Ternyata tidak semua negara terpengaruh atas kebijakan tarif Trump ini. Kanada dan Meksiko dikecualikan karena mereka sudah menghadapi pajak 25% atas sebagian besar barang impor yang diumumkan Trump bulan lalu, dalam upaya memaksa keduanya untuk menindak penyelundupan fentanil ke AS.
Gedung Putih awalnya mengatakan semua negara lain akan terpengaruh oleh tarif, minimal sebesar 10%. Namun, pejabat pemerintah mengklarifikasi pada hari Kamis bahwa negara-negara yang telah dikenai sanksi AS yang ketat — misalnya, Rusia karena invasinya ke Ukraina, serta Iran, Korea Utara, Kuba, Belarus, dan Venezuela — tidak akan menghadapi tarif dasar global sebesar 10%.
Para pejabat mengatakan hal itu terjadi karena sanksi dan hambatan lain yang berlaku, menyebabkan AS memiliki perdagangan yang sangat sedikit dengan negara-negara tersebut sehingga defisitnya minimal.
Presiden Trump telah menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk menegaskan bahwa Amerika berada pada titik terkayanya pada akhir Zaman Keemasan pada akhir tahun 1800-an dan awal tahun 1900-an, ketika negara itu memberlakukan tarif tinggi sebagai cara utama untuk menghasilkan pendapatan bagi pemerintah federal.
Trump bahkan menyarankan pada hari Rabu bahwa AS menjauh dari tarif yang lebih tinggi dan beralih ke pajak penghasilan federal pada tahun 1913 sehingga memicu Depresi Besar tahun 1930-an. Klaim ini kemudian ditolak mentah-mentah oleh para ekonom dan sejarawan.
Baca Juga: Respons Tokoh & Ahli soal Kebijakan Trump Tetapkan Tarif Impor 32 Persen untuk Indonesia
Penjelasan yang lebih kontemporer dapat ditemukan dalam Proyek 2025, yang merupakan cetak biru komprehensif yang disusun oleh para konservatif terkemuka tentang cara mengecilkan tenaga kerja federal dan mendorong Washington lebih jauh ke paham kanan.
Proyek tersebut menjabarkan bagaimana Trump dapat mengenakan tarif tinggi di seluruh dunia, memberikan pemerintahannya lebih banyak ruang untuk menegosiasikan tarif yang lebih rendah dengan mitra dagang sebagai imbalan atas prioritas AS.
Pejabat Gedung Putih bersikeras bahwa tarif baru lebih ditujukan untuk menutup defisit perdagangan, merangsang manufaktur AS, dan menghasilkan pendapatan pemerintah daripada menegosiasikan kesepakatan perdagangan baru pada akhirnya.
Namun, Trump telah menunjukkan bahwa ia bersedia untuk menarik kembali ancaman tarif sebagai imbalan atas tawaran konsesi. Pemerintahannya mengatakan bahwa presiden selalu siap untuk membuat kesepakatan. Pernyataan ini merupakan sebuah sinyal bahwa tarif baru mungkin diberlakukan lebih sebagai alat tawar-menawar daripada kebijakan permanen.
Terbang ke Florida dengan Air Force One pada Kamis, Trump mengatakan tentang kemungkinan membuat kesepakatan untuk mengurangi tarif yang dikenakan di seluruh dunia ke depannya. "Setiap negara (dapat) menghubungi kami," ujarnya.
"Kami menempatkan diri kami di kursi pengemudi," katanya. "Jika kita meminta beberapa negara ini, atau sebagian besar negara ini untuk membantu kita, mereka akan berkata tidak. Sekarang mereka akan melakukan apa saja untuk kita," ujarnya seperti dikutip dari The Associated Press.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : The Associated Press
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.