Kompas TV kolom opini

Pandemi, Indonesia Mundur 11 Tahun?

Kompas.tv - 8 Juni 2020, 00:10 WIB
pandemi-indonesia-mundur-11-tahun
(Sumber:Program AIMAN)

Oleh: Aiman Witjaksono

Mungkin tak banyak yang menyadari, apa yang saya pilih menjadi judul di atas. Pada kenyataanya, data inilah yang saya temui. Data ini memang tidak untuk semua sektor kehidupan penduduk. Saya mengambil parameter, dua hal yang menjadi titik krusial indikator ekonomi yaitu: jumlah penduduk miskin dan pengangguran terbuka.

Dulu, Sekarang, dan Masa Depan

Pada September 2019 lalu, Indonesia mencetak sejarah, tingkat kemisikinan terendah. Selama 21 tahun terakhir, alias pasca Reformasi 1998. Meski bisa jadi sesungguhnya angka ini adalah angka terendah dalam sejarah Indonesia. Permasalahannya, pada masa sebelum reformasi 1998, tidak ada data pembanding yang meyakinkan untuk mencari tahu setiap informasi yang diproduksi negara kala itu. Tapi kini, hal yang sangat berbeda. Saat dikeluarkan data kemiskinan pada tahun lalu, sebelum pencoblosan Pemilu 2019 misalnya, beramai-ramai suara kritis datang. Ada yang berdasarkan data tak sedikit pula yang "asbun".  Tapi setidaknya begitulah demokrasi seharusnya berjalan, meski kritik berdasarkan data, yang layak  menjadi acuan.

Aiman Kembali Turun ke Lapangan

Saya tidak sedang membahas soal perdebatan hal yang ramai pada tahun lalu. Tapi saya ingin membahas ke depan. Program AIMAN yang tayang pada Senin (8 Juni 2020), merupakan program AIMAN yang pertama sejak wabah Covid-19 mendera.  Kami untuk pertama kalinya kembali terjun ke lapangan, melihat langsung kondisi yang terjadi.

Mengumpulkan, mengolah, menganalisis dengan data pembanding dan cermatan lapangan, hingga menayangkan ke tengah-tengah pemirsa, dengan rasa tanggung jawab.  Saya mewawancarai sosok-sosok pilu di trotoar jalan, hingga masuk ke rumah makan untuk melihat persiapan pembukaan new normal. Dan terakhir dan bisa jadi yang terpenting mewawancarai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto

(Sumber: KOMPAS.Com,Kurniasih Budi)

Cerita Dari Cikini

Sebelum saya mewawancarai Menko Perekonomian, saya berkeliling di trotoar jalan di daerah Cikini, Jakarta Pusat. Saya mencoba melihat situasi kehidupan di sana.  Segelintir pedagang kaki lima berjualan di tepi bangunan, restoran menengah atas, buka hanya melayani take away, alias dibawa pulang. Dan tak ketinggalan, deretan ojek online,  yang berkerumun, tapi sayangnya tak menggunakan masker.

Saya tanyakan kepada mereka, kenapa tak melakukan protokol kesehatan Covid-19, memakai masker di tempat umum?  "Engap pak, tapi kami biasanya pake masker kok, ini aja pas kelihatan", sambut salah satu dari mereka. Seraya mereka menggeser duduknya satu sama lain, semakin menjauh. Setidaknya saya anggap, mereka sadar akan kesalahan mereka dan yang terpenting mereka tahu apa yang seharusnya dilakukan.

11 Ribu untuk 9 Jam Keliling

Lalu tanpa saya tanya, mereka langsung menyambung pembicaraan. "Pak, kita susah sekarang, ini baru dapat 11 ribu, sudah 9 jam kita keluar rumah padahal sejak pagi tadi. Mana HP Hilang, ini pinjam sama anak. Malah temen saya ini, sudah 3 hari ga dapat apa - apa," sambil di iyakan oleh sang teman dan kawan-kawan “Ojol” lainnya.

