JAKARTA, KOMPAS.TV- Pada hari ini, 11 Maret 2021 juga diperingatai sebagai Hari Ginjal Dunia atau World Kidney Day (WKD).
Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menganggap peringatan Hari Ginjal Dunia sebagai momentum bagi seluruh stakeholders untuk lebih banyak berbicara lebih luas terkait penyakit ginjal kronik.
“Hal itu dibutuhkan agar angka pesakitan penyakit ginjal di Indonesia tidak terus bertambah,”kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPCDI Petrus Haryanto dalam rilisnya yang diterima Kompas.tv, Kamis (11/3/2021).
Baca Juga: Kemiskinan Sangat, Warga Afghanistan Ramai-Ramai Jual Ginjal
Pada tahun ini, World Kidney Day 2021, dalam rilis dikatakan mengambil tema 'Living Well With Kidney Disease' yang memiliki pesan kepada seluruh pasien gagal ginjal kronik untuk hidup berkualitas di tengah penyakit yang selama ini di derita.
Artinya, pasien juga harus memiliki tujuan hidup lebih baik di tengah keterpurukan yang dialami.
Petrus mengatakan, agar bisa hidup berkualitas, masyarakat juga harus mengetahui dan memahami apa itu penyakit ginjal kronik dan bagaimana pencegahannya.
“Menerapkan pola hidup sehat adalah salah satu kunci agar masyarakat bisa terhindar dari kerusakan ginjal yang berujung pada cuci darah,” jelas dia.
Baca Juga: Mahfud MD: Artidjo Alkostar Meninggal Dunia karena Komplikasi Ginjal, Jantung dan Paru-paru
Melansir dari Data Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri), disebutkan bahwa kurva pasien penyakit ginjal selalu mengalami kenaikan dengan pesat setiap tahunnya.
Pada tahun 2017, jumlah pasien aktif adalah 77.892 dan pasien baru 30.831, tahun 2018 sebanyak 135.486 dan pasien baru 66.433, dan tahun 2019 tercatat naik menjadi 185.901 pasien aktif, sedangkan pasien baru menjadi 69.124.
"Karena gagal ginjal itu bukan penyakit menular, ini sebuah penyakit yang harusnya bisa dicegah. Dengan kata kunci publik harus memahami dan meningkatkan kesadaran untuk menjaga kesehatan tubuhnya, dan kesehatan ginjalnya," kata Petrus.
Oleh karenanya, ungkap dia, peringatan Hari Ginjal Dunia pada tahun 2021 ini harus dijadikan ajang kampanye besar-besaran bagi seluruh pihak untuk menyebarluaskan tentang penyakit ginjal.
Baca Juga: Lebih Dari 1000 Penyu Terinfeksi Obat Jantung, Ginjal dan Cat Yang Mengkontaminasi Laut
Termasuk bagi pasien gagal ginjal kronik, momentum ini harus dijadikan untuk hidup berkualitas dan berkarya semaksimal mungkin.
"Terus membangun public awareness di masyarakat sehingga timbul keingintahuan mereka akan kesehatan ginjal. Bahwa momentum WKD harus bergaung dan publik bisa memahami bahwa gagal ginjal bisa kita dicegah," ujarnya.
Terhadap peran pemerintah bagi pasien gagal ginjal kronik di Indonesia, Petrus menilai apa yang dilakukan pemerintah saat ini dirasa masih kurang optimal.
Sejauh ini banyak permasalahan di lapangan yang menyulitkan kehidupan para pasien gagal ginjal untuk melakukan proses cuci darah.
Dia mencontohkan masih masih banyak rumah sakit yang belum memberikan hak pasien untuk mendapatkan jaminan obat-obatan yang sudah diatur dalam regulasi Kementerian Kesehatan.
