JAKARTA, KOMPAS.TV - Perselingkuhan Ayus dan Nissa Sabyan terbongkar ke publik. Hal ini langsung mengundang berbagai komentar. Banyak pihak yang menyalahkan Nissa Sabyan sebagai pelakor.
Kabar soal perselingkuhan itu mulai muncul setelah sebuah video di platform TikTok mengundang perhatian khalayak.
Setelah itu sebuah akun gosip di Instagram mengunggah foto tangkapan layar Pengadilan Agama Jakarta Utara.
Baca Juga: Mengenal Nissa Sabyan, Vokalis Grup Musik Sabyan Gambus
Kedua unggahan itu sama-sama membongkar kisah perselingkuhan dua anggota kelompok Gambus Sabyan itu. Belakangan diketahui, hubungan keduanya membuat rumah tangga Ayus terancam.
Ayus digugat cerai istrinya, Ririe Fairus atau Eri Fitriyani.
Adik Ayus, Fadhila Nova membenarkan kabar soal perselingkuhan itu.
Menurut Fadhila, perselingkuhan keduanya pun sudah diketahui dua pihak keluarga sejak lama. Namun, Ayus tak henti berselingkuh.
Karena ingin menyelamatkan rumah tangga kakaknya, Fadhila mengaku sempat mendatangi Nissa.
Baca Juga: Viral! Crazy Rich Malang Bagi Mobil Mewah untuk Karyawannya
“Saya juga sudah menemui Nissa saat itu, saya meminta Nissa agar melepaskan abang saya,” kata Fadhila.
Dalam kasus perselingkuhan ini banyak pihak membicarakan dan menyalahkan Nissa sebagai perebut laki orang (pelakor). Ada pula yang menyinggung masa lalu Nissa sebagai biduan dangdut.
Kasus selingkuh semacam Ayus dan Nissa Sabyan ini bukan pertama kali. Biasanya kesalahan lebih sering ditimpakan pada perempuan.
Menanggapi kasus-kasus semacam itu Katrin Bandel, dosen Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma berpendapat lain. Pakar kajian gender itu mengatakan, kasus perselingkuhan terkait dengan relasi pribadi yang sangat kompleks.
“Apabila dikaji secara mendalam, pasti setiap kasus berbeda dengan yang lain, dan hampir mustahil dinilai secara tegas, siapa yang 'salah' dan siapa yang 'benar',” kata Katrin.
Baca Juga: Tinggalkan JYP Entertainment, Yugyeom GOT7 Gabung dengan Agensi Jay Park
Ia pun menyebut, hal ini tak lepas dari peran media massa yang cenderung menyederhanakan masalah dan mencari unsur sensasional.
Steorotip juga kerap memasuki pemberitaan.
“Di antaranya, pandangan bahwa laki-laki seakan-akan secara 'alami' lebih mudah tergoda, bangkit hasrat seksualnya, dan bahwa salah perempuanlah kalau itu terjadi, karena perempuannya terlalu menggoda,” papar penulis Kajian Gender dalam Konteks Pascakolonial.
Ada pula citra maskulin yang memandang wajar laki-laki sebagai pribadi yang tak memiliki kontrol diri kuat.
“Sehingga 'sewajarnya' mengejar perempuan lebih dari satu. Seakan-akan tidak bisa disalahkan kaena sudah 'naturnya begitu',” kata Katrin lagi.
Baca Juga: Nekat! Seorang Fans Amanda Manopo Mengaku Sebagai Mantan Sampai Pasang Foto di Billboard
Padahal, menurut Katrin, stereotip semacam itu tak ada dalam budaya Indonesia dan ajaran agama manapun.
“Baik ajaran agama maupun realitas di masyarakat sebetulnya tidak mendukung pandangan seperti itu. Jadi itu murni mitos atau stereotipe tanpa dasar,” tegasnya.
“Justru yang agak aneh adalah, saya rasa konsep maskulinitas di Jawa umumnya tidak demikian. Laki-laki terhormat diekspektasikan untuk sangat bisa mengontrol emosinya, termasuk syahwatnya. Dalam budaya Jawa, kesannya sangat kurang jantan kalau seorang laki-laki mengumbar emosinya," pungkas Katrin.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.