Kompas TV internasional kompas dunia

Selain Balas AS dengan Naikkan Tarif, China Juga Selidiki Google atas Dugaan Praktik Monopoli

Kompas.tv - 4 Februari 2025, 18:40 WIB
selain-balas-as-dengan-naikkan-tarif-china-juga-selidiki-google-atas-dugaan-praktik-monopoli
Logo Google tampak di atas pintu masuk gedung baru perusahaan tersebut di New York, Amerika Serikat, Rabu, 6 September 2023. (Sumber: AP Photo/Peter Morgan)
Penulis : Rizky L Pratama | Editor : Gading Persada

KOMPAS.TV — Pemerintah China melakukan penyelidikan terhadap Google atas dugaan praktik monopoli. Langkah ini menjadi bagian dari serangkaian tindakan balasan terhadap Amerika Serikat (AS), termasuk pengenaan tarif baru pada berbagai produk impor, seperti batu bara, gas alam cair, dan minyak mentah. 

Beijing juga memasukkan dua perusahaan AS lainnya ke dalam daftar entitas yang tidak dapat diandalkan, yang dapat membatasi investasi mereka di China.

Dilansir dari The Associated Press, Google pertama kali meluncurkan mesin pencari berbahasa Mandarin, google.cn, pada 2006. Saat itu, layanan ini disesuaikan dengan aturan sensor pemerintah China. Pada 2009, Google memiliki pangsa pasar sekitar 36% di negara tersebut.

Baca Juga: China Balas AS dengan Kenakan Tarif 10-15 Persen, Perang Dagang Dimulai?

Namun, pada 2010, perusahaan asal AS itu memutuskan untuk menghentikan sensor terhadap hasil pencariannya setelah mengalami serangan siber dan meningkatnya tekanan terhadap kebijakan penyaringan informasi. 

Google kemudian menutup layanan pencariannya di China dan mengarahkan pengguna ke situsnya di Hong Kong.

Sebagai respons, Beijing memblokir berbagai layanan Google, termasuk Gmail dan Chrome, melalui sistem sensor internet yang dikenal sebagai "Great Firewall." 

Saat ini, sebagian besar platform internet Barat, seperti Google, Facebook, dan Instagram, tetap tidak dapat diakses di China tanpa menggunakan jaringan virtual pribadi (VPN).

Meskipun layanan Google diblokir di China, perusahaan ini masih memiliki kantor di beberapa kota besar, seperti Beijing, Shanghai, dan Shenzhen. 

Operasinya di negara tersebut berfokus pada penjualan dan pengembangan teknologi, terutama di sektor periklanan dan layanan cloud.

Alasan Investigasi China

Administrasi Negara untuk Regulasi Pasar China (SAMR) mengumumkan pada Selasa (4/2/2025), pihaknya sedang menyelidiki Google atas dugaan pelanggaran undang-undang persaingan usaha.

Pihak berwenang tidak memberikan rincian lebih lanjut mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan Google. 

Namun, pengumuman ini muncul hanya beberapa menit setelah AS menerapkan tarif baru sebesar 10% terhadap berbagai barang impor dari China.

Baca Juga: CEO Telegram Bongkar Rahasia DeepSeek: AI China yang Bakal Kalahkan Teknologi Barat!

Hingga saat ini, belum jelas bagaimana penyelidikan ini akan berdampak pada operasi Google di China. 

Beberapa analis menduga penyelidikan ini terkait dengan dominasi Google dalam sistem operasi Android, yang digunakan oleh hampir semua merek ponsel kecuali Apple dan Huawei.

John Gong, profesor ekonomi di University of International Business and Economics, menyatakan hampir semua produsen smartphone, kecuali Apple dan Huawei, harus membayar lisensi kepada Google untuk menggunakan sistem Android. 

"Saat ini, Google yang berada dalam sorotan. Namun, ini masih sebatas penyelidikan dan belum mencapai keputusan akhir," ujar Gong.

Adapun Huawei telah mengembangkan sistem operasinya, HarmonyOS, setelah masuk dalam daftar hitam AS pada 2019. 

Larangan tersebut mencegah perusahaan China itu bekerja sama dengan perusahaan AS, termasuk Google.

Google sebelumnya juga menghadapi tuduhan pelanggaran hukum persaingan usaha di beberapa negara lain, seperti Uni Eropa, Korea Selatan, Rusia, India, dan Turki.

Investigasi terhadap Google dipandang sebagai bagian dari ketegangan perdagangan yang terus meningkat antara AS dan China. 

Beberapa pakar menilai bahwa penyelidikan ini bisa menjadi alat negosiasi di tengah perselisihan perdagangan kedua negara.

Meskipun belum ada keputusan final, Google kini menghadapi tantangan baru di tengah meningkatnya pengawasan global terhadap praktik bisnisnya.

Baca Juga: Google Akui Kesalahan Data Kurs Rupiah Rp8.170 per 1 USD, Ini Penjelasannya


 

Kami memberikan ruang untuk Anda menulis

Bagikan perspektif Anda, sumbangkan wawasan dari keahlian Anda, dan berkontribusilah dalam memperkaya pemahaman pembaca kami.

Daftar di sini



Sumber : Associated Press

Berikan Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE



KOMPASTV SHORTS


Lihat Semua

BERITA LAINNYA



FOLLOW US




Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.


VIDEO TERPOPULER

Close Ads x