Baca Juga: Akui Masih Sering Dapat DM Instagram Tawaran Donor Ginjal, Vidi Aldiano: Terima Kasih Banget
Misalnya, pasien yang berobat ke rumah sakit tipe A akan mendapatkan pelayanan maksimal, sementara pasien yang berobat ke rumah sakit tipe D tidak akan mendapatkan pelayanan yang sama.
"Sering permasalahan itu muncul dan dari diri pasien yang melakukan advokasi atau melaporkan situasi yang dihadapi pasien saat mereka berobat," urainya.
Terkait melonjaknya pasien gagal ginjal kronik, Petrus menilai sudah saatnya Indonesia memiliki sebuah lembaga donor organ.
Sebagaimana diketahui seseorang pasien penyakit ginjal kronik bisa hidup lebih baik dan normal setelah mendapatkan transplantasi ginjal.
Praktiknya sampai hari ini di Indonesia, pemerintah selalu melempar proses transplantasi tersebut kepada pasien. Pasien harus bersusah payah mencari donor untuk transplantasi ginjal ke anggota keluarganya.
“Jika tidak mendapatkannya, pasien tersebut harus menjalani proses cuci darah yang entah kapan selesainya. Bahkan jika ada orang baik di Indonesia ingin mendonorkan organ tubuhnya secara sukarela, mereka tidak tahu harus kemana,” ungkap dia.
Baca Juga: Sehat di Tengah Pandemi: Tanda-tanda Ginjal Bermasalah
Agar tidak terjadi penyelewengan, lanjut Petrus, pemerintah harus membuat payung hukum yang jelas bagi lembaga donor organ tersebut. Hal itu demi menghindari praktik jual beli organ yang dikhawatirkan akan menimbulkan masalah baru pada saat proses perjalanannya.
"UU Kesehatan hanya beberapa pasal yang menyangkut itu dan tidak menyangkut tentang bagaimana masyarakat yang terkena gagal ginjal bisa dengan mudah mengurus transplantasi ginjal yang dilayani oleh negara," kata Petrus.
Terpisah, Ketua Umum KPCDI, Tony Richard Samosir menilai, WKD 2021 dijadikan momentum untuk seluruh pihak baik itu pemerintah, organisasi profesi dokter, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara kebijakan, dan seluruh pihak yang peduli terhadap kesehatan, utamanya penyakit ginjal.
Para pihaknya dapat bekerja bersama-sama demi satu tujuan yakni meningkatkan pelayanan kesehatan yang baik untuk pasien serta mengamkampanyekan pola hidup yang sehat.
Baca Juga: Kenaikan BPJS Kesehatan Digugat Lagi oleh Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia
Selama ini, ungkap Tony, KPCDI masih menemukan tingginya ego sektoral dan sikap mental antar masing-masing pihak yang bekerja secara individual.
Jika sikap tersebut dipertahankan, maka hal itu akan menjadi hambatan besar dalam mencapai efektifitas dan efisiensi kebijakan.
"Sebuah hambatan kebijakan dalam mewujudkan aturan bagi pasien yang sesuai dengan isu yang berkembang saat ini. Jadi rekomendasi kebijakannya itu tidak hanya bersifat normatif semata," ujarnya.
Di sisi lain, Tony melihat sampai hari ini pemerintah masih juga belum mau merangkul pasien untuk terlibat aktif di dalam proses pembuatan dan pembahasan kebijakan.
Padahal, bagi Tony pasien adalah orang pertama yang merasakan efek dari kebijakan yang kurang berpihak kepada masyarakat.
Baca Juga: Prabowo Sebut Selang Cuci Darah di RSCM Untuk 40 Orang
Dari perspektif pasien, sudah seharusnya pemerintah tidak lagi menomor duakan pasien. Pasien harus duduk di sebelah pemerintah untuk sama-sama menemukan jawaban terhadap isu-isu yang berkembang di lapangan.
“Artinya, pemerintah harus segera aktif merangkul organisasi pasien agar pasien merasa terlibat untuk tujuan mulia yaitu memberi masukkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat,” tandas dia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.