JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) meyakini anjloknya Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia dikarenakan politik dan hukum di negeri ini semakin jauh dari penguatan pemberantasan korupsi.
"(Ini) menunjukkan kepada publik betapa tidak jelasnya politik hukum Indonesia," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam pernyataannya kepada Jurnalis Kompas TV Glenys Octania, Jumat (29/1/2021).
Pangkal masalah dari menurunnya penguatan pemberantasan korupsi adalah Revisi UU KPK. Karena, alih-alih memperkuat, yang terlihat justru melemahkan. Bahkan melumpuhkan pemberantasan korupsi.
"Pangkal persoalan merujuk 2019 lalu. Pemerintah memaksakan bersikukuh merivisi UU KPK. Padahal sebelumnya masyarakat sipil sudah menyerukan hal tersebut," kata Kurnia.
Tidak hanya masyarakat di Indonesia, masyarakat internasional juga ikut mengingatkan akan bahayanya merevisi UU KPK.
Baca Juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia di Tingkat Global Turun, Sama dengan Gambia
Menanggapi indeks persepsi korupsi yang dilansir Transparency International Indonesia, ICW menyoroti tiga hal.
Pertama, menurunnya indeks persepsi korupsi Indonesia menunjukkan disorientasi penguatan pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah.
Menurut Kurnia, dengan begitu banyak suplemen pemberantasan korupsi yang tidak dilakukan pemerintah. Seperti mengesahkan dan mengundangkan Revisi UU Tipikor, mengesahkan Rancangan UU Perampasan Aset atau Rancangan UU Pembatasan Transaksi Tunai.
"Tapi yang dilakukan malah menggembosi KPK dengan Revisi UU KPK," katanya.
Kedua, anjloknya indeks persepsi korupsi Indonesia menunjukkan kegagalan reformasi penegak hukum.
Pemberantasan korupsi di Indonesia bergantung pada KPK. Tapi pada tahun 2020 penindakan KPK menurun drastis, begitupula dengan operasi tangkap tangan.
Baca Juga: Respons Istana Soal Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun
"Namun hal ini bisa ditarik pada problem hukum acara KPK di UU KPK yang baru, memperlambat penindakan di KPK," kata Kurnia
Ketiga, potret KPK saat ini jauh dari apa yang diharapkan publik.
"Kita bisa refleksikan pada tahun 2019 lalu ketika Presiden Joko Widodo memaksakan untuk menunjuk komisioner yang memiliki rekam jejak yang buruk di masa lalu," ungkap Kurnia.
Untuk penguatan pemberantasan korupsi ICW menuntut kepada Presiden Joko Widodo dan DPR memfokuskan diri pada tunggakan legislasi yang penting untuk memperkuat aspek legislasi KPK.
Kemudian meminta pemerintah untuk tidak memperkecil aspek penindakan. Tapi harus berjalan seiringan dengan aspek pencegahan.
Dengan anjloknya indeks persepsi korupsi Indonesia, Kurnia meminta Mahkamah Konstitusi untuk memutus uji materi formil atau materiil UU KPK.
"Indek persepsi korupsi memperjelas situasi apa yang dilakukan sangat jauh dari proses pemberantasan korupsi, salah satunya mengundangkan UU KPK yang baru," tutup Kurnia.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.