Pertama, semua proses pemberhentian kepala daerah, termasuk dengan alasan melanggar Pasal 67 huruf b jo Pasal 78 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf d yakni tidak melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan Penegakan Protokol Kesehatan, tetap harus dilakukan melalui DPRD.
Jika ada DPRD yang berpendapat demikian, mereka wajib memulainya dengan melakukan proses pemakzulan (impeachment).
Kedua, jika DPRD berpendapat cukup alasan bagi kepala daerah untuk dimakzulkan, maka pendapat DPRD tersebut wajib disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai dan diputuskan apakah pendapat DPRD tersebut beralasan menurut hukum atau tidak.
Selanjutnya untuk tegaknya keadilan, maka kepala daerah yang akan dimakzulkan itu diberi kesempatan oleh Mahkamah Agung untuk membela diri.
Baca Juga: Soal Pemakzulan Bupati Jember, Mendagri Tito: Tunggu Putusan MA!
“Jadi, proses pemakzulan itu akan memakan waktu lama, mungkin setahun mungkin pula lebih,” ujar Yusril
Instruksi Mendagri
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavia mengeluarkan Instruksi Mendagri 6/2020 tentang Penegakan Protokol Kesehatan untuk Pengendalian Covid-19.
Instruksi tersebut diterbitkan untuk menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo pada rapat terbatas pada Senin lalu.
Baca Juga: Instruksi Mendagri Melarang Kepala Daerah Ikut Dalam Kerumunan Massa
Dalam instruksi tersebut, Mendagri Tito menegaskan pemerintah bisa memberhentikan kepala daerah jika terbukti melanggar protokol kesehatan.
Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan alasan kepala daerah tersebut dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah.
Kemudian tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 hurub b UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Adapun Instruksi Mendagri tersebut ditandatangani Tito Karnavian pada 18 November 2020.
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.