JAKARTA, KOMPAS.TV - DPR dan Pemerintah telah mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja menjadi undang-undang (UU) pada Senin (5/10/2020).
Padahal, pengesahan UU Cipta Kerja tersebut mendapat perlawanan dari serikat buruh hingga detik-detik terakhir.
Jelang satu jam sebelum RUU disahkan menjadi UU, dua pemimpin serikat buruh, yakni Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal dan Presiden Kondederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea datang menemui Presiden Joko Widodo.
Baca Juga: Berikut Poin-Poin Penting Omnibus Law UU Cipta Kerja yang Jadi Kontroversi
Mereka menemui Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, sekitar pukul 13.45 WIB.
Keduanya, baik Said Iqbal maupun Andi Gani, sejak awal gencar menolak pembahasan dan pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU.
Mengutip Kompas.com, pertemuan enam mata itu berlangsung tertutup sekitar satu jam.
Tak lama setelah pertemuan tersebut, DPR memulai rapat paripurna yang salah satu agendanya adalah mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU.
Hasilnya, RUU yang ditolak para buruh dan pekerja itu disahkan menjadi UU.
Hal ini sekaligus pertanda bahwa pertemuan Said dan Andi yang menolak RUU Cipta Kerja dengan Presiden Jokowi tak membawa hasil. Aspirasi buruh tetap tak didengar.
Ketika dikonfirmasi ihwal topik pertemuan dengan Presiden Jokowi sebelum DPR mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi UU, Said Iqbal mengakui bahwa tak ada hasil dari pertemuan tersebut.
"Tidak ada hasil apapun," kata Said dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: Tak Hanya Cipta Kerja, Ini 3 UU Kontroversial yang Disahkan Era Jokowi
Bantah Dapat Tawaran Jabatan
Setelah pertemuan tersebut, muncul isu di kalangan wartawan bahwa keduanya bakal ditunjuk sebagai wakil menteri di Kabinet Indonesia Maju.
Namun Said Iqbal membantah adanya tawaran jabatan di pemerintahan.
"Tidak ada, tidak pernah ada pembicaraan (tawaran jabatan di pemerintahan) tersebut," katanya kepada Kompas.com, Senin malam.
Dia menegaskan, Kendati Omnibus Law UU Cipta Kerja telah disahkan, sebanyak 32 konfederasi serikat buruh tetap melanjutkan aksi mogok kerja nasional yang berlangsung mulai hari ini (6/10/2020) hingga 8 Oktober 2020.
Dalam aksi mogok kerja nasional itu, menurut Said Iqbal, buruh akan tetap menyuarakan penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Baca Juga: Fraksi PKS: UU Cipta Kerja Permudah Impor Pangan, Petani Bersaing Ketat
Adapun yang dikritik dari Omnibus Law yaitu tetap ada UMK tanpa syarat dan UMSK jangan hilang, nilai pesangon tidak berkurang, tidak boleh ada PKWT atau karyawan kontrak seumur hidup.
Selanjutnya, tidak boleh ada outsourcing seumur hidup, waktu kerja tidak boleh eksploitatif, cuti dan hak upah atas cuti tidak boleh hilang, karyawan kontrak dan outsourcing harus mendapat jaminan kesehatan dan pensiun.
“Sementara itu, terkait dengan PHK, sanksi pidana kepada pengusaha, dan TKA harus tetap sesuai dengan isi UU Nomor 13 Tahun 2003,” tegasnya.
Lebih lanjut kata dia, mogok kerja nasional ini akan diikuti 2 juta buruh.
Adapun sebaran wilayah 2 juta buruh yang akan ikut mogok kerja nasional meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tengerang Raya, Serang, Cilegon, Bekasi, Karawang, Purwakarta, Subang, Cirebon, Bandung Raya, Semarang, Kendal, Jepara, Yogjakarta, Surabaya, Sidoarjo, Gresik, Mojokerto, dan Pasuruan.
Kemudian Aceh, Padang, Solok, Medan, Deli Serdang, Sedang Bedagai, Batam, Bintan, Karimun, Muko-Muko, Bengkulu, Pekanbaru, Palembang, Bandar Lampung, dan Lampung Selatan.
Juga akan dilakukan di Banjarmasin, Palangkaraya, Samarinda, Mataram, Lombok, Ambon, Makasar, Gorontalo, Manadao, Bitung, Kendari, Morowali, Papua, dan Papua Barat.
Baca Juga: Fraksi Demokrat ''Walk Out'' dari Sidang Paripurna Pengesahan RUU Cipta Kerja
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.