Oleh: Trias Kuncahyono
Perjalanan ke Rimini lah–untuk bertemu dengan para pastor dan suster Indonesia yang sekolah dan berkarya di Italia bagian tengah dan utara–yang membawa kami ke negara republik konstitusional tertua di dunia ini. Inilah negeri di atas bukit; negeri di atas awan.
Laksana lampu yang ditaruh di atas gantang, sinarnya memancar ke segala penjuru. Demikian pula San Marino, cerita keelokan negeri itu tersebar ke mana-mana. Maka, Indonesia pun menjalin hubungan diplomatik dengan San Marino. Hubungan diplomatik dengan San Marino, secara resmi sejak 26 September 2011, dirangkap dengan Italia, sama seperti Malta dan Siprus.
Menurut cerita, nama kota ini diambil dari nama seorang pemahat batu, pada awal abad ke-4, Marinus dari Dalmatia di Pulau Rab (sekarang masuk wilayah Kroatia), yang kemudian dinyatakan sebagai orang suci: St. Marianus. Dari nama Marianus itulah terlahir nama negara San Marino (St. Marianus).
Marianus bersama orang-orang Kristen lainnya melarikan dari kampung halamannya untuk menghindari persekusi agama yang dilakukan Kaisar Romawi Diocletia (berkuasa 284 – 305). Mereka pergi dan bersembunyi di puncak Gunung Titano (yang tertinggi dari tujuh bukit San Marino). Di tempat itu, mereka mendirikan komunitas kecil Kristen.
Baca Juga: Menyusuri Basilika Santo Petrus Secara Virtual Lewat Replika Digital Keluaran Microsoft dan Vatikan
Pemilik tanah, Felicissima, seorang wanita baik hati yang tinggal di Rimini, menyerahkan tanah tersebut kepada komunitas kecil Kristen itu dan mendesak mereka untuk tetap bersatu, tinggal di tempat itu. Untuk menghormati pemahat batu, wilayah diberi nama “Tanah San Marino”, dan akhirnya diubah menjadi nama sekarang, “Republik San Marino”; juga kondang dengan nama “Most Serene Republic of San Marino”, Republik San Marino yang Paling Tenang.
Benar, San Marino memang sangat tenang. Sejarah menceritakan, negeri ini selalu terbebas dari hiruk-pikuk dunia, sejak dulu kala meski pernah diduduki Napoleon Bonaparte dan dibom Inggris ketika PD II. Pada masa itu, San Marino menampung ribuan pengungsi dan menyatakan sebagai negara netral.
Menurut cerita, menjelang menghembuskan napas terakhir, St Marino mengatakan, “Relinquo vos liberos ab utroque homine”, Saya tinggalkan kalian semua, terbebas dari keduanya. Yang dimaksud dengan kata “utroque homine”, keduanya laki-laki adalah kaisar dan Paus. Maka, San Marino tidak pernah menjadi bagian, Negara Kepausan, tidak pula masuk dimasukkan menjadi bagian Italia, serta Perancis.
***
Negeri yang berada di Pegunungan Appenina ini hanya berjarak 20 km sebelah barat-daya Rimini, kota pantai di Laut Adriatik. Rimini kota yang sudah berdiri sejak zaman Romawi ini adalah kota pantai indah. Berpasir keemasan lembut dan bersih.
Pantai Rimini, bebas plastik. Gelas dan sedotan plastik dilarang digunakan di kawasan pantai. Bahkan, merokok pun dilarang di kawasan pantai. Semua itu demi kebersihan dan kenyaman para wisatawan.
Perjalanan kami dari Rimini ke San Marino tidak melewati jalan utama tetapi jalan kecil masuk ke desa-desa, tanah perkebunan dan pertanian hijau, berbukit-bukit kecil. Melintasi rumah-rumah tidak begitu besar tapi cantik dengan halaman hijau rumput dan tanaman lainnya, juga aneka bunga.
Setiap kali, kami berhenti, memotret pemandangan indah: hamparan padang hijau atau tebaran bukit-bukit kecil berlapis-lapis atau perkebunan zaitun, fig, pomegranate, maple atau jeruk kami temui.
***
Setelah keluar masuk desa dan tanah perkebunan, sampailah kami di jalan besar dan menemukan pertigaan. Terbaca oleh kami penunjuk arah: San Marino. Dari jauh memang sudah terlihat bangunan di atas bukit, menara di pojok benteng yang menjulang tinggi, terlihat begitu kokoh.
