MUAN, KOMPAS.TV - Korban kecelakaan Jeju Air yang tewaskan 179 orang memiliki latar belakang yang berbagai macam.
Dari bocah 3 tahun yang baru pertama kali melakukan perjalanan ke luar negeri, hingga keluarga 3 generasi.
Jeju Air dengan nomor penerbangan 7C2217 dari Bangkok mengalami kecelakaan di Bandara Internasional Muan, Minggu (29/12/2024).
Baca Juga: Viral Saat Terakhir Pilot Jeju Air yang Tabrak Tembok Tewaskan 179 Orang, Timbulkan Kekaguman
Pesawat yang gagal mendarat darurat menabrak tembok bandara dan akhirnya meledak dan terbakar.
Hanya dua orang yang selamat dari 181 orang yang berada di pesawat Jeju Air tersebut.
Korban tewas sendiri memiliki usia berkisar antara tiga hingga 78 tahun, meski kebanyakan dari mereka berusia sekitar 40, 50 dan 60 tahun,
Lima di antaranya adalah anak-anak berusia 10 tahun.
Dua korban tewas berkebangsaan Thailand, dan yang lainnya merupakan warga Korea Selatan.
Bocah tiga tahun tersebut tewas bersama kedua orang tuanya.
Orang tua si bocah sempat membagikan postingan Instagram dengan foto si anak yang melihat keluar jendela saat mereka akan pergi ke Thailand.
“Putra saya akan melakukan perjalanan ke luar negeri untuk pertama kalinya dalam penerbangan malam, dan paspor pertamanya tak memiliki stempel,” bunyi postingannya dikutip dari The Guardian, Sabtu (4/1/2025).
Orang tua sang bocah, Kang Ko, 43 tahun, bersama istrinya Jin Lee-Seon (37), beserta putranya sedang kembali dari liburan keluarga ke luar negeri untuk pertama kalinya saat mereka tewas dalam kecelakaan.
Sang ayah sendiri merupakan Humas dari klub bisbol profesional KIA Tigers.
Korban lainnya adalah keluarga berisi 9 orang yang terbentang dari tiga generasi.
Yang tertua, berusia 79 tahun, baru kembali dari liburan dengan istrinya, kedua putri dan satu menantunya, serta seorang cucu perempuan dan tiga cucu laki-laki.
Sementara itu, 41 penumpang penerbangan tersebut baru kembali dari paket tur liburan.
Satu dari dua warga Thailand yang tewas adalah Sirithon Chaue, seorang mahasiswa 22 tahun yang mendapatkan beasiswa untuk belajar manajemen bisnis penerbangan dari Bangkok Universitas, dan hanya tiga bulan sebelum lulus saat kecelakaan.
Ia tengah melakukan perjalanan ke Jeju untuk mengunjungi ibunya, dan mungkin tengah mencari kesempatan bekerja di sana.
“Ia selalu memimpikan untuk bekerja sebagai pramugari,” ujar sang paman, yang menggambarkan Sirithon sebagai kebanggaan keluarga.
Baca Juga: Tembok yang Ditabrak Jeju Air dan Sebabkan 179 Orang Tewas Ternyata Membingungkan Pilot
Sementara itu, kemarahan juga dirasakan keluarga korban karena lamanya otoritas untuk secara resmi mengidentifikasi korban.
Salah satu yang meluapkan amarahnya adalah Shin Gyun-ho, yang kehilangan dua cucu dan menantu laki-lakinya.
Ia bahkan menghancurkan pengeras suara yang digunakan untuk pengarahan kepolisian.
Sumber : The Guardian
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.