Berbeda pemandangan dari trotoar jalan, saya memasuki salah satu rumah makan khas daerah di Indonesia, yang terkenal dan memiliki pusat di Sabang, Jakarta Pusat.  Di sini saya ingin melihat bagaimana persiapan PSBB Masa Transisi yang dilaksanakan di Ibu Kota dan juga akan diikuti oleh daerah sekitar Jakarta, Bodetabek.  Saat saya memasuki rumah makan itu, petugasnya telah menyilang-nyilangkan meja makan dengan selotip merah, tanda kursinya tak boleh diduduki. Di lantai pun, selotip tebal menghiasi, simbol untuk pembeli agar wajib menjaga jarak satu dengan yang lain.

50 Persen Karyawan Dirumahkan

Lagi-lagi, tanpa saya bertanya, sang pimpinan karyawan rumah makan, bercerita, bahwa ada 15 (lima belas) orang di rumah makan ini yang terpaksa dirumahkan (bukan PHK) sejak 2 bulan lalu. Mereka dirumahkan tanpa mendapat gaji. "Ada 15 orang dari kami semua 30 orang di sini, yang di rumahkan. Tapi kami senang, Senin ini mulai boleh dibuka, harapannya kembali bisa lebih laku lebih banyak, dan saya yakin, kami bisa memanggil 15 karyawan kami untuk kembali berkumpul bersama - sama kami di sini." ungkap sang kepala rumah makan.

Selama ini, saya hanya mendengar dari informasi yang disampaikan di media massa, dan narasumber ahli. Tapi kini, saya mendapatkannya langsung dari apa yang saya lihat, saya dengar, dan saya alami.

Prediksi Masa Depan Hidup Penduduk Indonesia

Saya bergegas menuju ke Kantor Kemenkoperekonomian, dan mewawancarai sang Menteri, Airlangga Hartarto. Saya tanyakan soal masa depan ekonomi Indonesia pasca wabah Corona.

Data Kemenkoperekonomian, baik kemiskinan maupun pengangguran bisa bertambah hingga lebih dari 5 juta orang.  Kalau ditambah dengan angka kemiskinan sebelumnya sebesar 24,79 Juta orang (Data BPS: September 2019), maka diprediksi totalnya menjadi hampir 30 juta orang atau bahkan lebih. Ini mirip dengan angka yang terjadi pada tahun rentang 2010-2012.

Demikian pula dengan pengangguran terbuka, yang sebelumnya berada pada angka 4,99 juta sebelum wabah (Data BPS: Februari 2020), akan bertambah 5 juta orang menjadi sekitar 10 juta pengangguran. Mirip dengan angka pada tahun 2008-2009 alias 11 tahun lalu.

Saya menanyakan kepada Menko Airlangga, bagaimana kondisi sesungguhnya saat ini? Ia mengakui, bahwa kondisi saat ini memang lebih berat ketimbang badai ekonomi yang menghantam Indonesia dan juga dunia pada tahun 1998. Kala itu UMKM (Usaha Mikro, Kecil, Menengah) tidak terhantam, justru bisa menjadi motor pembangkit ekonomi bangsa kala itu. Tapi kini, UMKM juga ikut tak berdaya, karena aktivitas ekonomi yang menurun drastis.

Tapi ada satu yang menjadi harapan, yang menjadi pembeda di tahun 1998, kata Airlangga. "Sektor Lembaga Keuangan dan Perbankan kita, kuat! Ini yang bisa menjadi potensi bangkitnya ekonomi Indonesia dalam waktu ke depan."  "Formulasi yang tepat, bisa membuat daya tahan bangsa kembali kuat, saya positif melihat ini!" sebut Airlangga, optimistis.

Pandemi memang harus berakhir, perlu siasat melepas dan selepasnya. Disiapkan dari sekarang, tak boleh lagi ada kelambanan, karena warga perlu melanjutkan kehidupan. Penguasa memberi jalan, semesta bekerja sama, memberi harapan untuk kelanjutan peradaban! 




Sumber : Kompas TV




BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x