SEOUL, KOMPAS.TV — Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berhasil menghindari pemakzulan setelah parlemen melakukan pemungutan suara pada Sabtu (7/12/2024). Namun, tekanan politik terhadapnya terus meningkat, sementara berbagai investigasi hukum terhadap deklarasi darurat militernya yang kontroversial mulai berjalan.
Pemungutan suara terkait usulan pemakzulan ini dipimpin oleh Partai Demokrat (DP) yang menjadi oposisi utama.
Meski begitu, dilansir dari Yonhap, hampir seluruh anggota Partai People Power (PPP) yang merupakan partai pendukung Yoon memilih memboikot proses tersebut.
Alhasil, suara parlemen minimal 200 untuk meloloskan pemakzulan pun tidak tercapai.
Proses pemakzulan tersebut terjadi di tengah aksi protes besar-besaran masyarakat yang mendesak pengunduran diri Yoon.
Dalam pernyataan publik sebelum pemungutan suara, Yoon meminta maaf atas deklarasi darurat militer tersebut. Ia menyerahkan sepenuhnya keputusan terkait masa jabatannya kepada partainya.
Meski lolos dari pemakzulan, langkah Yoon mendeklarasikan darurat militer memicu kritik keras.
Ketua DP Lee Jae-myung menyebut tindakan Yoon sebagai "dalang pemberontakan" dan mendesak pihak berwenang segera melakukan investigasi.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Berpotensi Lolos dari Pemakzulan Usai Deklarasi Darurat Militer
Lee menegaskan, DP akan mengajukan kembali usulan pemakzulan minggu depan. Selain itu, berbagai lembaga, seperti kejaksaan, kepolisian, dan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi, telah memulai penyelidikan terhadap Yoon serta pejabat senior terkait.
Tuduhan yang diajukan mencakup pemberontakan dan penyalahgunaan kekuasaan, yang menurut undang-undang Korea Selatan tidak dilindungi oleh kekebalan presiden.
Di dalam PPP sendiri, situasi politik ini memunculkan perpecahan. Ketua PPP Han Dong-hoon mengungkapkan, sudah waktunya bagi Yoon untuk mempertimbangkan pengunduran diri demi kepentingan stabilitas negara.
Sebagai langkah alternatif, sejumlah anggota PPP mengusulkan amandemen konstitusi untuk memperpendek masa jabatan Yoon.
Ada pula wacana membentuk pemerintahan koalisi dengan melibatkan partai oposisi demi mencapai stabilitas politik.
Krisis politik ini datang di saat Korea Selatan menghadapi tantangan besar, termasuk ancaman keamanan dari Korea Utara yang semakin mempererat hubungan militernya dengan Rusia.
Selain itu, ketidakpastian politik juga dapat mengganggu aliansi strategis Korea Selatan dengan Amerika Serikat.
Rencana Yoon untuk bertemu dengan Presiden terpilih AS Donald Trump usai pelantikannya pada 20 Januari 2025 kini diragukan.
Ketidakstabilan politik di dalam negeri dikhawatirkan akan melemahkan posisi Korea Selatan dalam menghadapi tantangan global maupun domestik.
Baca Juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol Bisa Dihukum Mati jika Terbukti Lakukan Pengkhianatan
Sumber : Yonhap
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.