Dalam tes, ada sejumlah pertanyaannya yang dinilai Gerak Perempuan dan Kompaks tidak ada kaitannya dengan tugas, peran, dan tanggung jawab seorang pegawai KPK dan tidak layak ditanyakan dalam sesi wawancara.
Antara lain, pertanyaan terkait kesediaan pegawai KPK untuk menjadi istri kedua. Hingga, pertanyaan tentang apa yang dilakukan jika sedang pacaran.
Selain itu, dalam tes alih status pegawai KPK menjadi ASN ada juga pertanyaan soal hasrat seksual.
“Pertanyaan mengenai status perkawinan ada yang dilanjutkan dengan pertanyaan seksis 'masih ada hasrat apa enggak?',” ujarnya.
Baca Juga: BKN Serahkan Status 75 Pegawai yang Tidak Lolos TWK ke Pimpinan KPK
Dalam pengusutan yang dilakukan, Prilly mengatakan ada juga pertanyaan terkait kehidupan menjalankan ajaran agama atau seputar beragama. Padahal, agama merupakan hak setiap warga negara dan privasi seseorang yang seharusnya tidak menjadi pertanyaan dalam seleksi pekerjaan.
“Seharusnya seleksi pekerjaan bersifat profesional dan sebisa mungkin terbebas dari berbagai bias pribadi si pewawancara, salah satunya bias agama,” ujarnya.
“Pertanyaan seperti 'Islamnya Islam apa?' dan 'Bagaiman kalau anaknya nikah beda agama?' tidak ada kaitannya dengan tujuan tes maupun pada kinerja dan tanggung jawab kerja,” lanjutnya.
Baca Juga: WP KPK Bongkar Keanehan Pertanyaan TWK: Ditanya Soal Menyikapi Ucapan Hari Raya Umat Agama Lain
Tak hanya itu, Prilly mengatakan tes ini juga diisi dengan pernyataan rasis. Yakni, meminta para pegawai KPK menyampaikan pendapatnya untuk pernyataan seperti, "Semua orang China sama saja" atau "Semua orang Jepang kejam".
“Sulit membayangkan penilaian yang dilakukan berdasarkan pertanyaan dari tes seperti ini. Apalagi pilihannya hanya dipaksa untuk menjawab sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, atau sangat tidak setuju,” kata Prilly.
“Koruptor bisa datang dari semua ras tanpa terkecuali karena orang bertindak korup bukan karena rasnya,” tutup Prilly.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.