JAKARTA, KOMPAS.TV – Instruksi Mendagri Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan (Prokes) untuk Pengendalian Covid-19 tidak bisa dijadikan dasar untuk memberhentikan kepala daerah.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menegaskan pemberhentian kepala daerah harus tetap berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut Yusril, Instruksi Mendagri pada hakekatnya hanya sebatas perintah tertulis untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Baca Juga: Mendagri Keluarkan Instruksi, Kepala Daerah yang Melanggar Protokol Kesehatan Bisa Dicopot!
Namun untuk memberhentikan harus melalui DPRD, sebab kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat dan yang bisa menghentikan adalah rakyat melalui DPRD.
“Presiden tidaklah berwenang mengambil inisiatif memberhentian Gubernur dan/atau Wakil Gubernur. Mendagri juga tidak berwenang mengambil prakarsa memberhentikan Bupati dan Walikota beserta wakilnya,” ujar Yusril melalui pesan singkat, Kamis (19/11/2020). Dikutip dari Kompas.com.
Yusril menambahkan kewenangan Presiden dan Mendagri hanyalah sebatas melakukan pemberhentian sementara tanpa proses sebagaimana diatur dalam Pasal 68 Ayat 2 UU Pemerintahan Daerah.
Hal itu bisa terjadi bila ada pengusulan oleh DPRD dalam hal kepala daerah didakwa ke pengadilan dengan ancaman pidana di atas lima tahun.
Baca Juga: Ridwan Kamil Berencana Temui Mendagri Bahas Instruksi Nomor 6 Tahun 2020
Atau didakwa melakukan korupsi, makar, terorisme, kejahatan terhadap keamanan negara atau kejahatan memecah-belah NKRI.
"Kalau dakwaan tidak terbukti dan kepala daerah tadi dibebaskan, maka selama masa jabatannya masih tersisa, Presiden dan Mendagri wajib memulihkan jabatan dan kedudukannya," ujar Yusril.
Tahapan impeachment
Lebih lanjut Yusril menjelaskan proses impeachment atau pemakzulan kepala daerah memiliki waktu panjang.
Baca Juga: DPR Dukung Mendagri Terkait Sanksi Pencopotan Kepala Daerah yang Langgar Protokol Kesehatan
Pertama, semua proses pemberhentian kepala daerah, termasuk dengan alasan melanggar Pasal 67 huruf b jo Pasal 78 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf d yakni tidak melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan Penegakan Protokol Kesehatan, tetap harus dilakukan melalui DPRD.
Jika ada DPRD yang berpendapat demikian, mereka wajib memulainya dengan melakukan proses pemakzulan (impeachment).
Kedua, jika DPRD berpendapat cukup alasan bagi kepala daerah untuk dimakzulkan, maka pendapat DPRD tersebut wajib disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai dan diputuskan apakah pendapat DPRD tersebut beralasan menurut hukum atau tidak.
Selanjutnya untuk tegaknya keadilan, maka kepala daerah yang akan dimakzulkan itu diberi kesempatan oleh Mahkamah Agung untuk membela diri.
Baca Juga: Soal Pemakzulan Bupati Jember, Mendagri Tito: Tunggu Putusan MA!
“Jadi, proses pemakzulan itu akan memakan waktu lama, mungkin setahun mungkin pula lebih,” ujar Yusril
Instruksi Mendagri
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavia mengeluarkan Instruksi Mendagri 6/2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Covid-19.
Instruksi tersebut diterbitkan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas pada Senin lalu.
Baca Juga: Instruksi Mendagri Melarang Kepala Daerah Ikut Dalam Kerumunan Massa
Dalam instruksi tersebut, Mendagri Tito menegaskan pemerintah bisa memberhentikan kepala daerah jika terbukti melanggar protokol kesehatan.
Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan alasan kepala daerah tersebut dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah.
Kemudian tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 hurub b UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Adapun Instruksi Mendagri tersebut ditandatangani Tito Karnavian pada 18 November 2020.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.