TEHERAN, KOMPAS.TV — Kelompok militan Hamas dan Hizbullah menyatakan dukungannya terhadap rencana pembicaraan antara Amerika Serikat dan Iran yang dijadwalkan berlangsung di Oman pada Sabtu (12/4/2025). Keduanya menegaskan keyakinannya bahwa Teheran tak akan mengorbankan sekutu-sekutunya dalam proses negosiasi tersebut.
Hamas dan Hizbullah selama ini dikenal sebagai poros utama kekuatan Iran di Timur Tengah dalam menghadapi dominasi Israel dan sekutunya.
Namun, keduanya mengalami pukulan berat dalam beberapa tahun terakhir akibat serangan militer Israel serta meningkatnya tekanan dari komunitas internasional.
Baca Juga: Israel Sebut Hamas Meminta Dana Rp8,4 Triliun untuk Hancurkan Negara Zionis dalam 2 Tahun
“Iran memiliki sejarah panjang dan teruji dalam diplomasi. Ia mungkin akan menunduk di tengah badai, tetapi tidak akan patah,” ujar seorang pejabat Hamas yang berbicara dalam kondisi anonim, dikutip dari The National, Kamis (10/4/2025).
Pernyataan senada disampaikan oleh sumber dekat Hizbullah di Lebanon. Menurutnya, Iran tetap memegang kendali penuh atas arah kebijakan luar negerinya.
“Negosiasi di Oman adalah kesempatan bagi kepemimpinan Iran untuk menegaskan kepada rakyatnya bahwa jalur diplomatik tetap menjadi pilihan,” ujarnya.
Pernyataan tersebut muncul tak lama setelah Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyatakan bahwa investor Amerika Serikat “dipersilakan” masuk ke Iran.
Sikap tersebut menandai pergeseran nada diplomasi Teheran terhadap Washington, yang selama ini dianggap sebagai musuh utama.
Dalam wawancara terpisah, Wakil Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Morgan Ortagus, mengatakan bahwa pertemuan di Oman bertujuan membangun “titik temu dan saling pengertian” antara kedua pihak.
Ia menambahkan bahwa pemerintahan Presiden Donald Trump tidak terlalu terfokus pada proses, melainkan hasil konkret.
Di tengah pergeseran diplomasi ini, sejumlah analis di Iran mulai mendorong evaluasi ulang atas strategi regional Teheran, termasuk potensi pengurangan dukungan terhadap kelompok bersenjata seperti Hamas, Hizbullah, dan Ansar Allah di Yaman.
Baca Juga: Israel Akui Kesalahan Telah Membunuh 15 Petugas Medis Palestina, Kembali Jadikan Hamas Kambing Hitam
Meskipun begitu, Hamas menampik anggapan bahwa Iran akan meninggalkan sekutunya.
“Kami yakin Iran tidak akan menjual kami demi kesepakatan politik,” kata pejabat Hamas.
Sumber dari Hizbullah turut memuji posisi Iran dalam menghadapi tekanan internasional.
“Iran tidak berunding dalam keadaan terdesak. Negosiasinya selalu dilandasi prinsip dan standar yang telah mereka tetapkan,” ujarnya.
Namun, pengakuan datang dari Hamas bahwa dukungan logistik dari Teheran mengalami penurunan.
“Situasi saat ini tidak memungkinkan pengiriman senjata seperti dulu. Tapi komitmen Iran terhadap perjuangan kami masih ada,” ujarnya.
Serangkaian serangan yang dilancarkan Israel dalam dua tahun terakhir turut memperlemah jaringan militer Iran di kawasan.
Salah satu titik balik terjadi saat serangan bom di Lebanon menewaskan puluhan anggota Hizbullah, termasuk pemimpinnya, Hassan Nasrallah.
Beberapa waktu kemudian, rezim Bashar Al Assad di Suriah tumbang, yang selama ini merupakan sekutu strategis Iran.
Baca Juga: Israel Luncurkan Serangan Udara ke Beirut, Yang Pertama Sejak Gencatan Senjata dengan Hizbullah
Iran juga tak luput dari serangan. Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, dikabarkan tewas dalam sebuah serangan di Teheran.
Sementara itu, militer Israel dilaporkan telah menyerang sejumlah posisi militer Iran di dalam negeri.
Meski dalam tekanan, komandan Pasukan Quds, Esmail Qaani, kembali menegaskan dukungan terhadap poros perlawanan.
“Perlawanan tetap bertahan, meski dengan sumber daya terbatas, melawan perlengkapan canggih musuh,” ujar Qaani, dikutip media pemerintah Iran, Kamis.
Pembicaraan di Oman akan menjadi pembuka baru bagi hubungan AS-Iran yang sempat membeku, terutama selama pemerintahan Trump sebelumnya.
Steve Witkoff dari AS dan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dikonfirmasi akan memimpin delegasi masing-masing.
Dalam sebuah opini yang dimuat The Washington Post, Araghchi menyatakan Iran siap berunding secara serius untuk mencapai kesepakatan.
Sementara itu, pengamat politik Kassem Kassir menilai Iran mengincar kesepakatan nuklir baru, tetapi tetap mewaspadai manuver Washington.
“Iran tidak percaya pada Amerika. Meski ingin menghindari perang, mereka tahu bahwa AS akan mencoba mengklaim sebagai pihak yang memaksa Iran datang ke meja perundingan,” ujarnya.
Sejumlah analis memperkirakan bahwa isu-isu regional—termasuk peran Iran dalam mendukung kelompok bersenjata di Timur Tengah—tidak akan menjadi topik utama dalam fase awal pembicaraan.
Namun, dinamika di lapangan menunjukkan bahwa tekanan terus meningkat, baik terhadap Iran maupun sekutu-sekutunya.
Baca Juga: Israel Luncurkan Serangan Udara ke Beirut, Yang Pertama Sejak Gencatan Senjata dengan Hizbullah
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : The National
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.