GAZA, KOMPAS.TV - Otoritas Israel telah memutus seluruh aliran listrik ke Jalur Gaza usai menolak melanjutkan tahapan gencatan senjata yang disepakati dengan Hamas.
Pasukan Israel pun telah melarang bantuan kemanusiaan masuk sejak awal Maret.
Kepala Biro Media Perusahaan Listrik Gaza, Mohamed Thabet mengungkapkan, pemutusan aliran listrik menimbulkan "malapetaka" di Gaza, wilayah Palestina yang telah diduduki Israel sejak 1967 dan diblokade sejak 2007.
Menurut Thabet, seluruh aliran dari pembangkit listrik Israel telah ditutup. Thabet mengungkapkan rata-rata penduduk Gaza mengalami pemadaman listrik hingga 16 jam akibat blokade Israel.
Pasokan listrik ke enklave tersebut telah terputus selama 522 hari usai serangan Israel yang diluncurkan pada 7 Oktober 2023 lalu.
Baca Juga: Bantuan untuk Palestina Diblokade, Houthi Ancam Serang Kapal Israel di Perairan Timur Tengah
Thabet menyatakan, situasi di Gaza memprihatinkan bagi penduduk. Banyak warga yang mesti berjalan kaki hingga 2-3 km guna mendapatkan air bersih untuk memasak ataupun minum.
Jurnalis Al Jazeera di Gaza, Tareq Abu Azzoum melaporkan, infrastruktur energi di wilayah berpenduduk sekitar 2,3 juta jiwa telah rusak akibat serangan Israel selama 16 bulan.
Satu-satunya pembangkit listrik di Gaza pun tidak bisa berfungsi maksimal karena kurangnya pasokan bahan bakar dan kerusakan akibat operasi militer Israel.
"Itu awalnya didesain untuk menghasilkan 140 megawatt listrik, tetapi sering beroperasi di bawah kapasitas, terkadang hingga 60 megawatt karena kekurangan bahan bakar, kerusakan dan keterbatasan teknis. Ini jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan Jalur Gaza," kata Abu Azzoum, seperti dilansir Al Jazeera, Rabu (12/3/2025).
"Sekarang, karena operasi milter Israel, kehancuran jaringan listrik berdampak pada fungsi pembangkit listrik tersebut. Sebelum bisa beroperasi kembali, jaringan listrik yang rusak mesti direhabilitasi."
Berbagai negara dan lembaga internasional telah mengecam langkah Israel memutus listrik ke Gaza. Langkah ini dianggap sebagai penghukuman kolektif terhadap masyarakat sipil.
Organisasi hak asasi manusia seperti Human Rights Watch dan Amnesty Internasional menyebut blokade Israel di Gaza sebagai pelanggaran hukum internasional dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Baca Juga: Demo Anti-Israel di Kampus AS, Trump Peringatkan Penangkapan Aktivis Palestina Akan Terus Berlanjut
"Keputusan Israel memutus listrik ke fasilitas desalinasi utama yang masih beroperasi, sepekan setelah menghentikan masuknya seluruh bantuan kemanusiaan dan persediaan komersial, termasuk bahan bakar dan makanan, melanggar hukum humaniter internasional dan semakin membuktikan genosida yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza yang diduduki," kata Direktur Senior Riset, Kebijakan, Advokasi dan Kampanye Amnesty International Erika Guevara Rosas dalam pernyataan tertulis, Senin (10/3/2025).
Dia mengatakan tindakan-tindakan "tidak manusiawi dan melanggar hukum" itu menunjukkan Israel terus berupaya untuk menghancurkan fisik warga Palestina di Gaza.
"Sebuah tindakan yang dilarang di bawah Konvensi Jenewa," katanya.
Guevara Rosas mengatakan pemadaman listrik di Gaza sudah terjadi sejak 11 Oktober 2023 setelah Menteri Energi Israel saat itu Israel Katz menghentikan pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Israel yang telah dibayar oleh Otoritas Palestina untuk menyediakan listrik.
Kecaman juga datang dari Tania Hary, direktur eksekutif Gisha, sebuah lembaga hak asasi manusia Israel. Dia menyebut langkah Israel memutus aliran listrik ke Gaza sebagai kejahatan perang.
"Memutus listrik yang digunakan untuk tujuan sipil seperti untuk desalinasi air, bukan 'menggunakan alat yang kita punya' seperti yang dikatakan Menteri (Energi Isreal Eli) Cohen, ini melakukan kejahatan demi Israel," kata Hary di X, seperti dilansir Middle East Eye, Senin.
Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.
Sumber : Al Jazeera, Middle East Eye
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.