JAKARTA, KOMPAS.TV - Minat konsumen muda di Indonesia dan Malaysia terhadap camilan 'bebas gula' tercatat mengalami peningkatan dalam satu tahun terakhir dari 16,4 persen menjadi 31 persen.
Hal tersebut dibuktikan melalui studi yang dilakukan perusahaan riset konsumen, Neurosensum, dalam laporan bertajuk "Healthy Snacking: Global Trends Shaping Indonesian & Malaysian Markets in 2024."
Laporan tersebut mengungkap tren konsumsi camilan di Indonesia dan Malaysia pada tahun 2024.
Dilansir Kompas.com, studi ini dilakukan dengan melakukan survei terhadap total 800 konsumen di Indonesia dan Malaysia, dengan rentang usia 18 sampai 54 tahun dan lintas status sosial-ekonomi.
Baca Juga: 5 Manfaat Detoks Gula untuk Kesehatan, Bisa Sekaligus Turunkan Berat Badan
Berdasarkan data yang dikumpulkan, terjadi beberapa perubahan signifikan dalam perilaku dan preferensi konsumen terhadap camilan.
Penelitian menemukan, konsumen usia menengah masih mencari tingkat gula yang diizinkan, dengan minat yang lebih tinggi terhadap camilan ‘rendah gula’ atau ‘tanpa gula tambahan’.
Camilan yang memiliki varian rendah gula juga lebih menarik bagi konsumen ketimbang mengganti gula dengan opsi lain, seperti stevia dan gula aren.
Dengan begitu, produsen camilan perlu memahami tingkat gula yang tepat dalam produk mereka berdasarkan demografi konsumen yang ingin mereka targetkan.
Selain membahas preferensi makanan manis, studi ini juga menjelaskan bahwa konsumen muda di Indonesia lebih tertarik pada camilan yang diproduksi secara fresh dengan kemasan bersih.
Sementara konsumen yang lebih tua menunjukkan minat yang lebih tinggi terhadap bahan alami dan organik.
Konsumen juga mencari brand yang mempraktikkan produksi yang etis dan transparan dalam penggunaan bahan, dengan menampilkan gambar bahan pada kemasannya.
Inilah yang menjelaskan mengapa lebih dari 50 persen konsumen memeriksa daftar bahan pada kemasan produk, sementara lebih dari 75 persen memeriksa fakta nutrisi saat membeli produk camilan.
Saat ini konsumen muda juga menunjukkan minat tinggi terhadap klaim spesifik seperti 'tanpa pengawet', 'tanpa bahan kimia sintetis', dan 'tanpa bahan tambahan'.
Sementara konsumen yang lebih tua cenderung mencari klaim dasar, seperti 'tanpa bahan buatan', dan 'tanpa pewarna atau perasa buatan'.
Baca Juga: Lima Manfaat Matcha untuk Kesehatan, Jaga Hati hingga Otak
Studi ini juga memaparkan preferensi untuk bahan nabati, seperti kacang-kacangan, biji-bijian, kedelai, tahu, ekstrak buah dan sayuran, kacang-kacangan, dan biji-bijian utuh, sebagai sumber protein lebih diminati daripada protein hewan, seperti telur, unggas, daging merah, ikan, dan lain-lain.
Biji-bijian utuh seperti gandum, quinoa, millet, dan lainnya lebih diterima sebagai bahan dasar untuk camilan, tetapi banyak konsumen tidak menganggapnya sebagai sumber protein.
Hal ini disebabkan serat biji-bijian lebih dikenal untuk kesehatan pencernaan dibanding sebagai sumber protein.
Dengan lebih banyak edukasi tentang manfaat nutrisi lain dari biji-bijian utuh, ada peluang untuk menargetkan dan mengembangkan segmen ini untuk camilan.
Baca Juga: Dokter: Anak dengan Penyakit Jantung Rematik Sebaiknya Hindari Makanan Berglukosa Tinggi
Konsumen Indonesia menunjukkan minat yang tinggi terhadap produk camilan baru yang mengandung buah asli, buah kering, atau ekstrak buah.
Sekitar 70 persen, preferensi konsumen untuk camilan dengan tambahan mikronutrien seperti vitamin A dan C tinggi, menunjukkan bahwa peningkatan sistem kekebalan tetap menjadi perhatian bahkan setelah pandemi.
Mengonsumsi camilan yang kaya serat dan mengandung probiotik adalah salah satu tren terpenting dengan daya tarik tertinggi di Indonesia, karena konsumen mencari pencernaan yang sehat dan meningkatkan kesehatan usus.
Sumber : Kompas.com
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.