JAKARTA, KOMPAS.TV - Polemik dari vaksin Nusantara masih terus berlanjut. Kemarin, Rabu (14/4/2021), sejumlah anggota DPR menjadi relawan untuk vaksin Nusantara di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, sebagai relawan uji klinis, sampel darahnya telah diambil oleh tim peneliti Vaksin Nusantara untuk diolah hingga satu pekan ke depan.
"Tujuh hari ke depan, darah yang sudah diproses yang hari ini diambil, akan disuntikkan kembali, untuk divaksin kepada yang sudah diambil darahnya. Jadi rentang waktu tujuh sampai delapan hari, darah yang sudah diambil itu kemudian diproses lalu kemudian dimasukkan lagi ke dalam tubuh kita," kata Dasco dalam video saat menjawab pertanyaan sejumlah wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (14/4/2021).
Baca Juga: Vaksin Nusantara Belum Dapat Izin BPOM, Mantan Menkes Siti Fadilah Ikutan jadi Relawan
Kali ini epidemiolog dari Universitas Indonesia Pandu Riono ikut bersuara. Ia mengatakan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin harus bisa mengambil sikap tegas untuk menentukan kelanjutan penelitian vaksin Nusantara ini.
"Bolanya ada di Kemenkes, kalau Kemenkes merasa ini tidak penting. Ya (ambil sikap tegas), Kemenkes tidak akan mendanai vaksin Nusantara titik. Bilang sama Pak Budi (Menkes) saya mengusulkan atau yang disuruh ngomong Pak Slamet (kepala Balitbangkes)," kata Pandu saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/4/2021).
Menurut Pandu, sikap Kemenkes yang cenderung tidak tegas terhadap penelitian vaksin Nusantara lantaran ada rasa sungkan.
Pasalnya, penelitian tersebut dilakukan oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.
Karena itulah hingga kini belum ada sikap tegas yang ditunjukkan Kemenkes untuk menghentikan penelitian vaksin tersebut.
"Sebenarnya dari dulu sudah mau menghentikan cuma enggak enak sama Menkes yang lama. Ada pakewuhnya (rasa sungkan)," ujarnya.
Baca Juga: BPOM dan IDI Minta Vaksin Nusantara Penuhi Prosedur Uji Klinis
Menurut Pandu, apabila kedatangan sebagian anggota DPR ke RSPAD Gatot Soebroto terkait vaksin Nusantara diklaim sebagai uji klinik fase II, maka tindakan tersebut melawan aturan.
Ia mengingatkan, Peraturan BPOM Nomor 9 Tahun 2014 tentang Tata Laksana Persetujuan Uji Klinik bahwa pelanggaran ketentuan uji klinik akan dikenai sanksi administratif.
"Di dalam bab 9, pelanggaran itu bisa berupa peringatan, penangguhan uji klinik dan atau penghentian pelaksanaan uji klinik," ucapnya.
Ditambah lagi mandat Presiden Joko Widodo yang meminta semuanya mengikuti kaidah sains menyebabkan tindakan ini juga melawan amanah dari presiden.
"Apalagi presiden sudah bilang semua harus mengikuti kaidah sains, artinya dia melawan Presiden," kata Pandu.
Pandu juga mengapresiasi sikap dari Wakil Ketua Komisi IX DPR Charles Honoris yang menyatakan tidak ada kesepakatan kolektif di Komisi IX untuk mengikuti uji klinis vaksin Nusantara.
"Charles Honoris sudah berani mengatakan ini bukan keputusan Komisi IX baru satu orang, tanya ketuanya bagaimana dengan sikap Charles Honoris tadi," pungkasnya.
Baca Juga: Pro Kontra Vaksin Nusantara, BPOM Minta Penelitian Dihentikan Sementara
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.