JALUR GAZA, KOMPAS.TV - Israel kembali melancarkan gelombang serangan udara di Jalur Gaza Selasa (18/3/2025) pagi. Kementerian Kesehatan Palestina melaporkan kini korban tewas telah mencapai 200 orang.
Serangan mendadak itu menghancurkan periode yang relatif tenang selama bulan suci Ramadan bagi umat Islam.
Serangan juga meningkatkan prospek kembalinya pertempuran secara penuh di Gaza, wilayah Palestina yang telah diblokade Israel sejak 2007.
Serangan Israel ke Gaza, menurut data Al Jazeera, telah menewaskan lebih dari 61.700 orang termasuk lebih dari 17.400 anak-anak, dalam periode 7 Oktober 2023 hingga 3 Februari 2025.
Serangan itu juga menimbulkan pertanyaan tentang nasib sekitar dua lusin tawanan Israel yang ditawan Hamas yang diyakini masih hidup.
Baca Juga: Dikecam Banyak Negara, AS dan Israel Kini Incar Afrika untuk Merelokasi Warga Palestina dari Gaza
Dalam sebuah pernyataan, Hamas mengutuk apa yang disebutnya sebagai eskalasi yang tidak beralasan oleh Israel dan mengatakan tindakan itu telah membahayakan nasib para tawanan.
Dilansir The Associated Press, di kota Khan Younis, terlihat ledakan dan gumpalan asap. Sementara ambulan membawa orang-orang yang terluka ke Rumah Sakit Nasser, tempat para pasien tergeletak di lantai.
Seorang anak laki-laki duduk dengan perban di kepalanya saat seorang petugas kesehatan memeriksa apakah ada luka lain yang ia derita. Sementara seorang gadis muda menangis saat lengannya yang berdarah diperban.
Banyak warga Palestina mengatakan mereka telah memperkirakan serangan Israel akan dimulai lagi ketika pembicaraan mengenai fase kedua gencatan senjata tidak dimulai sesuai jadwal pada awal Februari.
Gencatan senjata Gaza baru berlaku pada 19 Januari lalu, menyetop serangan Israel yang telah berlangsung sejak 7 Oktober 2023.
Gencatan senjata tersebut sedianya akan diimplementasikan dalam tiga tahapan. Namun, Israel menolak melaksanakan tahap kedua dan menuntut periode tahap pertama diperpanjang. Hal ini dibalas Hamas dengan menunda pembebasan tawanan.
Israel menghentikan semua pengiriman makanan, bahan bakar, dan bantuan lainnya kepada sekitar 2 juta warga Palestina yang terjebak di wilayah itu, untuk mencoba menekan Hamas.
"Tidak seorang pun ingin berperang," warga Palestina Nidal Alzaanin.
"Semua orang masih menderita karena bulan-bulan sebelumnya," katanya.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan ia memerintahkan serangan tersebut karena minimnya kemajuan yang dihasilkan dalam perundingan gencatan senjata.
Para pejabat mengatakan operasi tersebut tidak terbatas dan diperkirakan akan meluas. Gedung Putih mengatakan telah diajak berkonsultasi dan menyatakan dukungan atas serangan Israel.
"Israel akan mulai sekarang, bertindak melawan Hamas dengan meningkatkan kekuatan militer," kata kantor Netanyahu seperti dikutip dari The Associated Press.
Gedung Putih berusaha menyalahkan Hamas atas pertempuran yang baru terjadi. Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Brian Hughes mengatakan kelompok perlawanan Palestina itu bisa saja membebaskan tawanan untuk memperpanjang gencatan senjata tetapi ia menuding Hamas memilih menolak dan melakukan perang.
Utusan AS Steve Witkoff, yang telah memimpin upaya mediasi bersama Mesir dan Qatar, sebelumnya telah memperingatkan bahwa Hamas harus segera membebaskan tawanan yang masih hidup atau membayarnya dengan harga yang mahal.
Baca Juga: Demo Anti-Israel di Kampus AS, Trump Peringatkan Penangkapan Aktivis Palestina Akan Terus Berlanjut
Seorang pejabat Israel, yang berbicara dengan syarat anonim, menyebut Israel menyerang militer, pemimpin, dan infrastruktur Hamas dan berencana untuk memperluas operasi di luar serangan udara.
Pejabat itu menuduh Hamas berusaha membangun kembali dan merencanakan serangan baru. Dia mengatakan militan dan pasukan keamanan Hamas dengan cepat kembali ke jalan-jalan dalam beberapa minggu terakhir setelah gencatan senjata mulai berlaku.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mengancam gerbang neraka akan terbuka di Gaza jika para tawanan tidak dibebaskan.
"Kami tidak akan berhenti bertempur sampai semua sandera kami pulang dan kami telah mencapai semua tujuan perang," katanya.
Sejak gencatan senjata berlaku pada 19 Januari lalu, Hamas telah membebaskan 25 tawanan Israel dan delapan jenazah lainnya, ditukar dengan hampir 2.000 warga Palestina yang ditahan Israel.
Namun sejak gencatan senjata itu berakhir dua minggu lalu, kedua belah pihak belum dapat menyetujui gencatan senjata tahap kedua yang bertujuan membebaskan 59 tawanan yang tersisa, yang 35 di antaranya diyakini telah tewas.
Mereka juga diharapkan akan menyepakati berakhirnya perang dalam gencatan senjata tahap kedua.
Hamas telah menuntut diakhirinya perang dan penarikan penuh pasukan Israel sebagai ganti pembebasan tawanan yang tersisa.
Israel mengatakan tidak akan mengakhiri perang sampai menghancurkan kemampuan pemerintahan dan militer Hamas dan membebaskan semua tawanan.
Sementara Netanyahu telah berulang kali mengancam akan melanjutkan perang.
"Hal ini terjadi setelah Hamas berulang kali menolak membebaskan sandera kami dan menolak semua tawaran yang diterimanya dari utusan presiden AS, Steve Witkoff, dan dari para mediator," kata kantor Netanyahu pada Selasa pagi.
Baca Juga: Israel Kembali Serang Gaza dan Bunuh 80 Orang, Mengakhiri Gencatan Senjata
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : The Associated Press, Al Jazeera
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.