Kompas TV nasional sosial

Nissa Sabyan dan Ayus: Kenapa Perempuan yang Sering Disalahkan Dalam Kasus Perselingkuhan?

Kompas.tv - 19 Februari 2021, 15:28 WIB
nissa-sabyan-dan-ayus-kenapa-perempuan-yang-sering-disalahkan-dalam-kasus-perselingkuhan
Nissa Sabyan dan Ayus dikabarkan berselingkuh. Nissa disebut-sebut sebagai pelakor. Mengapa dalam perselingkuhan perempuan lebih sering disalahkan? (Sumber: Instagram/nissa_sabyan)
Penulis : Ahmad Zuhad

Dalam kasus perselingkuhan ini banyak pihak membicarakan dan menyalahkan Nissa sebagai perebut laki orang (pelakor). Ada pula yang menyinggung masa lalu Nissa sebagai biduan dangdut.

Kasus selingkuh semacam Ayus dan Nissa Sabyan ini bukan pertama kali. Biasanya kesalahan lebih sering ditimpakan pada perempuan.

Menanggapi kasus-kasus semacam itu Katrin Bandel, dosen Ilmu Religi dan Budaya Universitas Sanata Dharma berpendapat lain. Pakar kajian gender itu mengatakan, kasus perselingkuhan terkait dengan relasi pribadi yang sangat kompleks.

“Apabila dikaji secara mendalam, pasti setiap kasus berbeda dengan yang lain, dan hampir mustahil dinilai secara tegas, siapa yang 'salah' dan siapa yang 'benar',” kata Katrin.

Baca Juga: Tinggalkan JYP Entertainment, Yugyeom GOT7 Gabung dengan Agensi Jay Park

Ia pun menyebut, hal ini tak lepas dari peran media massa yang cenderung menyederhanakan masalah dan mencari unsur sensasional.

Steorotip juga kerap memasuki pemberitaan.

“Di antaranya, pandangan bahwa laki-laki seakan-akan secara 'alami' lebih mudah tergoda, bangkit hasrat seksualnya, dan bahwa salah perempuanlah kalau itu terjadi, karena perempuannya terlalu menggoda,” papar penulis Kajian Gender dalam Konteks Pascakolonial.

Ada pula citra maskulin yang memandang wajar laki-laki sebagai pribadi yang tak memiliki kontrol diri kuat.

“Sehingga 'sewajarnya' mengejar perempuan lebih dari satu. Seakan-akan tidak bisa disalahkan kaena sudah 'naturnya begitu',” kata Katrin lagi.

Baca Juga: Nekat! Seorang Fans Amanda Manopo Mengaku Sebagai Mantan Sampai Pasang Foto di Billboard

Padahal, menurut Katrin, stereotip semacam itu tak ada dalam budaya Indonesia dan ajaran agama manapun.

“Baik ajaran agama maupun realitas di masyarakat sebetulnya tidak mendukung pandangan seperti itu. Jadi itu murni mitos atau stereotipe tanpa dasar,” tegasnya.

“Justru yang agak aneh adalah, saya rasa konsep maskulinitas di Jawa umumnya tidak demikian. Laki-laki terhormat diekspektasikan untuk sangat bisa mengontrol emosinya, termasuk syahwatnya. Dalam budaya Jawa, kesannya sangat kurang jantan kalau seorang laki-laki mengumbar emosinya," pungkas Katrin.




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x