, menurut Usman, good governance juga seharusnya berorientasi pada pemenuhan kepentingan rakyat.
"Bacalah laporan Indonesia Corruption Watch, kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp 56,7 triliun pada 2020, empat kali lipat dari kerugian negara pada 2019," ujarnya.
Baca Juga: MUI Ikut Bahas Polemik Tes Wawasan Pegawai KPK
"Itu lebih besar dari anggaran BPJS Kesehatan (Rp 48,8 triliun), anggaran bantuan sosial tunai untuk pekerja berpenghasilan rendah (Rp 37,9 triliun), dan bantuan sembako (Rp 47,2 triliun)."
Dengan berlarutnya pandemi dan meluasnya program bantuan sosial, kata Usman, maka berpotensi terjadinya penggelapan dan penyelewengan dana pemerintah semakin meningkat.
"Dalam situasi ini good governance seharusnya diterapkan dengan memastikan KPK tetap diperkuat oleh pegawai-pegawai terbaiknya yang dapat mengawasi dan mencegah penyalahgunaan uang negara," ucapnya.
Baca Juga: Ketua KPK: Saya Tidak Paham Apa yang Akan Ditanyakan Komnas HAM
"Ini ditujukan untuk memenuhi hak masyarakat Indonesia atas penghidupan yang layak."
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.