JAKARTA, KOMPAS.TV- Nama Din Syamsuddin kembali menjadi perbincangan setelah dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) terkait tudingan berpolitik praktis oleh Gerakan Anti Radikal (GAR) alumni ITB. Bahkan, Din pernah dituduh radikal.
Pangkal mulanya karena Din rajin mengeritik pemerintah sampai ikut dalam deklarasi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) bersama mantan Panglima TNI Jenderal (purn) Gatot Nurmantyo.
Posisi Din di Majelis Wali Amanat (MWA) ITB pun terus dipersoalkan dengan tuduhan senada.
"Deklarasi KAMI hanya semakin menguatkan alasan kami untuk minta supaya pak Din diberhentikan dari MWA. Karena semakin terbukti bahwa sikapnya yang menentang pemerintahan NKRI,” kata Juru Bicara GAR Alumni ITB Shinta Madesari, pada 26 Agustus 2020 lalu.
Namun, sekelompok alumni ITB hadir memberikan pembelaan, Kelompok pendukung Din menamai dirinya Keluarga Alumni ITB Penegak Pancasila Anti Komunis.
Perwakilan mereka mendatangi Gedung Balai Pertemuan Ilmiah ITB, Selasa 7 Juli 2020, untuk menyampaikan aspirasi tertulis yang diserahkan kepada sekretariat Balai Pertemuan Ilmiah ITB.
Selain tudingan anti NKRI, pemilik nama lengkap Muhammad Sirajuddin Syamsuddin ini, juga pernah diminta belajar agama lagi ketika dia memperbolehkan umat Islam mengucapkan selamat natal kepada umat Nasrani.
Din beralasan ucapan natal adalah bentuk saling menghargai. "Saya ini Presiden Konferensi Dunia Agama untuk Perdamaian (World Conference on Religion for Peace/WCRP), sering menerima ucapan selamat Idul Fitri dari tokoh-tokoh agama lain. Maka sebaliknya, saya pun harus mengucapkan selamata natal kepada yang beragama Nasrani," katanya di Gedung DPR pada 2014 silam.
Baca Juga: Ternyata Jubir Presiden Fadjroel Rachman Anggota Aktif GAR-ITB yang Laporkan Din Syamsuddin
Ketika itu, Din sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dia pun mengatakan bahwa Islam tidak sempit. "Islam tak sesempit itu. Islam tidak sepicik itu. Dalam konteks kultural itu rahmatan lil alamin. Bahwa kita menyebutkan selamat, kita ucapkan selamat natal," ujar lulusan Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Jawa Timur 1975 ini.
Namun, atas pernyataanya itu, lelaki kelahiran Sumbawa, NTB pada 31 Agustus 1958 itu pun dituding tak paham agama dan disuruh syahadat lagi. Hal itu disebutkan oleh Koordinator Gerakan Masyarakat Jakarta KH Endang. “Ulama yang mengizinkan umat Islam mengucapkan selamat Natal harus syahadat lagi,” ujarnya, Selasa (23/12/2014). Bahkan, Din diminta harus memperdalam agama lagi. “Tanya ke orang yang mengerti,” kata Endang.
Baca Juga: Mahfud MD: Pemerintah Tak Akan Memproses Hukum Din Syamsuddin Karena Kritiknya
Din sendiri enggan mengomentari berbagai tudingan kepada dirinya. Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) ini memilih tidak berpolemik dengan tudingan.
Din pernah menjabat sebagai Ketua Umum MUI menggantikan Sahal Mahfudz yang meninggal dunia pada Jumat 24 Januari 2014. Keputusan penggantian ditetapkan pada rapat pimpinan MUI yang diselenggarakan pada Selasa 18 Februari 2014.
Din juga meraih doktor dari University of California, Los Angels (UCLA), Amerika Serikat pada Interdepartmental Programme in Islamic Studies.
Baca Juga: Pelaporan Din Syamsuddin Sudah Diteruskan ke Kemenag
Di dunia politik, Din pernah dipercaya untuk menjadi Ketua Departemen Penelitian dan Pengembangan DPP Golkar, dan pernah menjadi anggota MPR dari Fraksi Golongan Karya serta sempat ditunjuk untuk menjadi Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja, Depnaker RI.
Sejak tahun 2000, Din mengundurkan diri dari dunia politik dan mencurahkan waktu dan tenaga untuk bidang akademi dan ormas keagamaan. Ia menjadi dosen di berbagai Perguruan Tinggi, seperti UMJ, UHAMKA, UI, dan UIN.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.