JAKARTA, KOMPAS.TV- Nama Ribka Tjiptaning dalam beberapa hari terakhir menjadi pembicaraan publik lantaran sikap kerasnya yang keras mengkritik kebijakan pemerintah dalam hal vaksinasi Covid-19. Dia pun tak mempedulikan dirinya adalah politikus PDIP dan bahkan menolak untuk ikut divaksin.
Imbasnya, Ribka Tjiptaning yang anggota DPR RI digeser dari Komisi IX yang membidangi masalah kesehatan ke Komisi VII yang membidangi masalah energi.
Rotasi tersebut tercantum dalam surat Fraksi PDIP DPR bernomor 04/F-PDIP/DPR-RI/2022, terkait perubahan penugasan di Alat Kelengkapan Dewan dan ditujukan kepada pimpinan DPR RI.
Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Fraksi PDIP Utut Adianto dan Sekretaris Fraksi PDIP Bambang Wuryanto, pada 18 Januari 2021.
Padahal, selama empat periode Ribka tidak pernah meninggalkan Komisi IX.
Baca Juga: Politikus PDIP Ribka Tjiptaning Digeser Ke Komisi VII, Ini Pernyataanya yang Menohok
Namun, siapa yang mengira dia adalah seorang dokter. Dilansir dari Kompas.com, wanita berambut pendek ini lahir dengan nama Ribka Tjiptaning Proletariyati di Yogyakarta, 1 Juli 1959. Ia merupakan anak ketiga dari lima bersaudara.
Orang tuanya adalah Raden Mas Soeripto Tjondro Saputro dan Bandoro Raden Ayu Lastri Suyati. Ayahnya sempat diketahui memiliki riwayat sebagai anggota Biro Khusus PKI.
Dengan latar belakang tersebut, Ribka tidak menutup-nutupinya. Bahkan, ia pernah menulis sebuah buku berjudul "Aku Bangga jadi Anak PKI".
Dalam hal pendidikan, Ribka mengenyam pendidikan formal di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia dari tahun 1978 hingga tahun 1990.
Baca Juga: Selain Ogah Divaksin, Politikus PDIP Ribka Tjiptaning Juga Tak Percaya Flu Burung
Setelah lulus dan menjadi seorang dokter, Ribka pun membuka sebuah klinik kesehatan di kawasan Ciledug, Tangerang.
Karir politiknya dimulai medio 1992 saat Ribka menjadi anggota salah satu partai politik yakni PDI-Perjuangan (PDIP). Hingga kini, ia telah tiga kali berhasil masuk ke Senayan, yaitu pada 2004, 2009, dan terkini pada 2019.
Saat ini, Ribka tercatat sebagai salah satu anggota dari Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan. Sebelumnya, Ribka pun pernah menjabat sebagai Ketua di komisi yang sama pada periode 2009-2014.
Di komisi IX, dia banyak menyoroti masalah-masalah di bidang tenaga kerja dan transmigrasi, kependudukan, dan kesehatan.
Bukan sekali ini Ribka menyampaikan kritik terhadap kinerja pemerintah. Pada 2015, dia pernah menyampaikan penilaiannya yang menyatakan bahwa belum ada menteri yang dapat menerjemahkan konsep yang dibawa oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke dalam pemerintahan.
Selain itu, dia juga pernah mengatakan bahwa para menteri Jokowi memiliki koordinasi yang kurang dalam menyusun Peraturan Pemerintah (PP). Saat itu, peraturan yang disoroti adalah kebijakan baru tentang Jaminan Hari Tua (JHT).
Baca Juga: PDIP Rotasi Ribka Tjiptaning ke Komisi VII DPR
Kebijakan tersebut berkaitan dengan kebijakan baru Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa JHT baru dapat dicairkan apabila karyawan telah menjalani masa kerja selama 10 tahun.
Padahal, dalam aturan sebelumnya, masa kerja yang dipersyaratkan adalah 5 tahun.
Selain JHT, di 2015 Ribka juga mengritik BPJS Kesehatan.
Menurut Ribka, pemerintah harus fokus pada Program Indonesia Sehat. Sebab, dia menilai masih banyak rumah sakit yang belum mau bekerja sama dengan BPJS.
Pada Februari 2018, Ribka juga pernah melontarkan kritik kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) atas ketimpangan tindakan terhadap pelaku penjual kosmetik murah kelas kecil dan kelas besar.
Baca Juga: Politikus PDIP Ribka Tjiptaning Tegas Tolak Vaksinasi: Mending Bayar Sanksi !
Saat menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR RI periode 2009-2014, RUU Kesehatan yang kemudian disetujui dalam Rapat Paripurna DPR pun menjadi pembicaraan. Pasalnya, salah satu ayat yang mengatur tembakau sebagai zat adiktif hilang.
Akibat kasus tersebut, Ribka pun dilarang memimpin rapat panitia khusus dan panitia kerja oleh Badan Kehormatan DPR.
Ribka juga sempat dihadapkan pada petisi daring yang menolaknya menjadi calon Menteri Kesehatan. Adapun alasan penolakan tersebut selain karena kasus hilangnya ayat tembakau dalam RUU Kesehatan yang disahkan, Ribka diduga terlibat dalam kasus intervensi obat infus
Dalam kasus tersebut, ada anjuran kepada Kementerian Kesehatan untuk menghentikan penggunaan infus dari pabrik tertentu dan menggantinya dengan produk pabrik lain.
Baca Juga: Menkes Budi Sadikin: Vaksinasi Jangan Dipersepsikan Ancaman
Kemudian, pada 2018, namanya kembali terseret dalam kasus ujaran kebencian oleh Alfian Tanjung karena menuding 85 persen kader PDIP adalah PKI. Alfian menyatakan bahwa pernyataannya bersumber dari ucapan Ribka bahwa 20 juta orang Indonesia adalah kader PKI.
Terakhir, Ribka pun kembali menarik perhatian saat menyampaikan kritik dalam rapat kerja antara Komisi IX bersama Menteri Kesehatan dan Direksi BPJS.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.