Akhirnya sampai juga di San Marino, yang sudah lama kami dengar ceritanya. San Marino, negeri yang terkunci di tengah Italia ini adalah negeri terkecil ketiga di Eropa setelah Vatikan dan Monaco. Luas Vatikan, 44 ha (0,44 km2), Monaco (1,95 km2), sementara San Marino 61 km2, Jakarta 661,5 km2, dan Yogyakarta, 32,8 km2.
Jadi, San Marino empat kali Vatikan, luasnya. San Marino adalah sebuah negara merdeka yang menurut tradisi didirikan pada 3 September 301. Maka, disebut negara (republik konstitusional) tertua di dunia.
Negeri ini sangat unik. Untuk masuk ke negeri ini, tidak perlu surat-surat (seperti paspor), tidak perlu berurusan dengan imigrasi. Mau masuk, masuk saja. Mau keluar, keluar saja. Meskipun semua sisinya dikepung wilayah Italia, namun perbatasannya terbuka.
San Marino tidak memiliki bandara atau stasiun kereta api, jadi paling mudah cara masuk adalah dengan mobil atau bus. Meskipun San Marino bukan bagian dari Uni Eropa, tapi menggunakan euro sebagai mata uangnya: dan bahasa Italia.
Negeri berpenduduk (data 2 Oktober 2023) 35.000 jiwa ini adalah sebuah republik demokratik multipartai. Tiga partai utama: Partai Kristen Demokratik San Marino (Democratic Christian Party of San Marino/PDCS), Partai Sosialis San Marino (Socialist Party of San Marino/PSS), dan Partai Demokratik Progresif San Marino (Progressive Democratic Party of San Marino/PPDS) serta beberapa partai gurem.
***
Mobil terus menyusuri jalan berkelok dan menanjak. Bangunan-bangunan di atas bukit makin kelihatan. Sementara, bila pandangan mata dilemparkan ke bawah, tampak hamparan dataran rendah hijau dan bukit-bukit kecil tak kalah indahnya. Ada kereta gantung, hilir mudik.
Kereta gantung itu menghubungkan Monte Titano dan komune Sammarinese (etnik San Marino) di Borgo Maggiore ke pusat bersejarah kota. Di sana, kunjungi Palazzo Pubblico di Piazza della Liberta.
Baca Juga: 21 Kardinal Baru Vatikan yang Diumumkan Paus Fransiskus, Salah Satunya Uskup Bogor
Ketika akhirnya sampai di Piazza della Liberta, kami terjerat oleh rasa kagum tak terperi. Pemandangan dari piazza sungguh menakjubkan. Siapa pun, pasti ingin tetap berada di tempat itu untuk menyaksikan upacara pergantian Guardie di Rocca, “Penjaga Batu”, yang mengenakan seragam khas berwarna hijau dan merah saat mereka berpatroli di perbatasan negara.
Dari pusat kota, kita dapat dengan mudah mengunjungi tiga menara abad pertengahan yang memahkotai puncak tertingginya: Cesta (dibangun abad ke-13), Montale (abad ke-14), dan Guaita (abad ke-11). Masing-masing dihubungkan oleh jalur pejalan kaki yang memberikan pemandangan panorama negara.
San Marino juga memiliki sejumlah museum yang meliputi Galleria Nazionale San Marino, Museum Senjata Kuno, dan Museum Perangko dan Koin, yang kesemuanya layaknya negara tertua di dunia.
***
Kami singgah di “Kota Benteng” (karena seluruh wilayahnya dikelilingi benteng) pada hari Minggu pas ketika digelar “pasar dadakan” yang menjual aneka ragam produk kerajinan dan makanan San Marino (anggur dan keju).
Restoran, kafe, hotel, dan toko-toko, mudah ditemukan. Ada di mana-mana. Karena berbelanja di San Marino, bebas pajak, saya cari kenang-kenangan membeli beberapa suvenir kecil. Banyak juga toko yang menjual senjata, pisau, dan parang.
Kami akhiri “singgah piknik” singkat ke San Marino dengan makan siang, minum kopi. Dan, ketika kami keluar restoran, ternyata udara begitu dingin, kabut menutupi negeri di atas awan ini; tak tampak lagi pemandangan indah di lembah atau bukit-bukit kecil sekitar San Marino.
Negeri tertua di dunia itu, bersembunyi di atas awan diselimuti kabut…
***
Sumber :
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.