JAKARTA, KOMPAS.TV – untuk pertama kalinya, anak kandung terpidana mati Freddy Budiman yang dieksekusi pada tahun 2016, memberikan kesaksian tentang hari-hari terakhir ayahnya. Hal ini diungkapkan oleh Muhammad Fikri Fernanda Budiman dalam youtube channel Gritte Agatha.
Fikri mengungkapkan, kehilangan ayah yang meninggal di hadapan juru tembak merupakan saat-saat paling sedih dalam hidupnya.
Ia mengungkapkan hal terakhir yang dia lakukan bersama ayahnya adalah sholat isya bersama.
Saat itu merupakan hari terakhir bagi Freddy. Fikri menemani ayahnya di lembaga pemasyarakatan di Nusa Kambangan sejak pagi. Sebelum sholat maghrib, petugas lapas datang dan menyampaikan bahwa waktu berkunjung sudah habis.
“Waktu itu Papa masih nggak mau. Papa minta (waktu ditambah) sampai sholat isya,” ujar Fikri.
Kemudian permintaan itu dipenuhi. Mereka kemudian sholat maghrib bersama. Fikri tak kuasa menahan air mata ketika sholat maghrib bersama ayahnya. Kemudian ketika tiba waktu sholat isya, mereka sholat isya bersama.
“Itu sudah terbayang sholat terakhir sama papa. Kesedihannya gue nggak bisa men-describe. Sholat isya bareng, Papa mimpin doa untuk terakhir kalinya. Dia berdoa kepada Allah, apa yang menjadi keinginan dia,” tambahnya.
Kemudian Fikri memeluk ayahnya. Dia pun tak berhenti mengeluarkan air mata.
Baca Juga: Kakak Gembong Narkoba Freddy Budiman Ditangkap
“Saat itu emosi benar-benar nggak terkontrol. Lalu ustadznya datang, menenangkan kita. Pas aku ditenangin ustadz, papa nenangin kakaknya papa. Papa megang pipi aku dua-duanya, terus papa bilang, papa pergi ya, jaga adik-adik. Kamu bisa jadi orang sukses, karena Papa tahu kamu bisa jadi orang kuat. Setelah keluar dari sini, jangan ada kesedihan lagi,” ungkap Fikri.
Fikri mengatakan kepada ayahnya, dia tidak bisa hidup tanpa ayahnya. Tapi Freddy menguatkan Fikri dan mengatakan bahwa dia pasti bisa.
“Momen paling berat itu ketika harus melangkah menjauh tapi sambil melihat Papa. Papa masih kasih support, tapi semakin dekat pintu keluar semakin sulit. Sebelum keluar pintu aku bilang sayang sama Papa. Papa bilang juga sayang aku dan seluruh keluarganya,” urainya.
Setelah tiba di pintu keluar, Fikri mencoba menenangkan diri dan mengingat pesan ayahnya untuk kuat dan tidak boleh menangis lagi.
Dari Lapas, dia kemudian diarahkan ke ruang tunggu yang menghadap ke laut. Pada saat itu ia hanya bisa menenangkan diri.
Kemudian sekitar jam 10 atau jam 11 malam, tiba-tiba terjadi hujan badai. Menurut Fikri, itu seperti pertanda baginya jika eksekusi telah dilakukan dan ayahnya sudah tiada.
Setelah hujan reda, dia mendapatkan kabar jika eksekusi sudah dilakukan dan ayahnya sudah meninggal dunia.
Fikri yang saat itu berusia 17 tahun dengan tabah menunggu jenazah ayahnya. Kemudian, jenazah ayahnya diantarkan dengan menggunakan mobil ambulan. Jenazah Freddy pun sudah diletakkan di dalam peti mati.
“Papa (sebenarnya) ingin aku yang mandiin (jenazahnya), tapi petugasnya bilang nggak bisa, karena akan mempengaruhi psikologis aku,” ujarnya.
Kemudian menurutnya, ada satu ustadz yang menghampirinya. Ustadz tersebut mengantarkan titipan dari Freddy sebelum meninggal dunia. Ustadz tersebut memberikan tas yang berisi baju yang dikenakan Freddy ketika dieksekusi mati.
“Dia minta semua pakaian yang dipakai saat eksekusi itu dicuci dan dikasih ke anaknya. Aku terima dan kemudian baru kita masuk ambulan dan menuju Surabaya,” katanya.
Fikri mengungkapkan, dia sempat mempertanyakan kepada Tuhan, mengapa dari sekian banyak orang, mengapa harus dirinya yang mengalami hal seberat ini.
Namun hingga kini ia bisa kuat menghadapi beratnya kehilangan ayah, karena mengingat semua pesan ayahnya sebelum meninggal.
Baca Juga: Beristri Lebih Dari Satu dan Menerima Suap 260 Juta Dolar, China Eksekusi Mati Bekas Bankir Terkenal
“Itu yang membuat gue menggap dia sebagai ayah yang baik, karena dia bisa mempersiapkan anaknya untuk bisa menghadapi semua situasi ini dengan kuat,” kata Fikri.
Freddy Budiman merupakan pengedar narkotika kelas kakap. Ia bahkan pernah mengimpor 1,4 juta butir ekstasi dari China.
Freddy Budiman dieksekusi pada tanggal 29 Juli 2016 di Lapangan Tunggal Panaluan, Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.
Eksekusinya dilaksanakan oleh regu tembak Brimob. Ia merupakan terpidana mati pertama yang dieksekusi selain 13 terpidana mati lainnya, setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) ditolak oleh Mahkamah Agung.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.